Profile

Erick Hadi, Tidak Mau Menjadi Kutu Loncat

Erick Hadi, Tidak Mau Menjadi Kutu Loncat

Nama Erick Hadi nampaknya sudah cukup dikenal dikalangan bisnis TI, sudah lebih dari lima tahun ia malang melintang di bisnis ini. Setelah empat tahun di IBM Indonesia ia mencoba menantang dirinya untuk melahirkan dan membesarkan Rittal di Indonesia. Erick menceritakan lika-likunya membangun karier kepada Nimas Novi Dwi Arini di kantor SWA. Semangat dan pikiran terbukanya terlihat ketika Ercik menceritakan bagaimana ia memulai karier hingga saat ini bisa menduduki posisi Country Manager Rittal Indonesia:

Boleh diceritakan bagaimana Anda memulai karier?

Jadi sebelum saya pindha ke Rittal saya sudah empat tahun di IBM, tapi sebelum saya kembali ke Indonesia saya sudah bekerja juga selama empat tahun di Singapura. Perjalanan karier saya ini unik karena saya berkarier di bergabai macam industri ya.

Erick Rittal

Apa latar belakang pendidikan Anda apa sesuai dengan track karier Anda?

Latar belakang pendidikan saya sebenarnya adalah engineering, pekerjaan pertama saya setelah lulus kuliah adalah teknisi di perusahan teknologi informasi kurang lebih satu setengah tahun, kalau tidak salah sekitar 1997. Nah saya di sana tugasnya itu hanya untuk mengurus server saja, mungkin ya kalau saya tidak bertemu dengan atasan saya yang mendorong saya untuk maju mungkin saya tidak sampai berada di posisi sekarang ini. Atasan saya mendapat masalah pendengaran ketika itu jadi dia menyarankan saya untuk mencari pengalaman lebih dan dia memberikan saya rekomendasi untuk mencari karier di bidang pemasaran. Tapi pada saat itu untuk bidang pemasaran di perusahaan yang sama tidak ada. sehingga saya akhirnya bekerja di bidang yang jauh sekali dari pendidikan saya.

Lalu setelah dari perusahaan teknologi informasi Anda melanjutkan karier dimana?

Wah karena waktu itu di perusahaan itu tidak ada akhirnya saya bekerja di bidang yang jauh sekali dari pendidikan saya. Saya dari dulu suka fotografi dan akhirnya saya bekerja juga di bidang ini walaupun beda dengan latar belakang pendidikan saya. Saya sempat bekerja di salah satu perusahaan besar di bidang fotografi milik Jepang tapi perusahaan ini tutup di tahun 2000-an.

Di perusahaan fotografi ini Anda menjabat sebagai apa?

Fotografi ini kan memang hobi ya tapi ini merupakan hobi yang saya geluti. Pada saat itu perusahaan ini memiliki satu divisi di bidang jasa. Pada waktu itu kami punya banyak mitra di bidang advertising agency, saya di sini diberikan tugas sebagai project officer. Kalau dulu kan foto masih menggunakan kamera analog yang menggunakan film jadi pada saat itu tugas saya adalah mengatur film ASA berapa yang bagus sampai dengan setting set untuk pemotrean iklan atau cover. Jadi tanggung jawab saya pada waktu itu adalah memastikan semua yang dibutuhkan untuk pemotretan itu benar jadi saya belum pindah ke bidang pemasaran tapi malah ke fotografi.

Setelah itu saya diberikan tugas baru yaitu di bagian presales di sini saya bertugas untuk membuat spec, proposal, dan lainnya untuk membantu divis sales ini bisa berjalan nantinya. Ini pertama kali saya bersentuhan di bidang penjualan. Di presales ini saya bekerja dua sampai dua setengah tahun ya.

Setelah itu apa Anda akhirnya berkarier di bidang sales?

Karena latar belakang saya di presales tadi akhirnya saya dipercaya untuk memegang sales dengan jabatan sales manager di Texascom. Dulu ya perusahaan ini sangat-sangat terkenal sekali dan disegani untuk sistem integrator di bidang IT. Nah di perusahan ini saya pertama kali masuk di bidang corporat sales dan saya belajar banyak sekali di perusahaan ini.

Kenapa? Karena menurut saya di dalam karier itu harus memiliki mentor. Di sinilah saya pertama kalinya mendapatkan mentor. Mentor saya di sini bukan atasan saya tapi beda divisi. Waktu di Texascom ini saya menjabat sebagai corporate sales manager. Tapi bisnisnya juga ternyata turun.

Lalu setelah itu Anda pindah kemana?

Tahun 2003 saya mendapatkan penawaran untuk berkarier di Berca. Di Berca ini pada saat saya ditawari kerjasama mereka juga punya divisi baru, Berca selama ini kan dikenal sistem integrator dan HP. Nah, divisi baru yang ada di sini sama sekali tidak menjual hardware melainkan consulting services. Waktu saya masih muda umur 20-an, saya tidak hanya mengejar materi ya tapi juga pengalaman. Jadi saya pernah engineering, presales, sales, dan ketika di Texascom ini dia pure hardware jualanya server dan lainnya.

Saya akhirnya bisa di Berca karena pada saat maish di Texascom kan sering bertemu teman-teman di SI ya dan tuker-tuker kartu nama. Nah, dari sinilah akhirnya saya ditawari untuk kerja di Berca. Saya pindah ke Berca memang di titik nadir Texascom. Ketika pindah memang divisinya divis baru ya tapi tantangannya adalah services dan software. Pada saat ini Berca jadi distributor untuk Gdadverbs kemudian ini dibeli sama Peoplesoft. Tapi tugas saya waktu itu adalah menjual portofolio dari Berca karena Berca banyak sekali portofolionya. Saya inget sekali pecah telur pertama penjualan itu di Bank Permata ini tahun 2004. Nah, kemudian terjadi badai karena Peoplesoft ini diakusisi oleh Oracle. Setelah akuisisi ini banyak terjadi ketidakpastian termasuk untuk divisi saya ini. Pada saat bersamaan saya mendapatkan tawaran dari Kodak Singapura.

Lantas tawaran itu diterima?

Pada waktu itu saya terima karena Kodak Singapura butuh seseorang yang mengerti fotografi dan IT. Pada saat itu mereka sulit menemukan kandidat dan akhirnya saya dikontak dan cocok. Saya waktu itu dipercaya untuk memegang jabatan sebagai regional sales di SIngapura tapi uniknya saya menangani produk cinematografi. Pada saat saya bergabung ini masa-masa transisi ke digital jadi saya diberikan tugas untuk memasarkan digital cinema. Saya berhasil menjalankan tugas saya ini tapi kemudian divisi ini tutup juga ha..ha..ha. Ini tutup karena digitasl cinema dijual ke cinema owner seperti 21, pada waktu ini kan peralihan ya dari analog ke digital ini ongkosnya mahal sekali. Tapi kalau sekarang semua sudah ganti jadi digital. Karena alasan keluarga saya diminta untuk pulang kembali ke Indonesia di tahun 2008.

Setelah kembali ke Indonesia Anda bekerja di mana?

Setelah kembali ke Indonesia saya sudah berhenti dari Kodak Singapura dan bergabung dengan IBM. Ini menarik ya karena sewaktu di Kodak seluruh perangkatnya menggunakan IBM, jadi masih satu lingkaran kalau dirunut saya bekerja itu selalu ada hubungannya.

Ini Anda dipinang atau meminang di IBM?

Pasa saat itu saya melamar yak arena saya ingat saya kontak salah satu petinggi di IBM Indonesia bertanya apa ada posisi kosong yang bisa saya tempati. Nah dia bilang coba datang saja, akhirnya saya diterima sebagai manager untuk di banking di financial services ini sama di sales.

Kenapa akhirnya Anda jatuh cinta dengan dunia sales?

Apa ya yang membuat saya jatuh cinta? Oh mungkin karena sales itu dinamis ya ini yang pertama dan kedua karena saya senang berhubungan dengan orang lain.

Berapa lama Anda di IBM?

Saya empat tahun ya di IBM posisi terakhir sebagai country manager untuk general business.

Kalau boleh tahu apa prestasi yang Anda dapatkan pada saat di IBM?

Saya bisa bilang kalau di sales kan ini pengukurannya pasti ya di angka penjualan. Kalau kita bisa dapat angkanya, kalau di perusahaan-perusahaan sebelumnya prinsip saya itu bekerja dan berpikir saya ini pengusaha yang menguntungkan untuk perusahaan. Jadi saya menyebutnya intrapreneur. Saya selalu berpikir bagaimana caranya bisnis ini menjadi seakan ini bisnis saya sendiri. Di IBM kalau dilihat dari angka penjualan pada saat saya menjabat ada kenaikan sekian ratus persen di divisi saya, terakhir saya di IBM tahun 2012 angka yang dicapai setiap kuartal selalu mendapat penghargaan karena pertumbuhan paling cepat.

Apa kunci sukses Anda menaikkan penjualan seperti yang Anda katakana tadi?

Saya bisa bilang begini ya kalau profesi di bidang penjualan atau pemasaran banyak orang berdiri tidak seimbang ya. Kalau kita bekerja kan kita punya dua kaki, satu kaki di perusahaan dan satu kaki lagi di customer. Saya selalu berprinsip saya harus balance di keduanya. Yang membedakan sales itu kan sebenarnya orang yang menjualnya.

Dengan pengalaman yang Anda miliki apakah selama 4 tahun ada di IBM banyak juga ditawari untuk pindah ke perusahaan lain?

Ya pasti ya banyak sekali tawaran-tawaran datang ke saya untuk pindah. Tapi ya dalam karier saya di bidang penjualan ini kan parameternya dari angka itu tadi ya dan dengan ini kita akan dikenal dengan sendirinya karena awarding atau reward. Nah, karena inilah industri jadi mengenal saya. Tapi saya secara pribadi berprinsip tidak pernah mau pindah ke kompetitor karena bagi saya misalnya saya sekarang bekerja di IBM lalu sya pindak ke Oracle, baju saya di IBM biru nah di Oracle merah tapi saya menawarkan barang yang mirip-mirip ke customer yang sama. Kebanyakan ya ketika saya mau di-hijacked selalu bilang kekurangan saya ini nih dan saya bisa menutupi kekurangan ini hal paling mudah meningkat kinerja si perusahaan itu kan. Jujur saja yang meminang banyak tapi tetap kalau kompetitor saya tidak mau.

Lalu bagaimana akhirnya Anda sekarang ada di Rittal?

Ini unik juga ya, Rittal ini dari Eropa (Jerman) dan seperti yang kita tahu saat ini pasar Eropa sedang tidak bagus. Sejak tahun 2008 ya terus begitu, tapi Rittal ini di Jerman merupakan perusahaan fastest growth keenam. Mereka sendiri menyadari kalau pasar Eropa yang seperti sekarang ini tidak bisa terus bergantung di pasar Eropa. Mereka ini menyadari next market mereka adalah Asia ya. Mereka identify menggunakan head hunter orang-orang di Asia untuk menempati posisi di Rittal Asia. Mereka bentuk tim khusus untuk di Asia Pasifik.

Nah tugasnya adalah menganalisis market, mengidentifikasi startegi apa yang baik diguanakan overall se-Asia Pasifik sekaligus per negara. Saya kebetulan salah satu dari tim ini, tim yang dibentuk ini isinya 6 orang.

Bagaimana proses akhirnya Anda bergabung dengan Rittal?

Pada saat saya keluar dari IBM saya dihubungi oleh head hunter, prosesnya waktu itu video call dan pada saat itu saya tidak langsung tertarik ya. Rittal ini merupakan supplier juga di IBM, jadi seluruh storage yang digunakan oleh IBM itu mereknya Rittal. Nah ini juga masih dekatan ya jadi muter-muter saja di lingkaran itu sebenarnya ha…ha…ha.

Apa yang akhirnya Anda tertarik bergabung dengan Rittal?

Saya tertarik karena tantangannya beda ya, dia minta masuk ke level Asia Pasifik kan. Saya sempat stay di Jerman 6 bulan kalau untuk proses akhirnya saya bergabung dengan Rittal itu kurang lebih 8 bulan.

Apa ada perbedaan benefit yang ditawarkan?

Ya pasti ada ya tapi ini bukan hal utama yang saya pikirkan waktu itu. Yang beda sih nominalnya ya lebih besar, lebih tinggi dari IBM. Memang ya faktor nominal ini menjadi salah satu faktor ya tapi di kondisi saya faktor nominal uang bukan jadi faktor terbesar. Kenapa saya mau meninggalkan IBM yang begiu besar dengan 400 ribu perusahaan sedangkan Rittal sampai saat ini baru 12 ribu karyawan, saya mau meninggalkan IBM karena saya di Rittal diberikan kebebasan. Nah, ini yang saya tidak dapatkan di IBM. Jadi, pada saati itu Rittal bilang ini merupakan pasar yang baru untuk mereka. Mereka ini mengidentifikasi kalau Indonesia itu the fastest growing di ASEAN saat ini, mereka melihat potensinya begitu besar dan Rittal belum ada di sini. Nah saya dari salah satu dari enam orang itu ya, Jerman bilang kalau kami-kami ini lebih tahu mengenai negara kita sendiri jadi silahkan Anda mau merancang seperti apa terserah asalkan masih sesuai dengan rambu-rambu di Rittal.

Jadi kebebasan itu yang menjadikan Anda tertarik di Rittal?

Ya saya tertarik bergabung karena alasan itu karena hal ini tidak pernah saya dapatkan dari perusahaan-perusahaan sebelumnya. Bahkan struktur Rittal Indonesia sekarang ini yang membuat dan menyusun itu saya sendiri setahun yang lalu.

Apa yang Anda rancang dan rencakan pada saat itu?

Saya sadar di Indonesia itu kita tidak bisa tapi bukan tidak bisa ya bisa saja sebenanrya kita bisa sukses dengan cepat tanpa mitra. Makanya saya ketika merancang ini membentuknya menjadi banyak kemitraan atau partner. Saya selalu punya prinsip bisnis yaitu selalu berteman dan bermitra untuk mengembangkan bisnis daripada memandang kompetitor sebagai saingan.

Apa tugas pokok Anda sebagai country manager?

Tugas utama saya memang men-develop, men-stablished, dan make sure presence kita di Indonesia itu notable.

Apa target yang diberikan kepada Anda dari Rittal pusat?

Kalau target ya secara overall dalam tiga tahun itu adalah secara revenue growth 30% year to year. Staretgi diserahkan ke saya tapi yang mereka inginkan adalah Rittal ini ada di key industry. Kalau saya senang sekali untuk belajar hal baru jadi ini tantangan juga. Nah kedua adalah Rittal pusat menginginkan kami mengembangkan bisnis IT-nya karena bisnsi IT ada di Indonesia. Kalau target saya pribadi sih ingin menyeimbangkan bisnis IT ini jadi kontirbutor sebanyak 50% untuk overall revenue di Indonesia. Target saya untuk tiga tahun ke depan terlepas dari year in year yang ditentukan dari Jerman, saya mau revenue saya balance.

Kalau mau dibandingkan kinerja Rittal Indonesia dengan Rittal yang ada di Asia bagaimana?

Kalau saya boleh bilang sih saat ini Rittal Indonesia sedang raising star karena untuk negara-negara lain mereka butuh waktu kurang lebih 3-4 tahun untuk mencapai level revenue yang ditentukan. Di Indonesia itu lebih cepat bahkan sekarang Indonesai sudah sejajar dengan Vietnam yang didirikan tahun 2007, sedangkan kita kan baru mulai tahun lalu bahkan mungkin lebih. Kita juga sejajar dengan Malaysia, Vietnam,dan Thailand.

Bagaimana gambaran talent war di bisnis ini?

Kalau menurut saya ini kan seperti piramida ya jadi semakin ke atas semakin sedikit, jadi semakin di atas semakin sedikit jumlah talentnya. Saya bisa bilang ini ada talent discrepancy karena jumlah perusahan banyak tapi jumlah talentnya sedikit. Kalau saya justru kekhawatiran saya di tahun 2015 posisi-posisi puncak di Indonesia ini diduduki oleh orang asing. Saya di Rittal hampir setiap minggu dapat aplikasi lamaran dari luar ya, jadi orang-orang ini ingin bekerja di Indonesia paling banaak itu dari India dan Filipina.

ErickRittal2

Kalau untuk level country manager sendiri bagaimana untuk di IT?

Kalau untuk di IT secara umum pergerakannya lebih cepat saya bisa bilang seperti itu.

Kalau di Rittal ada berapa banyak SDM?

Sampai saat ini ada 7 orang, jadi kalau untuk Rittal kami bekerja dengan partner. Partner kami yang meng-cover area-area di seuluruh Indonesia. Jadi begitu sistemnya kerja kami. Jadi kerja kami adalah memberikan support kepada end customer dan kepada partner untuk lebih mengerti solusi yang ada di Rittal. Yang kedua adalh edukasi dan learning, ini kita adakan setiap kuartal kita adakan satu kali jadi ada sertifikasinya. Berikutnya adalah untuk support after sales juga karena kebanyakan partner kan mikir hanya ingin menghasilkan uang saja. Untuk saat ini sudah ada 4 mitra kami untuk service yang bisa cover seluruh Indonesia.

Bagaimana Anda meningkatkan kompetensi?

Satu ya saya memang banyak belajar baik dari buku atau audio, saya juga banyak ikut training hardskill. At least saya ikut training itu satu kuartal sekali ya dan ini memang policy yang diterapkan utnuk seluruh karyawan.

Saya ingin karyawan di Rittal Indonesia harus ke luar negeri sampai level office boy, jadi ada yang ke Jerman ada yang ke China dan saya selalu cari opportunity itu. Selain itu, saya juga punya program setiap dua tahun karyawna ini rotasi ini untuk memberikan kesempatan orang back office merasakan tantanangan orang front office dan sebaliknya. Saya ingin karyawan di Rittal Indonesia maju dengan sendirinya dengan program-program yang saya rancang, misalnya saja sampai ke tingkat OB kalau ada yang tidak bisa bahasa Inggris kita fasilitasi mereka untuk kurusus.

Kultur perusahan yang Anda bangun sekarang ini di Rittal mencontoh dari mana?

Boleh dibilang ya saya belajar banyak di IBM. Jadi kalau di IBM itu perusahannya memberikan keluluasan kepada karyawan untuk maju tapi karyawannya yang harus inisiatif. Nah kalau di Rittal terbalik ya saya yang mem-push mereka. Jadi kalau saya ya percaya sejak dulu saya bekerja saya suka mengamati apa yang baik saya tiru karena saya percaya kalau orang sukses ada polanya. Pola ini yang saya amati dan terapkan ke pekerjaan saya.

Apa itu yang membuat Anda tertarik bekerja di multinasional?

Bisa jadi ya, saya sih sebenanrya tidak pernah berpikir seperti itu ya. Namun kebanyakan multinasional company bisa memberikan pemberdayaa dibandingkan perusahan lokal.

Target ke depan seperti apa?

Fokus saya sekarang ini memang di Rittal ya kalau saya selama bekerja memang punya target pribadi sendiri ya. Misalnya saya ingin membawa perusahaan ini sampai level A nah setelah saya dapatkan itu baru menerima pinangan dari yang lain karena hasrat saya selalau ingin belajar. Jadi, saya tidak mau diambil oleh kompetitor, saya maunya pindah ke industri lain. Kalau sekarang ingin dalam waktu tiga tahun saya ingin Rittal Indonesia ada di posis nomor satu di Asia kalau sekarang mungkin masih di peringkat empat.

Kalau saya punya banyak prinsip di dalam hidup, seperti sekarang juga saya banyak ditawari untuk pekerjaan-pekerjaan lain tapi saya punya prinsip tidak mau seperti kutu loncat karena menurut saya dengan begitu akan mempengaruhi reputasi dan integritas saya di pasar.

Kalau untuk ke depannya apa mimpi Anda?

Kalau untuk ke depannya saya malah mau mengubah intra tadi menjad entrepreneur. Saya ingin berkontribusi dalam hal lebih banyak memberikan pekerjaan lebih banyak ke orang lain. (***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved