Profile

Feri Santosa Serius Mendalami Dunia Imaging

Feri Santosa Serius Mendalami Dunia Imaging

Feri Santosa, Direktur PT Prisma Teknologi Informatika

Feri Santosa, Direktur PT Prisma Teknologi Informatika

Berlatar belakang pendidikan Teknik Sipil, tetapi justru terjun ke bidang imaging. Inilah yang dijalani Feri Santosa, Direktur PT Prisma Teknologi Informatika. Mengawali karier di perusahaan yang berkaitan dengan Information Technology (IT) menjadikannya tertempa dan berpikir untuk menggeluti bidang imaging yang memang telah menjadi minat dan hobi tersendiri baginya.

Bagi Feri, imaging sangat menarik karena belum banyak orang yang terjun ke bidang ini. Di sela-sela peluncuran sebuah produk, pria lulusan Sarjana Teknik Sipil dari Universitas Atmajaya Yogyakarta dan Master dari Prasetiya Mulya Bisnis School, Jakarta, ini menuturkan perjalanan kariernya.

Selanjutnya, pria kelahiran Klaten, 28 Februari 1972 ini berbagi pengalaman soal imaging yang masih awam bagi sebagian masyarakat itu. Bagaimana penuturannya dapat disimak pada laporan reporter SWA Online, Rif’atul Mahmudah berikut ini:

Bisa diceritakan latar belakang Anda terjun ke bidang TI?

Kalau saya sebenarnya bukan lulusan IT. Pendidikan saya S1 Teknik Sipil, dan S2 bidang Keuangan. Pertama kali bekerja, saya di Biznet, milik Sinarmas. Jadi tiap hari kami di-drill IT. Tahun 2004, kami berpikir untuk berdiri sendiri. Tahun 2006 Biznet kerja sama dengan ITB, meluncurkan produk digital mark reader, yang ujian menggunakan pensil 2B, yang dipakai oleh Kemendikbud untuk ujian nasional di seluruh Indonesia. Sejak itu konsentrasi kami di scanning dan capturing. Capturing itu bisa juga kita mengubah dari teks ke digital. Tahun 2006 kami ditunjuk ABBYY untuk jadi representatif di Indonesia.

Jadi belajar justru dengan terjun langsung ya?

Iya, kurang lebih demikian.

Mengapa Anda tertarik untuk terjun ke bidang ini?

Imaging ya? Imaging tidak banyak yang tahu teknologinya. Meskipun kami hire sarjana teknik informatika pun, harus belajar dari awal. Karena kami makin spesifik ke arah situ, banyak solusi dari seluruh Indonesia yang mengarahkan untuk kami membantu. Itu kontinu terus sampai sekarang. Sampai 2013 ini kami terus membantu berbagai organisasi dan pemerintah di bidang imaging. Karena memang tidak banyak yang terjun ke bidang ini.

Tidak banyak? Berapa banyak memang pemainnya di Indonesia?

Terbatas. Paling hanya 4-5. Kami selalu ketemu. Ketika kami bertemu, tidak seperti kompetisi karena sibuk urusan masing-masing. Demand-nya masih banyak, sementara yang menyuplai masih sedikit. Jadi order-order yang tertunda itu biasa.

Apa saja tantangan yang dialami dalam menggeluti bidang imaging ini?

Sebenarnya tantangannya ada di edukasi. Ada yang tahu imaging, banyak yang tidak. Kedua, ada beberapa pemain baru yang kemudian membuat kesalahan. Ini kadang membuat image bahwa dunia imaging itu susah.

Selama ini, jika boleh klaim, apa saja pencapaian yang telah Anda raih?

Dari 2006 sampai sekarang, kami selalu mendapat award untuk penjualan scanner terbaik. Kemudian yang lain, kami dapat award dari ABBYY sebagai country partner terbaik dari segi penjualan dari sekitar 33 negara di Asia, Afrika Selatan, Amerika Latin. Biasanya kami bersaing dengan Brazil, Korea, India, kemudian China. China lebih gampang memasarkannya karena mereka banyak perusahaan manufaktur scanner di sana. Jumlahnya ribuan.

Menurut Anda, apa yang menjadi faktor kesuksesan Anda?

Pertama, memahami kebutuhan customer. Relasi dengan customer itu penting. Memahami artinya kami mendengar mereka, melihat cara mereka bekerja, sekaligus melakukan edukasi mengapa ini berubah. Ketika melakukan digitalisasi, yang berubah itu sebenarnya kulturnya. Dari yang tadinya menyimpan di map, tiba-tiba, setelah digitalnya jadi, mereka cari bukan di digital link, tetapi di map-nya. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved