Profile

Muhammad Awaluddin, Jagoan Marketing Asal Betawi Jebolan Harvard

Muhammad Awaluddin, Jagoan Marketing Asal Betawi Jebolan Harvard

Sejak mulai berkarier sebagai staf biasa hingga kini menjabat posisi CMO (Chief Marketing Officer) Enterprise Business Service di PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), Muhammad Awaluddin telah mengukir sederet prestasi.

IMG_0176Dia membawa Telkom meraih beberapa penghargaan seperti “Indonesia Platinum Category CSR” dari Kementerian Sosial (2009), Staya Lencana Pembangunan” yang diberikan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (2008) dan sederet rekor Museum rekor Indonesia (MURI). Baru-baru ini dia dinobatkan sebagai “The Best CMO BUMN 2013” untuk kategori strategik.

Di luar kariernya bersama Telkom, pria asal Betawi kelahiran 15 Januari 1968 ini menjabat President Indonesia Marketing Association.

Awaluddin merupakan lulusan Universitas Sriwijaya, Palembang tahun 1991. Selepas kuliah langsung mengikuti program pencarian karyawan Telkom dan diterima sebagai staf perencanaan di kantor pelayanan Telkom Surabaya.

“Selama 11 tahun saya ditempatkan di Surabaya, setelah itu keliling-keliling ke Sumatera, lalu ke Bogor kemudian Jakarta. Tahun 2007-2009 saya diangkat menjadi Kepala Divisi Regional I Sumatera di Medan. Tahun 2009-2010 sebagai Kepala Divisi Akses Infrastruktur,” jelasnya.

Seiring dengan kemajuan kariernya, ayah tiga anak ini terus mengembangkan diri dengan melanjutkan studi. Mulai dari mengambil program Business Administration di European University, Belgia, hingga Executive Education Program di Harvard Business School, Amerika Serikat.

Pada tahun 2010, Telkom memberi kepercayaan kepadanya untuk mengelola anak usaha perseroan, yakni PT Infomedia Nusantara. Saat itu posisi yang diberikan adalah Presiden Direktur. “Sampai Mei 2012 posisi saya terakhir di Infomedia adalah sebagai Chief of Commissioner, kemudian saya ditarik lagi ke Telkom sebagai CMO EnterpriseBusiness Service.”

Jabatannya sebagai CMO sangat krusial. Karena fungsi marketing merupakan penentu arah perusahaan, menentukan positioning differentiation branding. Sekali arahnya keliru, maka bahaya bagi kelangsungan perusahaan. Sebagai seorang CMO Telkom, Awaluddin diwajibkan berjalan seiringan dengan CEO-nya yakni Arief Yahya, dalam menentukan arah perusahaan, seperti menentukan segmen mana yang diambil, strategi apa yang diambil, diferensiasinya apa.

“Telkom merupakan the biggest player di indonesia. Kami di industri telco ada 9 pemain, tapi kompetisinya sangat ketat. Orang-orang marketing di industri telko merupakan orang-orang yang tidak bisa tidur tenang, karena harus berpikir bagaimana memenangkan kompetisi,” ucapnya.

Saat ini Telkom mempunyai lebih dari 155 juta pelanggan. Kontribusi terbesarnya dari anak usaha yakni Telkomsel sebanyak 125 juta pelanggan. “Kami saat ini sudah mulai bergeser ke portofolio broadband, karena portfolio ini merupakan bisnis masa depan. Di era pak Arief Yahya, Telkomsel sebagai penggerak utama Telkom, akan digiring untuk melakukan ekspansi internasional. Ini sudah dilakukan , kemarin kami sudah masuk di Malaysia, bendera Merah-Putih baru saja dikibarkan di Dataran Merdeka di Kuala Lumpur, kalau di Jakarta seperti Monas.”

Di Telkom, Awaluddin membawahi direktorat enterprise dan bisnis, menangani segmen korporasi dan SME. “Khusus enterprise dan SME pelanggan saya tidak banyak, hanya 1.200. Enterprise mencapai 76%, sisanya pelanggan SME. Omset segmen ini sebesar Rp 9,2 triliun.”

Tugasnya sebagai CMO adalah memastikan pelanggan Telkom mendapat nilai tambah, bagaimana agar Telkom memberikan solusi bagi pelanggan. “Kini kami tidak membawa produk untuk ditawarkan, tapi kami harus melakukan pendekatan yang customize, makanya brand yang kami bawa adalah brand Telkom Solution.”

Menurutnya, di era Arief Yahya, pendekatan marketing Telkom lebih tajam karena satu konsep yang saat ini menjadi referensi dalam menjalankan program-program marketingnya baik di level strategik maupun di level taktikal yaitu berbasis “paradox marketing”.

“Paradox marketing konsep yang sederhana bagaimana melakukan sebuah polaritas dari kutub-kutub taktikal marketing yang selama ini kita kenal dengan konsep 4P (place, product, price, promotion). Konsep ini tidak biasa tetapi mampu memberikan hasil luar biasa. Konsep marketing ini ditemukan oleh Arief Yahya dan telah diterbitkan dalam sebuah buku yang berjudul Paradox Marketing: Unusual Way To Win.”

Penerapan Paradox Marketing tertuang dalam upaya Telkom menghadirkan produk dengan konsep more for less, mendapatkan benefit berlimpah dengan srategi berbujet murah.

Banyak yang mengatakan harga murah berhubungan dengan margin laba yang kecil. Makanya tantangan telkom adalah menjual dengan harga yang murah, tapi bisa mendatangkan keuntungan yang lebih besar. Dengan harga yang murah dan terjangkau, akan semakin banyak anggota masyarakat yang dapat mengakses informasi melalui internet. Hal ini penting, mengingat broadband merupakan salah satu prasyarat pertumbuhan ekonomi. Inilah yang dimaksud Telkom harus memberi manfaat bagi masyarakat dan negara.

“Misalnya kita bicara produk, produk itu kami bisa buat yang basisnya consumer atau enterprise. Bagaimana resultnya di drive oleh beberapa pendekatan dari produk, place dan pricingnya berbasis paradox marketing,” jelasnya.

Contoh salah satu konsep tersebut adalah electronic ticketing di PT Kereta Api Indonesia (KAI). ”Untuk electronic ticketing itu kami yang suport. Untuk produk kami tidak lagi menjual layanan kereta seperti layanan ritel, kami memberikan bundling services bagi pelanggan kereta, walaupun mereka menggunakan tarif ritel, tapi servisnya enterprise, jadi di bundle jadi satu. Kalau dulu kami jualan parsial, sekarang sudah di bundle, jadi KAI tidak perlu lagi spent capex, kegiatan maintenance rutin juga dari kami. KAI cara membayarnya cukup dengan membagi, dari 2,4% gross revenue-nya itu dibagi ke kami.”

Menurut Muhammad Awaluddin, dengan paradokx marketing ini, Telkom jadi berani memposisikan diri sebagai Telkom player bukan cuma terbesar, tapi juga punya daya saing hingga punya sesuatu yang unik.

Telkom telah berhasil menunjukkan bahwa menjual dengan harga yang murah justru dapat mendatangkan keuntungan yang besar. “Saat ini total omset Telkom diluar Telkomsel mencapai Rp 36 triliun. Jika digabung dengan Telkomsel kami harapkan hingga akhir 2013 akan mencapai Rp 85 triliun, doakan saja kami bisa mencapai angka itu” tutupnya. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved