Profile

Fahmi Ridho, Arsitek IT Pegadaian

Fahmi Ridho, Arsitek IT Pegadaian

Meski tidak berlatar belakang pendidikan formal dalam bidang teknologi informasi, Fahmi Ridho memiliki pengalaman yang tak bisa dibilang remeh. Kini, pria yang meraih gelar Sarjana Teknik dari FT Mesin dan Master Akuntansi ini menduduki jabatan IT Solutions Architect di PT Pegadaian.

Di tengah-tengah kesibukannya, Fahmi yang ditemui pada acara IBM Technology Conference & Expo 2013 sebagai salah seorang pembicara ini, berkenan berbagi pengalaman kariernya kepada SWA.

Fahmi Ridho

Apa saja tugas yang dilakukan oleh seorang IT Solutions Architect?

Kalau bicara IT, selalu spesifik. Network, mesin, programmer. Spesifik job-nya, tapi ada juga yang dikombinasi. Tetapi hasilnya biasanya gak bagus. Karena mereka biasanya menyediakan sendiri-sendiri. Sedangkan arsitek, berbeda. Tugas saya, menanyakan mau dibawa kemana perusahaan ini, misalnya ingin bisa dijangkau oleh masyarakat di mana pun dan oleh siapa pun. Atau mengenai apa yang akan dilihat hasilnya. Kemudian apa yang ingin dicapai lima tahun mendatang, berapa pertumbuhan bisnis yang diharapkan, termasuk soal biaya, berapa yang bisa dikeluarkan. Kemudian disesuaikan.

Tepatnya, posisi saya sebagai CIO. Tetapi kalau CIO lebih banyak memonitor, sedangkan saya, terlibat juga dalam perancangan perusahaan ini mau dibawa kemana, bisnis apa yang dibangun, dan sebagainya. Kebetulan memang di Indonesia belum terlalu banyak dan saya dulu lebih banyak diambil oleh perusahaan luar. Mereka lebih tertarik dengan saya sebagai arsitek.

Di luar negeri sempat berkarier di mana saja?

Saya pernah di Malaysia dan Singapura. Durasinya tidak lama memang, hanya satu dua tahun. Karena mengerjakan proyek-proyek. Seperti arsitek yang biasanya bangun banyak rumah.

Sudah berapa lama terjun di bidang ini ?

Kurang lebih lima belas tahun. Dari tahun 1995-an, tetapi baru benar-benar terjun ke proyek sekitar tahun 1998.

Bagaimana cerita perjalanan karier Anda?

Ceritanya agak lucu. Begitu lulus, saya masuk Astra. Waktu itu, tahun 1995, Astra menciptakan chip pentium. Saya sempat ditawari jabatan dan kemudian saya ambil. Di situ mulai kenalan dengan IT. Tidak lama, saya di-hijack oleh BNI, disekolahkan di sekolah bisnis. Kemudian saya disuruh pegang korporasi. Kredit. Tahun 1998, krisis ekonomi mengantarkan pada keputusan, semua yang berbasis teknik, masuk IT. Secara tidak sengaja, saya mulai kenalan pada posisi pekerjaan yang banyak orang tidak suka. Kenapa? Pertama, Bahasa Inggris. Kedua, aplikasi yang dibeli dari luar negeri. Artinya, harus belajar sendiri. Saya pun belajar, programming. Saya masuk, saya beranikan diri.

Saya baru merasakan ini bidang saya. Saya baru sadar hobi saya di sana, dan itu saya terapkan ketika merekrut. Saya tidak pernah melihat asalnya dari mana, pendidikannya apa, spesifikasinya apa ketika merekrut. Yang saya lihat logic-nya.

Kan ada lompatan bidang dari yang tadinya mesin kemudian ke IT, adaptasinya seperti apa?

Logic yang paling utama. Makanya, akhirnya saya terapkan. Ini terjadi di Pegadaian. Tim saya, rata-rata bukan orang IT. Mereka penaksir. Tamatan SMA, Tamatan D1, mereka tidak pernah tahu yang namanya IT. Saya cek mereka logic-nya. Saya ajak bicara, saya baca logic-nya. Begitu saya lihat logic-nya bagus, saya pisahkan, saya beri project. Mereka saya lihat. Saya yakin mereka bisa, mereka belajar. Tetapi, yang dibelakang memang jago-jagonya. Saya kebetulan bertujuh, arsitek semua. Saya enterprisenya, ada yang akuntansinya, teknologi, reporting, front, back. Jadi mereka yang mengawasi. AKhirnya terbentuk lah mereka.

Kalau untuk pengalaman di Pegadaian sebagai sebuah BUMN bagaimana?

Tentu beda kondisinya dengan ketika bekerja di tempat sebelumnya (bank-red). Perusahaan PNS kemasukan orang luar, kan mungkin ada resistensi. Mereka menunggu. Melihat. Makanya, strategi yang saya terapkan, secepatnya kita harus berikan hasil. Semuanya paralel. Begitu berhasil, kita presentasi, mereka support, kita live, dilihat cabang kemudian cabang dan auditor cerita, semua aman, transaksi, pembukuan tidak ada masalah, semuanya yang fraud lebih bisa dideteksi lebih awal, karena selisih sedikit, akuntasinya sudah tahu. Dengan melihat itu, mereka tergugah, dengan menggunakan sistem baru mereka open. Dan sekarang, akseptasi mereka terhadap tim saya, kuat sekali. Jadi sekarang kita diminta stay saja. Proyek kita masih banyak, lihat ke depan.

Tentu banyak tantangan yang pernah dialami, bagaimana mengatasinya?

Saya pernah brewokan, stres, merasa dibuang segala macam. Kalau saya ikutin terus, saya tenggelam. Ketika saya ada masalah, saya mulai menemukan mungkin memang ini jalannya, saya berdoa ke Allah, kuatkan saya, saya tau Allah punya rencana di depan sana. Saya minta dikuatkan karena mau tidak mau harus dilewatin, gak bisa dihindari. (Rifatul Mahmudah)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved