Profile Editor's Choice

Peran Ali Wardhana Merancang Ekonomi Nasional

Peran Ali Wardhana Merancang Ekonomi Nasional

Gagasannya masih relevan diterapkan di masa kini. Kebijakan moneter dan disiplin fiskal yang diterapkannya telah memulihkan perekonomian nasional dari hiper inflasi. Roda perekonomian kembali berdenyut.

Sebanyak 36 prajurit TNI-AD dari Batalion Artileri Pertahanan Udara Sedang (Arhanudse) ke-10 Bintaro, Kodam Jaya berbaris di depan halaman rumah almarhum Ali Wardhana di Jalan Patra Kuningan XV, Kuningan, Jakarta Selatan. Pada pukul 09.30 WIB itu, prajurit yang mengenakan baret berwarna coklat menjadi pasukan penghormatan untuk melepas jenazah Ali Wardhana dari rumah duka menuju TPU Tanah Kusir, Jakarta pada Selasa (15/9).

Ali menghembuskan nafas terakhirnya di hari Senin (14/9) kemarin di usianya yang ke-87. Agus Martowardojo, Gubernur Bank Indonesia, yang mewakili pemerintah didaulat sebagai inspektur upacara pelepasan jenazah Ali Wardhana ke TPU Tanah Kusir. Agus dan beberapa pejabat negara serta tokoh nasional lainnya memberi penghormatan terakhir kepada mantan Menteri Keuangan di era 1968-1983 tersebut. “Atas nama negara, saya menerima jenazah almarhum,” ucap Agus. Sesaat kemudian, jenazah Ali digotong menuju mobil jenazah untuk menuju tempat persemayan terakhir almarhum.

Wakil Presiden Jusuf Kalla, Presiden ke-3 RI BJ Habibie, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi, Hashim Djojohadikusumo, pengusaha sekaligus politisi Partai Gerindra, Haryono Suyono mantan Kepala BKKBN dan Sofjan Wanandi mengunjungi rumah duka. Sebagian pelayat, termasuk Jusuf Kalla dan BJ Habibie berbaris di depan rumah Ali saat keranda jeazah akan dimasukkan ke mobil sebagai bentuk penghormatan terhadap jasa-jasa almarhum. Pemakaman Ali dilakukan dengan upacara militer

Penghormatan ini memang layak disematkan kepada almarhum karena konribusinya sebagai Menteri Keuangan sangat besar dalam memulihkan perekonomian dari keterpurukan. Ali berjasa memulihkan perekonomian nasional saat peralihan pemerintahan Orde Lama ke Orde Baru. Saat itu, laju inflasi menembus ratusan persen sehingga menggerogoti sendi-sendi perekonomian nasional. Sejarah akan bercerita lain seandainya Ali tidak turun tangan menangani perekonomian yang seret kala itu.

Betapa tidak, Ali sempat menolak tawaran Presiden Soeharto meminangya sebagai Menteri Keuangan. “Saya bilang kepada Pak Harto kalau saya tidak ingin menjadi Menteri Keuangan,” ucap Ali dalam buku berjudul A Tribute to Ali Wardhana, Indonesia Longest Serving Finance Minister : From His Writings and His Colleagues. Tapi, Soeharto berhasil meyakinkan Ali untuk menerima jabatan yang disodorkannya tersebut. “Jadi, jangan khawatir. Kita sama-sama saling belajar,” ungkap Soeharto kepada Ali. Hal itu meluluhkan hati almarhum dan berkenan mengemban tugasnya yang terbilang sulit.

Ali Wardhana, mantan Menteri Keuangan 1968-1983 (duduk), diapit oleh para koleganya di peluncuran buku A Tribute to Ali Wardhana, pada Juni 2015. (Foto : Vicky Rachman/SWA).

Ali Wardhana, mantan Menteri Keuangan 1968-1983 (duduk), diapit oleh para koleganya di peluncuran buku A Tribute to Ali Wardhana, pada Juni 2015. (Foto : Vicky Rachman/SWA).

Tapi, Ali berhasil menorehkan tinta emas di kancah perekonomian nasional dengan menerapkan kebijakan moneter yang mengutamakan disiplin fiskal. Almarhum berhasil meredam hiper inflasi di awal-awal pemerintahan Orde Baru. Pada 1966, inflasi berada di angka 650%. Laju inflasi berhasil diturunkan menjadi 112% di tahun 1967. Setahun kemudian, angkanya menjadi 85%. Laju inflasi menukik tajam hingga 10% pada 1969. Berkat taktiknya itu, perekonomian nasional kembali berdenyut. Lalu, pemerintah mencanangkan program Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang dimulai pada 1 April 1969.

Kerja keras Ali ini diapresiasi oleh berbagai pihak karena mewarisi pondasi yang kokoh bagi perekonomian serta pembangunan nasional. Selain menekan laju inflasi, Ali Wardhana berhasil mengelola penerimaan negara dari boom harga minyak dunia sehingga yang digunakan untuk mendorong pembangunan. Misalnya membangun sekolah, fasilitas kesehatan, atau sistem Itu mampu adalah taktiknya agar menghindari “The Dutch Disease” di masa kejayaan kenaikan harga minyak era 1973-1982.

Salah satu tinta emas lainnya yang ditorehkan Ali adalah menekan laju pertumbuhan penduduk. Mantan Kepala BKKBN Haryono Suyono menyebutkan kebijakan Ali itu bermanfaat dalam mengembangkan program Keluarga Berencana (KB). ”Kebijakan Pak Ali ke BKKBN adalah mendukung pendanaan program KB dengan memberikan anggaran yang bisa merangsang bantuan lainnya,” ucap Haryono. Ia menyebutkan dulu dana pengembangan program KB hanya Rp 300 miliar. “Sedangkan sekarang sudah Rp 3 triliun,” imbuh Haryono.

Ali Wardhana. (Foto : Vicky Rachman/SWA)

Ali Wardhana. (Foto : Vicky Rachman/SWA)

Peran almarhum lainnya yang diingat Haryono adalah ketika tahun 1980-an dirinya pergi ke Amsterdam, Belanda untuk memaparkan program KB di hadapan lembaga internasional. “Pak Ali bilang ke saya agar presentasinya rinci dan lengkap agar mereka tidak banyak bertanya serta menyakinkan pentingnya program KB yang terukur. Dan itu saya lakukan berkat pesannya almarhum,” ungkap Haryono. Indonesia akhirnya mendapat pujian internasional karena berhasil menekan laju pertumbuhan penduduk melalui program KB.

Hingga masa pensiunnya, Ali tak henti-hentinya memberikan sumbangsih bagi perekonomian nasional. Agus Martowardojo mengemukakan kenangannya, almarhum mengambil peran aktif meski usianya sudah sepuh dengan mengikuti diskusi membahas perekonomian terkini. Pandangannya sering didengar oleh ekonom sebagai refrensi.

“Beliau sering memberi nasihat kepada kita untuk membuat ekonomi Indonesia bisa terus membaik ke depannya,” ungkap Agus. Gagasan almarhum, kata Agus, adalah menjaga kestabilan ekonomi dan memperhatikan ekspor .”Pesannya menjaga perform ekonomi dalam kondisi yang baik dan kegiatan ekspor. Itu memang yang harus dipersiapkan Indonesia ke depan,” tutur Agus mengenai nasihat almarhum.

Gagasan almarhum hingga saat ini masih relevan apabila melihatnya dari kondisi perekonomian kontemporer. Hal ini ditegaskan Mari Elka Pangestu, mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di era Susilo Bambang Yudhoyono.Dia mengatakan meski kompleksitias perekonomian di masa kini berbeda dengan Orde Baru, gagas Ali untuk mendorong diversifikasi ekspor, reformasi birokat, strategi menurunkan ekonomi biaya tinggi itu masih relevan dengan situasi masa kini.

“Contoh lainnya adalah upaya pemerintah meningkatkan financial inclusion. Ini sama seperti gerakan menabung Simpedes yang menjangkau masyarakat pedesaan,” ucap Mari Elka di sela-sela peluncuran buku A Tribute to Ali Wardhana pada Juni lalu.

Pada kesempatan yang sama, Budi Gunadi Sadikin, Dirut PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, sependapat dengan pernyataanya Mari Elka. Budi menyebutkan sosialisasi Tabanas ke masyarakat pada Orde Baru merupakan upaya menggalakan keuangan yang infklusif. “Zamannya Pak Ali ada gerakan Tabanas yang dampaknya positif bagi dunia perbankan dalam menghimpun dana pihak ketiga,” kata Budi.

Penggemar cerutu Partagas itu juga ikut memperkenalkan strategi pinjaman negara dan disiplin fiskal dengan melakukan pinjaman luar negeri untuk menutup defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta menerapkan anggaran berimbang.

Almarhum meraih gelar sarjana ekonomi di FE UI pada 1958. Pada 1961, Ali meraih gelas Master of Arts di University of California, Berkeley, AS. Setahun berikutnya, almarhum merampungkan program doktoralnya di univesitas yang sama di tahun 1962. Penggemar cerutu ini pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia selama 1967-1978. Almarhum juga menjabat sebagai Menteri Kordinator Ekonomi, Industri, dan Pengawasan Pembangunan periode 1983-1988.Ali mempunyai empat orang anak. Selama masa hidupnya Ali dikenal sebagai menteri yang tegas, kerjanya terukur dan berwibawa setiap menunaikan tugasnya. Tak heran, Ali pada 1971 terpilih menjadi Ketua Dewan Gubernur Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional periode 1971-1972. Almarhum lahir di Solo, Jawa Tengah, pada 6 Mei 1928. (***)

Reportase : Ananda Putri


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved