Entrepreneur

Adu Kuat Konglomerat Indonesia

Adu Kuat Konglomerat Indonesia

Wajah-wajah baru konglomerat Indonesia terus bermunculan. Ada wajah baru yang mewarisi bisnis keluarga hingga konglomerat anyar yang merintis bisnis sendiri dari nol. Banyak konglomerat yang berusia puluhan tahun berhasil melewati masa-masa kritis suksesi kepemimpinan bisnis dengan relatif mulus.

Konglomerasi kelas kakap seperti Grup Lippo yang didirikan Mochtar Riady, Grup Salim (didirikan mendiang Soedono Salim), Grup Sinar Mas (didirikan Eka Tjipta Widjaja) bahkan kini sudah melibatkan generasi ketiga dalam pengelolaan gurita bisnis mereka.

Belakangan muncul konglomerat baru yang merambah berbagai lini bisnis, seperti Kompas Group yang memiliki bisnis di bidang media, hospitality, dan lainnya. Ada pula Chairul Tanjung yang besar di hotel, retail, entertainment, jasa keuangan, dan lainnya.

“Para pebisnis konvensional pun mulai menekuni bisnis baru. Seperti Djarum yang masuk ke berbagai lini bisnis. Bisnis rokok ini masih bagus di Indonesia tapi sudah mulai sadar harus ada tumpuan lain seperti menempatkan Armand (Hartono) di BCA (Bank Central Asia Tbk),” kata Alfonsus Budi Susanto, Chairman Jakarta Consulting Group.

AB Susanto, founder and chairman of The Jakarta Consulting Group

AB Susanto, founder and chairman of The Jakarta Consulting Group

Menurut dia, para taipan yang telah berusia lanjut ini telah mulai melakukan regenerasi. Sederet next generation mulai masuk menggantikan posisi orang tua mereka seperti Axton Salim di Grup Salim. Grup Lippo sudah menyiapkan generasi ketiga seperti John Riady dan Michael Riady. Peran generasi baru ini mulai besar karena usia orang tua mereka yang sudah 60 tahun ke atas.

“Beberapa konglo pandai memilih orang yang akan bekerja di kantornya. Harus ada grooming atau mentoring untuk generasi penerus. Saat ini perbandingan next gen di perusahaan adalah 80% masih keluarga dan 20% profesional,” ujarnya.

Dia menjelaskan, konglomerasi yang eksis biasanya memiliki bisnis yang beroperasi lancar dan sustain, tak terlalu fokus pada bottom line. Dengan cash flow yang lancar, perusahaan dapat menunaikan kewajibannya dan melakukan hal lain seperti membeli saham. Sehingga, profit akan mengikuti.

Seiring perubahan zaman dan dinamika bisnis global, transformasi bisnis mutlak diperlukan agar konglomerasi tetap eksis. Contohnya adalah Kompas Group yang menggeluti bisnis hotel. Mereka juga dituntut lincah dalam berbisnis. Seperti, Grup Salim yang punya bisnis di dalam dan luar negeri.

“Mereka bertransformasi menjadi global company. Di masa orde baru, ada koneksi dan kemampuan produksi dan memperoleh dana. Sekarang tantangannya adalah bagaimana mengelola bisnis secara profesional. Selain itu harus melihat juga operasional, dan mengelola imej,” kata AB. (Reportase: Tiffany Diahnisa)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved