Profile

Nurul Taufiqu Rochman, Sebarkan Manfaat Nanoteknologi

Nurul Taufiqu Rochman, Sebarkan Manfaat Nanoteknologi

Seorang ahli akan mendapat gaji selangit dibandingkan rekannya yang tidak punya keahlian. Inilah yang membedakan Nurul Taufiqu Rochman yang merupakan pakar nanoteknologi. Selulus S-3 di Jepang, gajinya mencapai Rp 45 juta sebulan.

“Saat pulang ke Indonesia, gaji saya masih sekitar Rp 960 ribu. Sekarang, gaji Rp 20 jutaan. Saya di LIPI, eselon II,” kata Nurul yang juga menjabat Kepala Pusat Inovasi, LIPI.

Dia sadar keahliannya di teknologi nano tidak akan berkembang jika tidak melanjutkan riset. Alat penghancur partikel pun dibuat untuk memudahkan penelitian. Hal yang dulu pernah dilakukan di Jepang. Tak disangka, alat ini juga dipakai di Universitas Ternama seperti UI, ITB, IPB, ITS, dan lainnya.

“Lalu, ada seorang profesor yang beli alat kami. Awalnya, dulu masih dijual murah Rp 30 jutaan. Sekarang, saya kasih merek dan bisa dijual sekitar Rp 100 jutaan. Tapi, tetap masih lebih murah jika dibanding membeli dari luar negeri,” katanya.

Nurul Taufiqu Rochman, Kepala Pusat Inovasi, LIPI.

Nurul Taufiqu Rochman, Kepala Pusat Inovasi, LIPI.

Kemudian, Nurul mencoba mengaplikasikan alat ini untuk mendukung sektor industri di Tanah Air seperti kosmetik, obat-obatan, makanan-minuman, dan lainnya. Ia ingin keahliannya di bidang nanoteknologi bermanfaat untuk negeri dan masyarakat.

Untuk mendukung niatnya ini, pria kelahiran Malang, 1970 silam ini kemudian mendirikan CV Nanotech dan kemudian Yayasan Nano Teknologi sebagai pusat penelitian. Mereka membiayai sekitar 250 mahasiswa untuk magang dan melakukan riset S-2 di sana. Mereka inilah embrio pemimpin di Nanotech.

Kini, Nanotech sudah punya 5 anak usaha, yakni PT Nanotech Herbal Indonesia (bidang fokus pada nano herbal), PT Langgar Nanotech Indonesia (bidang fokus pada mineral dan energi), PT Sinergi Nanotech Indonesia dan CV Transfer Inovasi (bidang fokus IT dan pendidikan).

Dia menjelaskan, profesi di bidang nanoteknologi masih sangat cerah. Hanya saja, para doktor di bidang ini, yang jumlahnya sekitar 30 orang, harus mampu mengaplikasikan keahliannya agar mendatangkan manfaat untuk orang banyak. Nah, jiwa teknopreneur ini yang sangat penting dalam diri seorang ilmuwan.

“Kami ini ilmuwan. Kami harus bisa mengeluarkan produk yang paling bagus yang sudah dipelajari. Sehingga orang lain bisa merasakan manfaatnya. Dari situlah saya mendapatkan uang,” katanya.

Untuk itulah, seorang ilmuwan harus terus meningkatkan kompetensinya. Keahlian yang sudah dimiliki harus didukung pengetahuan tentang manajemen bisnis dan lainnya. Dengan begitu, ilmu dan teknologi yang telah dipelajari bisa diterapkan dalam dunia bisnis.

“Mindset-nya adalah teknologi ini bermanfaat. Kemudian, kita juga harus punya tim yang solid. Jangan pernah putus asa dalam kebaikan, misalnya berbagi ilmu dengan yang lain. Yang tak kalah penting adalah membangun jaringan,” katanya. (Reportase: Nerissa Arviana)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved