Profile Profile Company zkumparan

Jalan Panjang Tokopedia Menjadi Unicorn Indonesia

CEO PT Tokopedia, William Tanuwijaya.

Setelah mendapatkan suntikan dana US$1,1 miliar (sekitar Rp14,7 triliun) dari Grup Alibaba, nama Tokopedia kian melambung. Sejak itu, Tokopedia dikukuhkan sebagai unicorn pasca 8 tahun berdiri dengan total valuasi diperkirakan US$1,35 miliar.

Kini, Tokopedia telah memberikan akses kepada puluhan juta produk dari 2,7 juta merchant yang tersebar di seluruh Indonesia. Kesuksesannya ini tak lepas dari jerih payah William Tanuwijaya dan Leontinus Alpha Edison sebagai pendiri Tokopedia. Sebelum raksasa e-commerce asal China, Alibaba, menggelontorkan dananya, Tokopedia dipandang sebelah mata oleh para investor. Mereka berdua tak pernah menyerah untuk tetap membangun nama besar, hingga menjadi salah satu e-commerce kebanggaan Indonesia.

Perjuangan William dimulai saat dirinya kuliah di Teknik Informatika di Universitas Bina Nusantara, Jakarta. Kondisi memaksanya untuk tetap survive saat dihadapkan pada kenyataan bahwa ayahnya mulai jatuh sakit. Bekerja sebagai operator warnet shift malam menjadi berkah terselubung baginya. “Saya memiliki akses ke internet setiap hari saat harga akses internet masih cukup mahal. Di situ saya benar-benar jatuh cinta dengan internet,” kenangnya.

Keinginannya bekerja di perusahaan internet seperti Google dan Facebook selepas lulus kuliah di tahun 2003 adalah impiannya. Namun, saat itu dua perusahaan tersebut belum memiliki perwakilan di Indonesia. Akhirnya dia bekerja kantoran, dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain, tidak berhubungan sepenuhnya dengan dunia internet.

Tahun 2007, William melihat peluang untuk membangun sebuah marketplace di Indonesia untuk menghubungkan jual-beli melalui akses internet. “Minimnya kepercayaan dan platform yang efisien untuk memulai dan mengembangkan bisnis secara online, menjadi sebuah peluang yang besar untuk memulai bisnis marketplace pertama di Indonesia,” ungkapnya.

Bersama Leontinus, William sadar untuk memulai bisnis internet membutuhkan modal yang tidak kecil. Saat itu kondisi ayahnya telah didiagnosa kanker dan dirinya adalah satu-satunya pekerja di keluarga. Ia terinspirasi oleh entrepreneur muda Silicon Valley seperti Google dan Facebook, sehingga percaya bawa bisnis yang dia inginkan dapat diwujudkan.

“Saya kemudian belajar konsep memulai bisnis dengan mencari pemodalan dari angel investors hingga pemodal ventura. Saya tidak kenal pemodal ventura manapun, lantas saya datang ke orang kaya satu-satunya yang saya kenal, atasan tempat saya bekerja saat itu,” ceritanya.

Atasannya berbaik hati dengan memperkenalkan pada rekan-rekannya yang dapat menjadi calon investor. Selama tahun 2007-09, dirinya mencoba pitching tentang ide Tokopedia, namun kondisi saat itu belum seperti sekarang di mana perusahaan teknologi dianggap sebagai bisnis yang menjanjikan. “Tidak ada yang berani memberikan modal, dengan berbagai alasan penolakan, seperti belum ada satu orang Indonesia yang sukses karena bisnis internet,” ujarnya.

Saat itu, para investor tidak dapat melihat bagaimana potensi pengembalian modal jika menyetorkan nvestasi ke Tokopedia. Belum lagi tentag latar belakang William yang berasal dari keluarga biasa, kuliah di dalam negeri, dan tidak memiliki pengalaman bisnis apapun sebelumnya. “Saya berasal dari keluarga biasa, lulusan warnet, dan tanpa pengalaman bisnis, wajar membuat kami gagal meyakinkan calon pemodal,” tegasnya.

Satu hal yang mengubah hidup William dan Leontinus adalah ketika bertemu dengan seorang calon investor, yang memberikan nasihat. “Kalian masih muda, jangan sia-siakan masa muda kalian. Muda itu cuma sekali, carilah mimpi yang lebih realistis. Jangan mimpi yang muluk-muluk. Role model kalian, mimpi Silicon Valley, Sergey Brin, Larry Page, Mark Zuckerberg, mereka adalah orang-orang yang spesial. Kalian tidak!,” kenang William tentang nasihat sang calon investor.

Di momen itulah, William sadar bahwa membangun bisnis itu tidak mudah. Membangun bisnis itu adalah tentang membangun kepercayaan dan kepercayaan itu adalah tentang kredibilitas, dan rekam jejak masa lalu. Dalam perjalanan membangun Tokopedia, William dan Leontinus belajar tentang filosofi dan semangat bambu runcing. Bambu runcing baginya melambangkan 3 hal, yaitu keberanian, kegigihan, dan harapan.

“Di titik inilah kami belajar tentang keberanian. Keberanian untuk percaya kepada diri kami sendiri ketika tidak ada yang percaya kepada mimpi kami. Keberanian untuk percaya masa lalu sudah tidak bisa diubah, namun masa depan ada di tangan kita sendiri. Di titik inilah kami menemukan tujuan hidup kami, bahwa kami tidak boleh menyerah,” katanya.

Keduanya membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk memulai Tokopedia. Keinginannya adalah menjadikan Tokopedia untuk dapat membantu siapa saja orang Indonesia, yang ingin memulai dan membangun bisnis. Tokopedia tentang sebuah platform untuk memulai, sebuah platform yang memberikan peluang dan kesempatan kepada setiap orang Indonesia.

Kegigihannya membuahkan hasil. Pada 6 Februari 2009, atasan tempat William bekerja memutuskan memberikan investasi pertama untuk mewujudkan Tokopedia. Dana dari investor melalui PT Indonusa Dwitama sebesar Rp2,4 miliar. Nilai investasi tersebut jika dikonversikan ke saham. Komposisinya 80% milik PT Indonusa Dwitama, 10% William, dan 10% Leontinus. Dan, pada 17 Agustus 2009 Tokopedia.com resmi diluncurkan ke publik di bawah naungan PT Tokopedia dengan William sebagai CEO-nya.

Sejalan dengan itu, keduanya kembali ke kampus untuk meyakinkan talenta-talenta Indonesia untu bergabung dengan Tokopedia. Ia menyadari bahwa aset terbesarnya sebagai perusahaan teknologi adalah sumber daya manusia. “Dua hari kami kembali ke kampus, berusaha meyakinkan para mahasiswa untuk bergabung. Sementara di depan kami, booth sebuah bank terbesar di Indonesia dipadati ribuan kandidat,” cerita William. Ia belajar bahwa ini tidak mudah, Indonesia bukanlah Silicon Valley.

Mereka meminta universitas untuk memberikan kesempatan sebagai pembicara di kelas-kelas untuk berbagi pengalamannya membangun perusahaan internet di Indonesia. “Hal ini sebenarnya sulit untuk saya, karena latar belakang saya yang introvert, namun kami belajar tentang kegigihan, untuk keluar dari zona nyaman. Kami belajar dari Henry Ford yang pernah mengatakan kalau kamu pikir kamu bisa, atau kamu pikir kamu tidak bisa, dua-duanya kamu benar,” tuturnya.

Hal ini kemudian berbuah positif. Secara perlahan, William dan Leontinus mulai mampu meyakinkan talenta-talenta untuk bergabung dengan Tokopedia. “Saat ini Tokopedia telah mempekerjakan lebih dari 1.800 orang, termasuk para lulusan terbaik universitas-universitas dunia. Tahun 2016 lalu, hanya dua orang Indonesia yang berhasil mengambil MBA di Harvard, dan keduanya memilih Tokopedia sebagai tujuan summer internship mereka. Tahun ini, mereka kembali dan memilih berkontribusi untuk bangsanya dengan berkarya di Tokopedia,” ungkap William bangga.

Tahun 2010, momentum mulai datang ke Indonesia. Yahoo mengakuisisi Koprol. Sejak itu, Indonesia mulai kedatangan berbagai pemodal ventura besar dunia. “Saya sempat bertemu dengan mereka, namun karena keterbatasan bahasa Inggris saya yang pas-pasan. Saya bisa membaca dan mendengar, tapi sulit berbicarai sehingga saya gagal berkomunikasi dengan baik dalam menyampaikan visi-misi Tokopedia. Namun bermodal tebal muka dan kegigihan, saya tahu kami tidak boleh menyerah. Kami sadar persaingan global akan datang, dan kami harus juga bisa belajar dari kacamata global. Kami butuh investor yang punya pengalaman di sisi teknologi dan internet,” ungkapnya.

Keberuntungan mengantarkan Tokopedia kepada investor-investor tekonologi asal Jepang. Bahasa Inggris mereka juga pas-pasan, membuat toleransi mereka lebih tinggi. Inilah alasan mengapa beberapa investor awal Tokopedia berasal dari Jepang & Korea: East Ventures (2010), CyberAgent (2011), Beenos (2012), SoftBank Korea (2013).

Dari para investor asing itu, Tokopedia belajar untuk berkomunikasi dengan rutin menggunakan bahasa Inggris. Dan Oktober 2014 menjadi momentum penting, karena Tokopedia menjadi perusahaan internet pertama asal Asia Tenggara yang meraih kepercayaan investasi sebesar US$100 juta dari SoftBank & Sequoia Capital.

Investasi tersebut juga menjadi momentum penting, karena Indonesia tidak lagi hanya dipandang sebagai negara pasar. Namun, mampu melahirkan perusahaan teknologi kelas dunia yang dapat bersaing secara global. “Internet jelas mengubah hidup saya, hidup kami di Tokopedia, dan hidup orang-orang yang menggunakan Tokopedia,” katanya.

Bersamaan dengan ulang tahunnya, 17 Agustus 2017 lalu, Tokopedia juga mengumumkan telah meraih komitmen investasi senilai US$1,1 miliar dari Grup Alibaba. Investasi ini akan menjadikan Grup Alibaba sebagai pemegang saham minoritas di Tokopedia dan tidak memengaruhi kebijakan Tokopedia sebagai perusahaa independen.

Kini, ada lebih 150 juta kunjungan setiap bulan ke Tokopedia. Berdasarkan data terakhir pada 2017, lebih dari 80% transaksi dilakukan melalui mobile app. Berdasarkan laporan AppAnnie pada 2017, Tokopedia adalah shopping app paling top di Indonesia. Tokopedia juga menjadi situs e-commrce Indonesia nomor wahid.

Investasi dari Grup Alibaba dimanfaatkan Tokopedia agar dapat lebih jauh lagi mencapai misinya untuk pemerataan ekonomi secara digital di seluruh Indonesia. Salah satunya adalah dengan membangun pusat inovasi terbaik di Indonesia untuk mengembangkan talenta dan sumber daya manusia, mengakselerasi inovasi-inovasi baru di Indonesia, serta mewujudkan misi Tokopedia.

Misi Tokopedia sejalan dengan misi Presiden Jokowi dalam mewujudkan Indonesia sebagai kekuatan ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada tahun 2020, dengan target potensi pasar sebesar US$130 miliar. Hal ini sejalan dengan berbagai program pemerintah, seperti program Ekonomi Inklusif yang digagas oleh Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian dan Program 8 Juta UMKM Go Online yang digalakkan oleh Kominfo RI.

Bagi William, membangun Tokopedia layaknya membangun sebuah kota. Ada konsep kolaborasi di dalamnya. Tokopedia membutuhkan mitra-mitra strategis yang juga memiliki semangat sama dalam mewujudkan pemerataan ekonomi secara digital.

Reportase: Herning Banirestu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved