Profile Profil Profesional

Muliandy dan Mimpinya Bersama Fath Capital

Muliandy dan Mimpinya Bersama Fath Capital
Muliandy Nasution, pendiri Fath Capital

Muliandy Nasution merintis Fath Capital di tahun 2018 ketika berusia 35 tahun. Pengalamannya berkarier di perusahaan multinasional, ditambah nilai-nilai hidup dan pendidikan yang ditempuhnya, menjadi fondasi utama mendirikan perusahaan financial advisory (penasihat keuangan) tersebut.

Karier Muliandy di perusahan multinasional terukir sejak usia muda. Selulus dari kuliah teknik industri, dia bekerja di Freeport, kemudian berlanjut ke Shell, sampai akhirnya berlabuh ke General Electric (GE) Indonesia hingga menjabat posisi direktur. Ketika diangkat menjadi direktur di perusahaan konglomerasi asal Amerika Serikat tersebut, usianya masih terbilang muda, 33 tahun.

Tidak hanya pengalaman kariernya yang terbentang panjang dan penuh prestasi, pria kelahiran 1983 ini juga mengimbanginya dengan pendidikan. Muliandy adalah pemegang tiga gelar magister: MBA dari Jena Applied Science (Jerman), MM dari Swiss German University, dan Master of Law International Trade & Commercial dari Universitas Islam Jakarta.

Salah satu peraih Indonesia Young Business Leader Award (IYBLA) 2022 ini menuturkan, keputusannya mendirikan perusahaan sendiri muncul ketika mendapat pemindahan tugas ke Singapura dari perusahaannya terdahulu. Saat itu dia sulit memenuhinya karena tidak bisa meninggalkan keluarga. “Akhirnya, saya mencoba bikin sendiri, yaitu Fath Capital ini,” ujarnya.

Di perusahaan yang didirikannya, Muliandy bertindak sebagai managing partner. Dia bersama timnya mengarahkan Fath Capital sebagai penasihat keuangan bagi perusahaan, dalam hal-hal seperti restructuring finance, merger & acquisition, persiapan IPO, hingga perantara funding antara investor dan perusahaan kliennya. “Karena, pengalaman saya di GE juga membantu di bagian backyard tentang financial projection dan lain-lain. Ini yang saya jadikan awal masuk ke dunia ini.”

Fath Capital memiliki sejumlah subsidiaries yang di-grooming dari beragam sektor di antaranya logistik, pemasaran, edukasi, fashion, teknologi digital, general trading. Muliandy menyatakan, portofolio Fath Capital tidak banyak ke perusahaan teknologi seperti tren saat ini, melainkan lebih ke fashion, konveksi, dan logistik. Alasannya, fokusnya pada SDM. “Kalau semua orang mikirin teknologi, tidak ada yang mikirin SDM. Makanya, saya mencoba fokus ke yang heavy human capital,” katanya.

Selain itu, pihaknya juga tidak ingin hanya sekadar merekrut, tetapi ingin memberikan “kail”. “Kami kasih mereka kemampuan, jadi tidak cuma feeding atau merekrut saja,” ujarnya.

Dalam hal pendanaan, menurut Muliandy, perbedaan Fath Capital dengan yang lain adalah dana funding tidak melewati Fath Capital melainkan langsung dari investor. Pihaknya hanya memungut biaya pada advisory fee.

“Fath Capital hanya paper-nya, kami yang cooking itu semua. Memang dari awal saya memutuskan seperti ini. Cooking-nya juga menyesuaikan, karena investor kan appetite-nya beda-beda, ada yang carinya portofolio, ada yang carinya cash flow, ada yang mau senang aja. Jadi, kami benar-benar lean dan efisien, tidak membuat ratusan analisis seperti yang lain,” Muliandy menjelaskan.

Terkait investor, Fath Capital sama sekali tidak menggunakan utang bank. Mayoritas angel investor datang dari jejaringnya saat berkarier di perusahaan-perusahaan sebelumnya. “Benar-benar dari networking saya, kepercayaan kepada saya. Karena saya lama di GE, jadi punya network dengan investor-investor besar. Dan bersyukurnya, sekarang jumlah investor justru lebih banyak daripada yang mau kami danai,” tuturnya.

Sampai saat ini, katanya, total portofolio Fath Capital sebanyak 83, dan sudah ada 50 yang berhasil exit. “Dan exit-nya semuanya dibeli. Belum waktunya exit tetapi sudah ada yang beli. Kalau ditanya jumlah funding terbesar yang pernah disalurkan, ada di bidang renewable energy sebesar Rp 1,76 triliun,” ungkapnya.

Namun, di atas itu semua, Muliandy punya mimpi besar terhadap financial engineering yang dilakukannya bersama Fath Capital, yakni membantu memecahkan masalah sandwich generation dengan menawarkan konsep overlapping generation model. Kondisi sandwich generation di Indonesia ⸺yang menurutnya berciri khas generasi muda yang heavy cash flow tetapi tidak punya aset, sementara generasi orang tua sebaliknya⸺ harus segera dicarikan solusinya.

“Jadi, mimpi besarnya Fath Capital ingin mengubah itu, bahwa yang muda tidak hanya memikirkan cash flow tetapi juga memiliki aset, dan yang usia pensiun memikirkan cash flow dari mana. Model ini tujuannya agar keduanya bisa saling menguntungkan. Kalau di energi, mungkin seperti konsep BOT,” kata Muliandy.

Di luar Fath Capital, dia juga membesut startup Spora Indonesia. Tampaknya dia memang tidak main-main tentang fokusnya pada SDM. Perusahaan rintisan ini bergerak untuk konversi kendaraan listrik. Menumbuhkan jaringan bengkel layanan kendaraan listrik. Melalui startup ini, tujuan besarnya adalah mengajak agar Indonesia tidak hanya jadi pasar dan menunjukkan bahwa SDM Indonesia itu mampu.

“Soalnya, sekarang kalau bicara mobil listrik, semuanya impor. Tidak ada yang bicara tentang konversi. Jadi, kami bukan mau menunjukkan cost benefit yang lebih murah atau bagaimana, tetapi lebih menunjukkan banyak SDM, pakar, dan engineer Indonesia yang mampu,” Muliandy menegaskan.

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved