Profile Company

PLN Targetkan Energi Alternatif Sumbang 17% Listrik

Oleh Admin
PLN Targetkan Energi Alternatif Sumbang 17% Listrik

Nur Pamudji, Direktur Utama PLN (paling kiri) dalam acara gerakan PLN Bersih, di Jakarta, Jumat (21/12/2012).

Perusahaan Listrik Negara (PLN) akan berusaha meningkatkan penggunaan energi alternatif, seperti panas bumi, dalam menghasilkan listrik. Tahun 2020, perseroan menargetkan energi alternatif akan menyumbang 17 persen dari listrik yang dihasilkan. Porsi itu terus bertambah seiring dengan kebutuhan listrik yang meningkat dari tahun ke tahun.

“Kalau pertambahan kebutuhan listrik luar biasa. Tahun 2012 ini pertumbuhan kita 10 persen, tepatnya 9,97 persen. Jadi, kebutuhan pembangkit baru tentu akan banyak sekali. Dan kita tidak memilih-milih jenis pembangkitnya. Pembangkit fosil kita teruskan, seperti batu bara. Geotermal dan tenaga air juga dipakai, termasuk yang renewable (atau) alternatif seperti biomassa, angin, dan sebagainya,” ungkap Nur Pamudji, Direktur Utama PLN, di Jakarta, minggu lalu.

Nur menyebutkan kebutuhan listrik memang terus meningkat. Apalagi, belum semua penduduk di Indonesia merasakan kehadiran listrik dalam kehidupan sehari-harinya. Sepanjang tahun ini, PLN sendiri mendapat 2,9 juta sambungan atau pelanggan. Sementara tahun lalu, perseroan menyambung 3,5 juta pelanggan. “Tahun depan permintaan listrik antara 2,5-3 juta pelanggan. Kalau ekonomi kira-kira sama dengan 2012,” imbuhnya.

Seiring dengan kebutuhan listrik yang terus meningkat, PLN pun berusaha menambah listrik yang dihasilkan. Salah satunya dengan penggunaan energi alternatif. Mengenai energi ini, Nur mengatakan, sebanyak 12 persen listrik PLN dihasilkan dari panas bumi dan tenaga air pada tahun 2012. Panas bumi dipandang sebagai salah satu energi alternatif yang paling menjanjikan. Untuk itu, PLN pun berusaha memanfaatkan energi alternatif ini.

“Misalnya kontrak yang saya tandatangani di 2012 dengan Supreme Energy untuk PLT (pembangkit listrik tenaga) Panas bumi Muaralaboh, sudah berjalan, sudah dibor, dan sudah menghasilkan uap. Jadi, itu menunjukkan tanda-tanda bahwa untuk energi alternatif PLT Panas bumi ini cukup menjanjikan. Sudah dibor, sudah menghasilkan uap, dan dari situ biasanya diperlukan waktu kira-kira dua tahun untuk mengkontruksi turbin dan generatornya. Jadi akhir 2014, itu yang saya sebutkan tadi akan selesai,” papar dia.

Ke depan, tepatnya tahun 2020, penggunaan energi alternatif akan digiatkan. PLN menargetkan, 17 persen listrik yang dihasilkan PLN akan berasal dari panas bumi dan tenaga air. Itu semua bisa dicapai, lanjut Nur, bila perseroan melakukan upaya-upaya yang sungguh untuk mengembangkan kedua energi alternatif itu.

Nur pun menyebutkan, pengembangan panas bumi ini bukan tanpa hambatan. Ada kendala yakni regulasi mengenai kehutanan. Selama ini, menurut dia, panas bumi ini digolongkan sebagai kegiatan penambangan. Padahal, pengembangan panas bumi untuk menghasilkan listrik berbeda dengan kegiatan penambangan pada umumnya, seperti emas ataupun bauksit. Kegiatan penambangan mineral memang biasanya menghancurkan hutan.

“Tetapi panas bumi itu sama sekali tidak mengganggu hutan karena yang dilakukan kan hanya membuat sebuah lubang ke dalam 1.200 meter, kemudian kita akan memperoleh uap. Sehingga kalau pemerintah dan masyarakat menyadari bahwa panas bumi itu bukan kegiatan penambangan, maka pengembangan panas bumi di Indonesia akan melaju pesat,” jelasnya dengan tegas.

Kendala lainnya ada di perizinan penyaluran listrik dari hutan ke kota. Disebutkan Nur, listrik yang disalurkan dari hutan ke kota pasti melewati hutan, tetapi pengirimannya menggunakan tower listrik yang ketinggiannya melampaui pucuk-pucuk pohon di hutan.

“Nah, kalau hal-hal seperti itu dipermudah, perizinannya dipercepat, maka energi dari panas bumi dari tengah-tengah hutan (dan) dari PLTA yang juga berada di hutan, itu bisa dengan mudah kita salurkan ke kota-kota yang membutuhkan listrik,” tandas Nur. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved