Profile

Hans Nugroho, Jatuh Cinta dengan Dunia Penerbangan

Hans Nugroho, Jatuh Cinta dengan Dunia Penerbangan

Hans Nugroho, Commercial Project Director PT Citilink Indonesia, pernah mencicipi dunia marketing di tiga industri. Berawal dari dunia otomotif, lalu masuk ke dunia multimedia hingga akhirnya membuat pria yang merupakan seorang akuntan ini jatuh cinta dengan dunia airlines. Perubahan yang cepat dalam dunia penerbangan, membuat pria yang pernah menyelesaikan studinya di Australia ini, tertarik untuk menggeluti duni penerbangan. Berikut penjelasa lengkap Hans kepada reporter SWAonline, Destiwati SItanggang.

Hans Nugroho - Commercial Project Director Citilink

Bagaimana perjalanan karier Anda?

Sebenarnya latar belakang saya bukan airlines, melainkan bidang otomotif dan multimedia. Saya sempat mendirikan Indovison bersama Peter Gontha. Untuk otomotif saya sempat di Hyundai Bimantara dan Indomobil. Lalu sekitar 1,5 tahun yang lalu, saya diminta Peter Gontha untuk membantu di marketing Citilink.

Untuk marketing, apapun industrinya, dunia marketing akan tetap sama. Saya juga menyukai marketing. Dan untuk airlines, sesuatu yang menarik sekali. Sangat kompetitif, sangat membutuhkan inovasi-inovasi baru yang sangat cepat.

Kalau dilihat dari segi harga, sudah tidak berguna lagi diskon-diskonan harga, persaingan harga dalam industri ini sangat bersaing. Sekarang intinya adalah bagaimana kami memberikan kelebihan. Contoh, kalau kita memberikan harga tiket Rp1 juta, itu bukan hanya untuk tiketnya saja, tetapi juga untuk bisa untuk diskon hotel 50%, atau bisa juga dibeli dengan cicilan, atau mendapatkan voucher di Carrefour.

Nah, kelebihan-kelebihan inilah yang terus akan kami tambahkan. Jadi Rp1 juta yang dikeluarkan betul-betul bermanfaat, bukan hanya untuk tiket saja. Inilah yang terjadi di dunia marketing, khususnya marketing airlines yang sangat kompetitif. Terutama untuk Citilink, penerbangan yang bukan full services, tetapi Lowest Cost Carrier (LCC).

Jadi harga kami memang sudah harga rendah, margin sudah sangat rendah, jadi tidak mungkin lagi dipotong-potong. Jadi yang bisa kami berikan adalah bekerja sama dengan mitra-mitra untuk memberikan benefit yang sebanyak-banyaknya untuk penumpang.

Perbedaan apa yang Anda hadapi saat ada di dunia otomotif ataupun airlines?

Perbedaan pasti ada tetapi lebih banyak persamaannya. Artinya kita tetap berhadapan dengan segmen-segmen dari korporasi maupun ritel. Perbedaanya, dengan otomotif lebih ke modal awalnya besar jika dibandingkan dengan airlines yang jauh lebih kecil.

Tantangan yang dihadapi saat berpindah bidang?

Saya di otomotif sudah lama, terkahir saya itu di Berita Satu. Ketika saya memutuskan pindah, kalau dari otomotif ke airlines, tetapi perpindahannya tidak langsung karena saya ke multimedia terlebih dahulu. Yang saya rasakan dari otomotif dan airlines, adalah sama-sama menjual suatu produk yang sangat-sangat tidak mudah untuk dijual.

Untuk Citilink dengan LCC nya dan otomotif yang kebetulan kondisinya saat itu sedang sulit-sulitnya menjual mobil. Jadi tantangannya adalah kembali ke bagaimana cara kita mengidentifikasi keinginan pasar. Keinginan pasar akan berubah dalam waktu seminggu atau dua minggu, sehingga kita dituntut untuk inovatif. Yang lebih menarik lagi adalah sekarang zamannya sudah digital.

Berbeda dengan zaman saya ketika masih di otomotif yang belum digital. Dengan zaman digital ini, setiap orang dapat dikejar hanya dengan menggunakan elektronik hingga akhirnya memutuskan untuk membeli. Padahal dulu itu hal yang dilakukan oleh salesman untuk menjual.

Sempat mencicipi 3 industri, dimana sesungguhnya minat Anda?

Kalau di sisi pekerjaanya, saya lebih ke marketing, karena sesungguhnya saya seorang akuntan. Kalau dari industry, saya sesungguhnya tidka terlalu memilih industri yang mana. Kebetulan saya sedang jatuh cinta dengan airlines sekarang, tetapi tidak bisa saya lupakan bahwa saya belajar dari industry otomotif.

Lalu, apa yang membuat Anda jatuh cinta dengan dunia airlines?

Memberikan pelayanan yang langsung dirasakan oleh konsumen. Dari segi kritik pun langsung disampaikan ke kita oleh konsumen, hal ini menuntut kita untuk bergerak lebih cepat. Hal ini bisa disebabkan karena dunia airlines ini memiliki nilai keselamatan yang sangat tinggi, sehingga bukan hanya dari teknis dan keamanan saja yang dituntut tetapi juga dirasakan oleh jajaran yang lainnya seperti marketing. Di sini kita sudah berpikiran sampai ke situ, berpikiran tentang keselamatan dalam mendesain apapun juga.

Usia Citilink masih muda, apa yang Anda lakukan untuk membawa Citilink ke posisi sekarang ini?

Nomor satu mungkin yang kami lakukan adalah mengidentifikasi kebutuhan daripada pasar yang sudah jenuh. Dalam artian mereka ingin mendapatkan pelayanan di full service tetapi di LCC. Sedangkan yang lalu-lalu mereka mendapatkan pesawat yang selalu mengalami keterlambatan dan kondisi yang padat. Kamiperdalam di situ, dengan memberikan suatu kelegaan, pesawat kami selalu ontime, smooth landing, dan banyak kemudahan.

Jadi Citilink mempunyai tiga prinsip, yaitu simple, ontime, dan convenience. Dari simple, mereka bisa booking, pembayaran, dan check dari lokasi tempat kita berada. Booking di gadget, pembayaran bisa di Alfamart, dan check ini langsung di mesin yang tidak perlu antri lagi. Itu celah-celah yang bisa kita berikan untuk masyarakat.

Target Anda untuk Citilink?

Tahun lalu kami dapatkan 5,4 juta penumpang, moga-moga di tahun ini bisa dapatkan sampai 8,2 juta penumpang. Untuk market share dimana Citilink berada, sekarang posisinya 16%, dan target kami sekitar 25%.(EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved