Profile

Erwin Sukiato, Lebih Cocok Kerja di Tempat Dinamis

Erwin Sukiato, Lebih Cocok Kerja di Tempat Dinamis

PT SAS Institute Indonesia merupakan anak usaha dari SAS Inc, USA, salah satu perusahaan software terbesar di dunia. Dengan pertumbuhan pendapatan dan keuntungan yang konsisten sejak 1976, SAS mempunyai sumber daya mumpuni untuk bertahan dalam pengembangan produk software dan layanan kepada para kliennya.

Berdasarkan data dari situs resmi perusahaannya, SAS Indonesia sendiri sampai saat ini mempunyai sekira 56 klien. Antara lain adalah HSBC, Citibank, Standard Chartered Bank, DBS Bank, ANZ, Commonwealth Bank, UOB, Asuransi Cigna, Asuransi AXA, AC Nielsen, Institut Pertanian Bogor (IPB), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Islam Indonesia (UII), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Pelita Harapan (UPH) dan Universitas Bakrie.

Di dalam perusahaan SAS Indonesia, bekerja lebih dari 20 orang profesional, yang berkolaborasi dengan enam perusahaan sistem integrasi lokal dan internasional, untuk memberikan petunjuk kualitas, implementasi, dan servis untuk para kliennya.

Mereka, sejak Juni 2010 sampai sekarang, dipimpin oleh Erwin Sukiato, Country Manager SAS Indonesia. Bapak lima anak yang hobi berolahraga ini berkomitmen untuk meraih lebih banyak klien lagi, dari berbagai sektor industri, untuk perkembangan perusahaan ini di masa depan. Khususnya klien yang membutuhkan produk software statistik untuk mempermudah pengolahan datanya.

Mari kita simak rangkuman wawancara reporter SWA Online, Ria E. Pratiwi, dengan pria kelahiran Tanjung Pinang, 11 Oktober 1965 ini, beberapa waktu lalu.

Erwin Sukiato, CM SAS Indonesia

Bisa diceritakan bagaimana perjalanan karier Anda?

Saya dari lahir sampai SMP berdomisili di Riau, kemudian saya SMA di Singapura. Tamat SMA, saya kuliah di New Zealand selama 3 tahun, sekitar tahun 1986 sampai pertengahan 1989. Lalu, saya bekerja di sana selama tiga tahun di data center salah satu bank sebagai IT Services yang bertugas me-manage payroll data.

Akhirnya saya pulang ke Indonesia pada tahun 1992, dan saya bekerja di satu perusahaan software yang fokusnya untuk pertambangan. Jadi ketika di perusahaan tersebut, saya pernah di Kalimantan, karena maintaining software di Kaltim Prima Coal (KPC).

Setelah itu saya ke Oracle (1994-1996), kemudian saya sempat membangun perusahaan dengan teman yang bernama PT Integrasi Teknologi (1996-2003). Dengan perusahaan tersebut, kami sempat went public (tapi sekarang sudah privat lagi). Pada 2003, saya pindah ke IBM Indonesia sebagai Software Group-Country Manager. Lalu, pada 2008 ke IBM ASEAN, di Singapura, sebagai Channel Business Executive. Dan akhirnya pada Juni 2010 saya bergabung dengan SAS sampai sekarang.

Apa yang membuat Anda tertarik bekerja di dunia komputer atau teknologi informasi ini?

Mungkin karena kebetulan juga ya, karena waktu kuliah dulu saya mengambil Manajemen, dan dari sana saya tertarik dengan komputer. Begitu lulus, saya langsung diterima bekerja di salah satu perusahaan IT Services. Ketika pulang ke Indonesia juga bergabung dengan perusahaan software, dan selama ini mungkin sudah garis tangan ya bahwa saya akhirnya terus fokus dalam IT Services.

Kenapa dulu Anda memutuskan pindah dari IBM, padahal kan sudah menjadi Channel Business Executive IBM ASEAN?

Salah satu yang mendorong saya adalah karena melihat Indonesia berkembang. Saya lebih suka dan cocok di tempat yang dinamis dan pasarnya masih besar, jika ini dibandingkan dengan negara yang sudah mature. Kalau di negara yang dunia IT-nya sudah maju, pertumbuhannya juga sudah sangat statis di sana. Jadi itu yang membuat saya kembali ke Indonesia lagi.

Kira-kira apa perubahan signifikan yang terjadi di SAS setelah Anda menjadi nahkodanya?

Jika dilihat dari jumlah kliennya memang ada pertumbuhan signifikan. Tapi pertumbuhan tahun pertama ke kedua (2011-2012) sebesar 100%, kedua ke ketiga (2012-2013) sebesar 50%, jadi sekarang kita sudah lebih seleksi pertumbuhannya. Kita melihat klien sekarang sudah (memilih) partnership, karena mereka sudah melihat value-nya.

Sebenarnya produk yang dihasilkan SAS itu apa saja?

SAS itu sangat fokus, tidak ke sana-sini. ‘A’nya itu diartikan sebagai ‘analytic’. Jadi SAS itu adalah software yang digunakan utk menganalisa. SAS itu adalah SAS Institute ya. Pemiliknya adalah seorang dosen, jadi dia tahu bagaimana melakukan analisa. Jadi untuk menciptakan software seperti SAS perlu ilmu statistik, tidak bisa sembarangan saja bikin software. Sehingga kalau orang cari teknologi analisa, mereka pilihnya SAS. Tagline SAS adalah “The Power to Know”, jadi seseorang dapat mengetahui sesuatu dari data-data yang sudah diakumulasi dan dianalisis. Data-data yang sudah dianalisis itu menjadi penting dalam kehidupan kita sekarang, dan ini sesuai dengan tagline tersebut.

Bagaimana pandangan Anda mengenai pasar software statistik atau pengolahan data di Indonesia?

Pasar untuk software statistik masih besar sekali. Kalau kita bicarakan data, misalnya data pertambangan, yang mana rimba data itu kalau dipilah-pilah tidak banyak. Kalau statistik yang basic itu banyak, dan SAS itu bagaimana dia membuat promosi, dan di (perusahaan) pertambangan yang seperti itu tidak banyak. Analoginya handphone, kalau mau semua modelnya itu banyak sekali. Tapi untuk bisa disebut sebagai smartphone itu ada degree-nya.

Apa rencana Anda ke depan untuk SAS?

Sekarang kita ingin acquire more clients. Jadi ingin menyasar industri-industri yang kaya data untuk dianalisa. Secara tradisional adalah bank lah. Tapi, sekarang kita juga ingin masuk ke industri apa saja, misalnya telekomunikasi, manufaktur, dan ritel. Sekarang sebagian besar perusahaan, at some extend, sudah punya data collection. Nah, di sisi itu kita mau masuk dan mengembangkannya. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved