Profile

Michael Jovan Bangun E-Commerce Buat Petani

Michael Jovan, Pendiri TaniHub, E-Commerce untuk petani

Michael Jovan, Pendiri TaniHub, E-Commerce untuk petani

Pada bulan Agustus tahun 2015, di Garut, sebagian besar petani tomat membuang tomat mereka karena harganya merosot tajam. Para petani hanya bisa menjual tomat seharga Rp500 per kilogram, tetapi di pasar harga tomat bisa mencapai Rp 4.500 per kilogram. Ada dua masalah, pertama, tidak ada manajemen usaha tani sehingga petani menanam dan panen tomat di waktu bersamaan akibatnya harga anjlok.

Kedua, persoalan rantai distribusi produk pertanian yang panjang, melewati banyak “tangan” yang memungut profit (baca: tengkulak), akibatnya cost distribusi yang tinggi tersebut dibebankan pada harga jual. Selain itu juga sayuran dan buah yang banyak dijual di pasar tradisional dipanen sebelum matang, karena pedagang perantara merencanakan buah dan sayur itu akan matang dalam perjalanan menuju pasar dan selama di stok di gudang, akibatnya nutrisinya sebagian rusak dan tidak lengkap.

Atas dasar itulah Michael Jovan, mahasiswa Business Information System BINUS International bersama teman-temannya mendirikan TaniHub. TaniHub adalah startup e-commerce yang membantu petani menjual secara langsung produknya kepada konsumen, sehingga melepaskan mereka dari tengkulak. Bagaimana pria kelahiran Bandung 1 November 1993 itu membangun TaniHub?. Apa saja rencananya untuk mengembangkan TaniHub ini ? berikut wawancara SWAOnline dengan Michael Jovan di kampus Binus International (03/05).

Bagaimana bisnis model TaniHub ?

Bisnis model kami buat sederhana saja, jadi petani yang punya produk bergabung dengan kami, lalu nanti produknya kami yang distribusikan ke konsumen yang memesan lewat aplikasi. Nah untuk konsumen mereka tinggal mengunduh aplikasinya lalu memesan lewat sana. Produknya beragam dari beras, sayuran, buah hingga produk peternakan seperti telur.

Seperti apa profil petani yang menjual produknya lewat TaniHub ini ?

Saat ini kami menerima semua petani mulai dari petani padi, hortikultura sampai peternak seperti ayam dan telur. Kami tidak ada batasan skala usahanya harus minimal berapa. Semuanya boleh bergabung dengan kami, syarat utamanya mereka mampu memenuhi standar kualitas dan kontinuitas. Syarat kualitas itu tidak susah juga, jadi panen di umur yang tepat dan menjaga penampilan produk agar tetap bersih dan menarik. Kedua, menjaga ketersediaannya agar terus ada stoknya. Untuk teknisnya dalam tim manajemen kami ada ahli dari IPB, yang menangani soal standar kualitas mulai dari hulu hingga pasca panen.

Jadi berapa besar margin yang didapat petani saat menjual produk lewat TaniHub dibandingkan dengan menjual lewat jalur tengkulak ?

Kami membeli 10 % di atas harga jual mereka ke middle man (tengkulak), tetapi sebenarnya poin pentingnya adalah mereka akhirnya bisa merasakan menjual langsung produknya ke konsumen. Mereka bisa punya pengalaman berhubungan langsung dengan konsumennya di kota. Karena selama ini mereka sebenarnya tidak begitu paham siapa konsumennya, apa yang diinginkan konsumennya. Dengan model bisnis ini kami memberikan mereka pengalaman baru dan membuat mereka semangat untuk menjaga kualitas dan kontinuitasnya.

Saat ini sudah berapa petani yang bergabung ?

Sekarang sudah ada 24 petani yang bergabung, mereka ada yang menghasilkan beras, sayuran, buah dan telur. Ke depan kami mau lebih fokus lagi untuk menggandeng petani beras, karena beras ini kan kebutuhan pokok yang rata-rata dibeli rutin misalnya seminggu sekali atau sebulan sekali. Dengan begitu kami akan punya pelanggan tetap, nah nanti produk lainnya seperti buah dan sayur untuk pembeli harian, mereka ini kan bisa jadi bukan pelanggan, mungkin hanya berbelanja sesekali.

Berapa banyak konsumen yang sudah mengunduh aplikasi ini ?

Sekarang sudah diunduh sekitar 2.000 unduhan. Ini ada ceritanya, jadi sampai dengan bulan April lalu, pengunduh kami itu baru sekitar 1.040, tetapi setelah kami ikut sebuah pameran dan booth kami dikunjungi Presiden Joko Widodo, kemudian beliau mendukung usaha ini, langsung unduhannya naik dua kali lipat. Kami bersyukur karena pemerintah memberi dukungan.

Nah, sebagian dari konsumen ini juga sudah ada yang menjadi pelanggan tetap, terutama beras organik, seperti yang saya bilang tadi. Jadi nanti kami akan garap produk beras sebagai produk utama, sedangkan sayur dan buah sebagi produk pendukung. Karena umumnya pembeli produk beras itu akan menjadi pelanggan tetap. Saya berprinsip lebih baik punya sedikit, tetapi menjadi pelanggan tetap.

Berapa besar transaksinya per hari selama 3 bulan berjalan ?

Sekarang masih kecil, baru belasan transaksi per hari. Nantinya kalalu kami sudah fokus ke beras dan bawang, kami yakin transaksinya akan naik. Mungkin bukan jumlah transaksi tetapi volumenya. Jadi nantinya mereka yang sudah jadi pelanggan bisa belanja dengan pembayaran e-payment.

Bukankah sudah cukup banyak e-commerce yang menjual produk pangan segar? Di mana posisi TaniHub ?

Yang kami tekankan adalah jika membeli di Tanuhub artinya Anda membeli langsung dari petani, kalau yang lain kemungkinan mereka sudah tangan kedua atau ketiga. Artinya produknya datang dari tengkulak bukan langsung dari petani.

Bagaimana prospeknya ke depan, mengingat sekarang masyarakat masih mau berbelanja ke pasar tradisional dan supermarket ?

Kami sudah merancang nantinya Tanihub ini akan dibuat menjadi dua yakni Tanihub untuk ritel yang menyasar pasar end user, lalu ada Tanihub komoditi. Nah, yang Tanihub ritel itu nantinya hanya fokus di kota-kota besar, karena kalau ke kota lapis kedua tidak akan ‘laku’, jadi dari petani langsung ke konsumen. Kedua, yang Tanihub komoditi itu nantinya dari petani ke pedagang di pasar tradisional, karena kan masyarakat masih ada yang ingin tetap ingin ke pasar sebagai bagian dari kehidupan sosialnya. Menurut saya dua-duanya prospektif dan powerful.

Apa target dan rencana pengembangan usaha ke depan ?

Rencananya nanti kami tidak hanya sebagai tempat petani menjual produk ke konsumen, tetapi nantinya dua arah, jadi si konsumen juga bisa menawarkan barang dan jasa yang dibutuhkan petani, jadi dua arah. Selain itu juga nanti tidak hanya B to C tetapi juga B to B, jadi produk petani akan kami pasarkan ke eksportir, hotel dan restoran.

Petani dan pertanian adalah bisnis yang tinggi risiko seperti hama dan bencana alam, bagaimana TaniHub akan menghadapinya ?

Dari awal kami sudah memasukkan hal itu juga dalam agenda kami. Oleh karena itu kami membuat payungnya dengan koperasi, namanya KOSPAN, Koperasi Pangan Nusantara. Ini adalah untuk menjawab situasi dan kondisi seperti gagal panen akibat hama dan bencana alam itu. Anggotanya selain petani, ada konsumennya juga, seperti yang tadi saya bilang konsumen juga nanti bisa menwarkan barang dan jasa untuk petani. Jadi nantinya hubungan antara kami, petani dan konsumen adalah mitra usaha.

TaniHub kan artinya memutus hubungan bisnis antara petani dan tengkulak, bagaimana menghadapi tengkulak yang kehilangan bisnisnya ?

Iya kami tahu, bahwa saat kita menyelesaikan satu masalah di satu sisi, di sisi lain ada masalah lain yang timbul. Oleh karena itu saya bersama seorang rekan yang paham soal lembaga keuangan mikro, mau mengajak dan mengakomodasi para tengkulak itu nantinya berkumpul dalam satu wadah keuangan mikro di tingkat desa. Jadi mereka tidak akan putus hubungan dengan petani, fokus mereka nantinya hanya untuk soal permodalan untuk petani, sedangkan soal distribusi kami yang ambil alih. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved