Profile Company

Transcoal Pacific, Menawarkan One Stop Solution Jasa Transportasi Laut dan Logistik

Dirc Richard Talumewo, Direktur Utama Transcoal Pacific.
Dirc Richard Talumewo, Direktur Utama Transcoal Pacific.

Sebagai perusahaan penyedia jasa transportasi laut dan logistik di Indonesia, PT Transcoal Pacific Tbk. memiliki layanan one stop solution. Dengan pengalamannya sejak 2007, perusahaan ini bisa memberikan layanan terintegrasi, terutama kebutuhan transportasi logistik, dari layanan kelautan hingga jasa-jasa pendukungnya.

Transcoal juga didukung tim operasional yang berpengalaman di bidangnya. “Kami terbiasa dengan skala kargo yang besar. Kami terlatih untuk mengimplementasikan kualitas servis internasional. Inilah nilai-nilai yang kami bawa dalam pelayanan Transcoal secara keseluruhan,” kata Dirc Richard Talumewo, Direktur Utama Transcoal Pacific.

Selain itu, perusahaan ini juga mempunyai kapasitas kargo cukup besar sehingga pelanggan besar pun berdatangan. Dengan pelayanan yang rata-rata berskala besar, Transcoal justru merasa kekurangan armada untuk mengimbangi banyaknya proyek yang diterima.

“Sebenarnya, armada yang kami operasikan jauh lebih banyak daripada yang kami miliki. Yang kami operasikan ada 186 armada. Tapi komposisinya, 30% milik sendiri dan 70% kami sewa. Ini yang menjadi tantangan kami. Kargo selalu banyak, tapi ketersediaan armadanya masih kurang,” ungkap Richard. Dikutip dari website Transcoal, armada terbanyaknya adalah kapal tug and barges yang jumlahnya 100 unit. Perusahaan ini juga mengoperasikan lima unit mother vessel.

Manajemen Transcoal telah berkomitmen memenuhi target pengiriman barang secara ontime. “Apa pun yang terjadi, setelah kami tandatangan kontrak, maka kami akan menyelesaikan pekerjaan sampai selesai,” ujar Richard.

Transcoal juga berupaya memenuhi kebutuhan konsumen besar bidang infrastuktur untuk pengangkutan dalam jumlah besar. Contohnya, yang konsisten berjalan sampai sekarang, PLN sebagai big buyer. “Kami adalah bagian dari supply chain dan kami berkomitmen memberikan yang terbaik dalam kondisi apa pun. Ini komitmen yang tidak semua perusahaan bisa berikan dalam jangka waktu panjang,” kata Richard. Ia mengungkapkan, layanan pengangkutan yang paling stabil sepanjang tahun adalah batu bara karena Transcoal melayani PLN. “Secara volume juga paling besar adalah batu bara. 90-95% porsi bisnis,” ujarnya.

Sejak awal berdiri, Transcoal dan anak perusahannya, PT Energy Transporter Indonesia, sebenarnya sudah mendapatkan proyek-proyek yang cukup besar. Namun, kedua perusahaan ini di bawah manajemen yang berbeda meski pemiliknya sama. Sejak 2015, pihaknya mulai menyatukan perusahaan agar menjadi satu sinergi. Di situlah titik penting bagi perusahaannya.

“Dulu, mungkin karena berbeda manajemen, efektivitas penggunaan kapal sangat rendah. Efek penyatuan ini semakin efektif dalam utilisasi armada. Kapal tidak ada yang menganggur, kargo yang kami angkut jumlahnya semakin banyak, dan kami bisa memenuhi permintaan konsumen,” Richard menjelaskan .

Transcoal, menurut Richard yang bergabung sejak 2010, dimulai dari perusahaan kecil yang belum punya kapal sendiri. Lalu, perusahaan ini mulai mendapatkan berbagai proyek dengan bisnis pertama dan utamanya adalah shipping batu bara. Awalnya, melayani pengangkutan di PT Arutmin Indonesia. Lalu, Energy Transporter Indonesia mendapat kontrak dari PT Kaltim Prima Coal (KPC). Arutmin dan KPC adalah dua perusahaan besar penyuplai batu bara untuk PLN.

Pada 2018, Transcoal melakukan penawaran saham perdana (IPO). Menurut Richard, pendorong utama IPO adalah pihaknya saat itu merasa volume pekerjaannya sudah besar. Namun, untuk memenuhi hal tersebut, tentu saja tidak bisa terus mengandalkan kapal sewaan. Faktanya, semakin banyak kapal yang disewa, semakin banyak working capital.

Richard mengungkapkan, “Ada gap antara yang harus kami bayarkan ke penyewa kapal dan uang yang kami terima dari klien. Kami harus meminimalisasi hal tersebut. Di lain sisi, bank masih ragu untuk memberikan pinjaman ke perusahaan shipping. Satu-satunya cara adalah kami harus go public supaya masalah pendanaan ini bisa punya alternatif lain selain bank. Kami perlu menghimpun pendanaan dari masyarakat.”

Saat ini, Transcoal dalam proses menambah armada kapal dan membantu beberapa pekerjaan besar lainnya, terutama untuk ekspor. Namun, karena ada pandemi Covid-19, rencana tersebut ditunda dulu. Memang, sejak pandemic Covid-19 di awal tahun menimpa China, pihaknya sudah merasakan dampaknya. Maklum, China adalah salah satu konsumen terbesar batu bara dan nikel. “Di situ kami meninjau ulang lagi rencana ini,” ungkap Rhicard.

Sejatinya, dari dulu Transcoal sebagian besar melayani domestik dan layanan ekspornya hanya sedikit. Nah, saat Covid-19 ini, akhirnya bermain di domestik semua, bahkan porsinya hampir 100% untuk PLN saja karena pabrik lain banyak yang tutup. “Secara volume pengangkutan, kami memang turun. Tapi, ada blessing-nya juga. Di situlah kami bisa memaksimalkan kapal milik sendiri dan mengurangi kapal sewa,” kata Richard.

Karena pandemi, ia mengatakan, ada revisi revenue perusahaannya. Namun, kinerjanya masih tetap positif dan ia menyakini pada akhir tahun ini kinerjanya bisa cepat pulih. “Pertumbuhan kami rata-rata setiap tahun 20-30%. Di luar tahun ini, sales kami bisa sampai Rp 1,3 triliun-1,5 triliun. Tapi tahun ini, kami mengalami penurunan,” ungkapnya.

Saat ini, Transcoal pun memberlakukan work from home (WFH), yaitu hanya 20% karyawan yang masuk kantor. Namun, di site masih beroperasi seperti biasa dengan menjalankan protokol kesehatan. “Jumlah karyawan di pusat kurang-lebih 100 orang dan di site kurang-lebih 1.000 orang,” ujarnya.

Bicara kondisi industri pelayaran saat ini, menurut Richard, peluang di domestik sangat besar jika mampu mengimbanginya. Masalahnya, di dalam negeri produksi kapal terbilang mahal. Selain itu, belum banyak bank yang memberikan pembiayaan untuk pelayaran. “Loan-nya besar serta memahami teknis shipping itu susah dan perlu spesialis. Sehingga, sebagian besar pengangkutan masih menggunakan kapal asing. Inilah gap yang perlu kami isi, asalkan mampu dari segi SDM, kapal, dan pembiayaan,” katanya.

Dalam upaya meningkatkan kompetensi dan menambah produk/layanan baru, perusahaan ini mempekerjakan SDM profesional yang mumpuni di bidangnya. Juga, rutin mengadakan berbagai pelatihan serta bekerjasama dengan manajemen asing karena beberapa armadanya ada yang dikelola oleh manajemen asing.

Mengapa dilimpahkan ke asing? Hal ini merupakan tuntutan karena pihaknya belum menemukan tenaga di perusahaan yang mumpuni untuk beberapa penerapan teknologi. “Tapi, saya harap ke depan, karyawan Transcoal bisa beradaptasi dengan kebutuhan-kebutuhan ini,” Richard berharap.

Untuk rencana bisnis ke depan, perusahaan ini akan mencoba memperbesar kapasitas bisnis perusahaan dengan dua cara. Pertama, menambah armada dengan harapan komposisi milik sendiri menjadi 70%. Kedua, menambah customer base dan memperbesar porsi pelayanan ekspor.

Untuk kargo, pihaknya berencana memperbesar kargo, bukan menambah komoditas yang diangkut. Selama ini, batu bara tetap yang terbesar volumenya dan akan terus bertambah seiring dengan meningkatnya kebutuhan PLN, kendati Transcoal mempunyai komoditas shipping lain, seperti fuel, nikel, dan CPO.

“Oleh karena itu, penambahan volume komoditas lain kami butuhkan agar porsi pengangkutan batu bara dan komoditas lainnya tidak jomplang,” kata Richard. (*)

Dede Suryadi dan Andi Hana Mufidah Elmirasari

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved