Profile Company zkumparan

Astra Credit Companies (ACC), Siapkan Jangkar Kepemimpinan Lewat Internalisasi Budaya Perusahaan

Astra Credit Companies (ACC), Siapkan Jangkar Kepemimpinan Lewat Internalisasi Budaya Perusahaan
Team ACC

Berdiri tahun 1982 dan kini memiliki 4.582 karyawan yang tersebar di 75 cabang serta satu divisi fleet, Astra Credit Companies (ACC) telah berkembang menjadi salah satu perusahaan pembiayaan mobil terbesar di Indonesia. Saat ini ACC dipercaya mengelola Rp 53,6 triliun accountreceivable/piutang usaha yang berasal dari lebih dari 500 ribu customer yang aktif, dan didukung oleh lebih dari 7.000 dealer dan 76 ribu payment points, baik ATM, Tokopedia, maupun Kantor Pos Indonesia.

Dengan performa dan tanggung jawab yang besar itu, ACC menyadari, kepemimpinan adalah hal vital untuk menjadi organisasi yang mumpuni. Masa depan kelangsungan bisnis tergantung pada bagaimana proses kepemimpinan berkualitas itu dibentuk dan digerakkan. Sebagai salah satu lini bisnis PT Astra International Tbk., ACC harus bisa membuktikan bahwa leader adalah kunci untuk membangun internal service quality yang berujung pada loyalitas pelanggan dan memberikan profit kepada perusahaan.

Carolus Jatmika, Kepala Departemen Human Capital Learning Management ACC, mengatakan, tahun 2018 ini pihaknya menargetkan keuntungan sebesar Rp 1,2 triliun. Untuk mencapai target tersebut, menurutnya, dibutuhkan tiga pilar utama sebagai penunjang, yakni product excellence, people excellence, serta process & facility excellence. “Dari ketiga pilar utama itu, people excellence ditentukan oleh strategi human capital yang kami jalankan,” kata Carolus yang mengacu pada pakem induknya, Astra International.

Dijelaskannya, dengan mempertimbangkan perkembangan di internal dan eksternal perusahaan, strategi human capital yang paling tepat bagi ACC saat ini yaitu menyiapkan jangkar kepemimpinan dengan menginternalisasi budaya perusahaan, serta memastikan kesediaan dan kemampuan manpower untuk mencapai target perusahaan.

“(Kami) memiliki 75 cabang yang berbeda-beda kultur di setiap kotanya. Kami harus memastikan bagaimana internalisasi value perusahaan dapat dijalankan dengan seragam; sejalan dengan tuntutan harus melalukan ekpansi bisnis dengan memenuhi ketersediaan orang dan kompetensi untuk menjalankannya,” Carolus menandaskan.

Tentu, tantangan yang tidak mudah. Di ACC, ada empat proses strategi yang dijalankan. Strategi pertama, merangkul karyawan milenial (embrace the millennials). Seperti diketahui, jumlah milenial di ACC ada 82% dari total karyawan. Karakter mereka: tidak melulu berorientasi pada uang, melainkan peduli terhadap pertumbuhan kompetensi dalam dirinya; sangat didorong oleh teknologi sehingga perusahaan yang tidak hi-tech tidak menarik baginya; memerlukan umpan balik yang konsisten dan transparan; serta ingin lingkungan kerja yang hangat dan nyaman. “Memperhatikan karakter-karakter tersebut, kami melihatnya sebagai sebuah opportunity bagi ACC untuk bisa lebih maju lagi,” kata Carolus tentang tantangan eksternal yang dihadapi.

Diakuinya, mengelola dan merangkul milenial itu susah-susah gampang. Guna mendekati mereka, pada 2017 ACC menginisiasi ACC Young Community yang terdiri dari para mahasiswa yang membantu dalam event yang diselenggarakannya. Sampai saat ini ada 101 anggota aktif, delapan di antaranya sudah bergabung untuk magang di ACC. “Pada tahun 2018 kami melakukan rebranding dari ‘Internship at ACC’ (ISACC) menjadi ‘ACC Star Internship’ (ACC StarShip),” Carolus menjelaskan.

Dalam Star Internship selama dua bulan itu ada kelas-kelas dan mapping process di tempat magang. Peserta membuat improvement yang harus dipresentasikan ketika selesai magang. “Sudah ada 16 orang, enam sebagai intern IT (digital workplace di Yogyakarta), 10 menjadi Management Trainee IT Analyst Programmer,” kata Carolus.

Intinya, dari sisi teknologi, ACC ingin memastikan setiap moment of truth dari pelamar di ACC bersentuhan dengan teknologi. Misalnya, branding di media sosial dan membuat situs karier yang baru yang lebih modern dan easy to use. “Kami menggunakan tools dari Eventbrite untuk pendaftaran atau interview sehingga seluruh data terpusat. Selama mereka menunggu interview atau FGD, kami juga sediakan bagi mereka wadah berupa podcast,” papar Carolus.

Strategi kedua, continuous learning, pembelajaran terus-menerus. Dijelaskannya, dalam menghasilkan leader di ACC, semuanya berasal dari fresh graduate atau internal. Ada dua level yang ditawarkan, yakni Head Level selama sembilan bulan dan Coordinator Level selama empat bulan.

Saat ini di ACC Management Trainee Program sudah ada 256 angkatan, Junior Leadership Development Program sebanyak 14 angkatan, Enhancement Managerial 20 angkatan, dan ACC First Line Management Program 29 angkatan. Setelah lulus dari program, mereka dibekali dengan pelatihan yang melengkapi kompetensi mereka. Ada pula E-Wallet sebagai mekanisme baru untuk menjalankan pelatihan publik untuk mempermudah flow process, dengan memberikan plafon investasi per departemen untuk mengolah sendiri pengembangan karyawan.

Strategi ketiga, career path berdasarkan tiap-tiap personal (Personalized Career Path).

Dijelaskan, dalam Talent Performance Management, proses pengembangan yang dilakukan yaitu dengan merancang individual career plan masing-masing, yang kemudian akan diberi coaching & counseling. “Wadah yang kami sediakan yaitu assessment, people review, dan cross mentoring. Hasil dari assessment dan people review akan dipetakan ke dalam HAV (Human Asset Value) yang memetakan kompetensi dan performance selama tiga tahun terakhir,” kata Carolus. Ia menegaskan, cross mentoring memberikan kesempatan kepada calon pemimpin untuk mendapat mentor dari atasan yang bukan dari divisinya.

“Kami juga mengubah performance appraisal dari yang satu tahun menjadi tiga bulanan, karena milenial sangat butuh feedback. Kami juga ada ACC Create Leaders Tracking, di mana atasan memilih minimal dua kader leader potensial,” kara Carolus. Individual Development Plan (IDP), tambahnya, harus berupa improvement atau proyek. Proses ini akan menunjukkan sudah sampai mana cycle tadi dan bagaimana readiness of leader-nya.

Strategi keempat, improvement tanpa batas sebagai company culture (boundaryless improvement). Strategi ini sangat spesial bagi ACC. Pasalnya, secara internal sudah dimiliki ACC Ways, yang di dalamnya ada communication dan problem solving. “Kami memberikan wadah komunikasi mulai dari harian sampai kuartal,” kata Carolus. Dalam problem solving, meski bekerja di luar fungsinya, mereka bisa menghasilkan inovasi melalui digital initiative untuk customer acquisition and customer retention, seperti layanan ACC Chatbot, ACC Digimart, dan ACC Pocket-Top Up Financing.

Melalui empat strategi membangun human capital di atas, ACC ingin menegaskan bahwa mereka memilih mengembangkan leader dari internal perusahaan. Betapa tidak. Di ACC, sebanyak 220 kepala cabang, 61 dari 64 level manajer, 12 dari 15 level manajemen puncak (top management), dan empat dari enam Board of Director berasal dari dalam. “Semua itu jumlah yang tidak sedikit. Bahkan, kami mengekspor 19 orang untuk menjadi Board of Director di perusahaan Astra Group lain yang berasal dari ACC,” kata Carolus bangga.

Yang lebih membanggakan lagi, dari Leadership Development Program tersebut, sebesar 80% masih bertahan dalam program. Turnover karyawan juga terus menurun, dari 14,08% di tahun 2016, menjadi 12,83% di 2017 – targetnya, 12,46% di 2018. Dari sisi net income meningkat 16% YTD Agustus 2018. Positioning non performing loan 0,5%, sementara di industri sebesar 3,25%.

Mengapa demikian? Christina Dian, Talent & Performance Management ACC, menyebutkan, semua itu dapat terjadi berkat komitmen manajemen. “Komitmen manajemen menjadi key success factor utama,“ ujarnya. Sehingga, di dalam empat pilar strategi, people menjadi salah satu yang utama karena manajemen berkomitmen bahwa people harus terus dikembangkan. Salah satu contohnya, manajemen puncak selalu bersedia melakukan mentoring dalam kunjungan ke cabang. Manajemem puncak selalu siap dengan profil para leader sehingga ketika mereka bertemu sudah bisa memberikan masukan.

Intinya, bagi ACC, perbaikan (improvement) tidak akan berhenti. Kendati berhasil menduduki posisi tiga untuk kategori juara umum (Best of the Best) dan peringkat satu untuk kategori Financial Services Company dalam kompetisi Indonesia Best Practices in Creating Leaders from Within 2018, hal itu tidak mengurangi kesigapan ACC membangun support system yang dapat mendukung kemajuan perusahaan dan menjadikan setiap cabangnya semakin baik. “Ke depan, support system yang berbasis teknologi kami kembangkan terus,“ kata Christina tandas. Ia meyakinkan, improvement tanpa batas adalah company culture ACC.(*)

Dyah Hasto Palupi dan Jeihan Kahfi Barlian


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved