Entrepreneur

Bisnis Keluarga Pak Bus: Jangan Ada yang Kaya Sekali atau Miskin Sekali

Bisnis Keluarga Pak Bus: Jangan Ada yang Kaya Sekali atau Miskin Sekali

Sukses besar Bustanul Arifin ternyata diikuti jejaknya oleh anak-anaknya yang juga sukses di dunia bisnis. Empat bersaudara ini sukses membangun berbagai macam usaha dengan payung Daniprisma. Sebut saja Pizza Hut, Yummy Food, Woodland Park, Plaza Kalibata dan Sriboga Ratu Raya sebagai salah satu bisnis andalan yang berkembang pesat.

Emil Arifin sang bungsu dipercaya untuk memajukan dan melakukan ekspansi bisnis Daniprisma. Sudah 19 tahun Emil Arifin mengembangkan Daniprisma di lini usaha food, agriculture, dan property. Sedangkan Alwin Arifin dipercaya untuk mengembangkan Sriboga Ratu Raya. Berikut hasil wawancara Nimas Novi Dwi Arini dengan Alwin Arifin dan Emil Arifin.

(ki-ka) Alwin Arifin, Alex Arifin dan Emil Arifin

Boleh diceritakan bagaimana gambaran usaha Daniprisma?

(Alwin) Kalau untuk Daniprisma Emil, adik saya, yang lebih tahu. Saya dapat tugas untuk mengembangkan industri terigu karena industri ini tidak bisa sampingan. Tahun 94 atau 95 saya keluar dari holdings lalu digantikan oleh Emil. Pemilihan Emil sebetulnya kebetulan saja dia baru pulang dari Amerika sehabis kerja dan kuliah di sana. Tapi sebelum masuk ke holdings dia ada buka usaha dulu kalau enggak salah udang dan seafood . Itu bisnis pribadinya dia sendiri. Setelah itu baru dia jadi Dirut di holdings untuk pengembangan-pengembangan, saya pegang industri terigu terus-terusan sampai akhirnya saya lanjutkan ke Pizza Hut, Marugame, bakery semuanya flour base-lah.

Boleh diceritakan sedikit bagaimana Pak Alwin mengembangkan industri tepung (Sriboga)?

(Alwin) Saya di industri tepung itu mulai dari nol. Mulai dari bikin nama sampai logo itu saya yang buat. Sriboga baru dapat izin PT itu tahun 1994 setelah itu 1995 baru bangun pabrik dan pada tahun 1998 baru mulai produksi.Saya dipercaya untuk konsentrasi di industri tepung juga itu kebetulan saja karena pada masa itu mendapat izin mendirikan industri terigu sulit sekali.

Waktu ayah saya menjabat dan saya minta izin sama beliau tidak diperbolehkan. Haram, katanya. Tapi pas Pak Ibrahim Hassan jadi Kabulog tahun 1995 saya minta izin juga ke beliau. Tetap enggak dikasih juga izin itu, akhirnya saya bilang monopoli terigu enggak bagus untuk konsumen karena saat itu hanya ada Bogasari saja yang memproduksi terigu.

Tahun 1991 saya sudah jadi distributor untuk Bogasari tapi jual DO saja. Di tahun 1993 baru saya kepikiran untuk jual langsung untuk dapat untung lebihlah. Tapi ya itu susah sekali mendapat izin. Pada saat itu, saya dapat ide untuk impor terigu, akhirnya saya dikasih izin untuk impor sama Pak Ibrahim Hasan. Saya impor dari Singapura, tapi cuma coba sebulan saja dulu dapat jatah 1.000 ton per bulan dan di pasaran langsung habis, padahal harganya lebih mahal. Itu bertahan sampai dua bulan saja. Dulu untuk terigu karena cuma satu pabrik jadi take it or leave it.

Akhirnya saya dapat izin mendirikan pabrik dari Pak Ibrahim sebelum dia pensiun, kata dia sebagai hadiah untuk saya. Setelah itu, izin BKPM akhirnya saya juga dapat. Pada saat itu, kalau saya mau jula izin-izin itu pasti harganya bermiliar-miliar, tapi enggak saya jual.

Saya dapat tanah di Semaramg untuk pabrik tapi saya masih butuh pinjaman dari bank. Terhambat lagi di bank karena mereka enggak mau memberikan pinjaman ke saya karena enggak punya pengalaman. Lalu keluar laporan konsultan yang visibel tapi dengan syarat Salim harus masuk. Setelah itu, bank sudah antre untuk memberikan pinjaman. Waktu mereka ke saya, langsung BCA ngasih L/C tanpa jaminan.

Tahun 1998 krismon saya beli sahamnya Anthony Salim sekitar 30%,. Mereka masuk terus keluar lagi gara-gara krismon. Dulu produksi 1.000 ton sekarang 9.000 ton.

Boleh diceritakan bagaimana ekspansi ke Pizza Hut?

(Alwin) Jadi tahun 2003 saya keluar dari BPPN, di tahun 2004 saya ambil Pizza Hut. Pada saat itu kan krismon ,jadi bank freeze, cicilan yang seharusnya dibayar ke bank saya pakai untuk beli Pizza Hut. W aktu itu pemilknya Hong Kong tapi saya lupa nama perusahannya. Lalu diambil oleh Recapital, waktu itu juga saya belum bisa ambil karena ada persyaratan yang saya tidak bisa penuhhi secara legal. Baru di tahun 2006 saya ambil lagi Pizza Hut dari Recapital.

Sekarang Pizza Hut sudah total punya saya. Pizza Hut itu udah ada 270 outlet, dulu waktu saya ambil baru 84. Outlet yang ada itu 200 restoran dan 70 Pizza Hut Delivery. Setiap tahun tumbuhnya itu 25 outlet untuk Pizza Hut — itu campuran dari restoran dan untuk PHD-ya.

Kalau untuk pabrik bakery-nya?

(Alwin) Sriboga Bakery itu baru tahun 2003, tapi di tahun 2011 baru kita ubah konsepnya. Sekarang kita hanya di bread crums dan roti speciality saja. Kalau untuk jumlah produksi saya lupa ya berapa.

Bagaimana positioning untuk bisnis keluarga?

(Emil) Bisnis keluarga itu kami ada empat bersaudara ya, ada Yani kakak saya yang paling tua, Alex, Alwin, terus saya yang paling kecil. Sebenernya kita berempat udah punya usaha masing-masing, ibu juga sudah punya usaha dari tahun 1966 peternakan susu yang sekarang menjadi Yummy. Mulainya dulu empat sapi, dulu di Pasar Minggu terus pindah ke Cijantung.

Kami maju sendiri-sendiri, pada prinsipnya ayah saya bilang jangan sampai kakak beradik ini ada yang kaya sekali atau miskin sekali prinsipnya harus sama semuanya. Karena itulah, ayah saya minta untuk digabung, tapi kita sudah maju sendiri-sendiri. Dulu bisnis saya di udang, berkembang sampai saya dapat Primaniyarta dua kali, namanya EPM Grup berkembang pesat. Dulu juga Bu Yani ada leasing, komunikasi CSM. Pak Alex dulu dengan furniture dan trading . Pak Alwin dengan minyak dan real estat.

Dari situ berkembang masing-masing, sampai pada anak-anak perushaan ini digabungkan menjadi satu, Daniprisma. Proses penggabungannya agak rumit, karena biasanya yang paitnya aja yang digabungkan, kalau yang manis diambil sendiri-sendiri. Jadi kita sudah maju, sudah jalan baru Daniprisma dibentuk 26 tahun yang lalu, sebelum Sriboga lahir.

Daniprisma itu dipimpin Pak Alwin sampai 1994 terus baru saya pegang. Padahal, saat itu saya sedang maju-majunya di udang. Terus bapak yang menyuruh saya masuk ke Daniprisma, saya disuruh masuk untuk bagian repair. Pusing saya karena waktu itu masih konsolodasi ke dalam. Ada yang sudah lama punya pengalaman tapi enggak ada modal ada juga yang punya prospek.

Sampai akhirnya kita bikin bisnis maping-lah, kita bagi mana yang punya prospek mana yang enggak, mana yang mesti kita cut ada yang kita jual. Yang kita jual salah satunya bisnis internert Radnet, kita enggak mengerti bagaimana bisnisnya lagipula itu padat modal, harus injeksikan uang terus, jadi akhirnya kita cut. Terus M2V tv di mobil dari yang mayoritas jadi minoritas. Ada beberapa kebun sawit yang yang enggak beres tanahanya segala macem kita cut, kita konsentrasikan dananya ke perusahan-perusahaan kecil.

Pada saat itu yang jadi primadonanya apa?

(Emil) Kalau kita lihat saat itu kita lebih condong ke food, agriculture,dan real estate. Agriculture itu kita ada tanaman bunga, buah-buahan, palm oil terus ada peternakannya. Kalau untuk food-nya itu resto-resto sama yang Yummy, turunannya dari sapi. Saat ini kita punya 700-an sapi, kita produksi untuk dairy khusus untuk Yummy kita ada prodak yoghurt, yoghurt drink, cheese, soft cheese, dan hard cheese.

Kami perusahan pertama yang bisa buat cheese. Waktu saya ambil itu kita punya prospek tapi enggak punya kepercayaan dari masyarakat. Misalnya begini, kita sama buat tempe tahu di Texas, kalau yang buatnya orang Amerika apa enak? Kita sama kaya begitu. Jadi, pada saat itu kita punya kesulitan untuk menjual dan meyakinkan chef, kita terus aproach para chef, meyakinkan mereka. Walaupun mereka sudah yakin masih ada pertanyaan: enak enggak? Bisa konsisten enggak rasanya? Kalau butuh banyak bisa apa enggak? Ya, saat itu kita dilihat sebelah mata.

Kami breakthrough itu sewaktu krisis moneter, hotel-hotel semua enggak bisa beli keluar negeri karena mahal, jadi beli ke kita. Pada saat itu penjualan meningkat dan akhirnya sudah ada kepercayaan. Sampai sekarang sudah ada kepercayaan. Jadi, kita mulai berkembang, sekarang kami sudah jadi market leader. Dari market share lebih dari 60 persen untuk yoguhrt. Saat ini kami produksi 23 produk tapi mayoritas cheese, soft chese, hard chese. Kalau dari kuantitas kita lebih banyak di soft cheese.

Nah, setelah memilih tiga fokus itu kita sehatkan perusahan-perushaan yang kurang baik. Namanaya juga holding kan to hold ya dan to manage yah. Dari bisnis mapping itu kita bisa tahu mana yang masih bisa diselamatkan mana yang enggak, mana yang bisa kita groom up. Setelah perusahaan ini sehat-sehat ,saya mau pension ha..ha..ha..ha. Karena ya itu, kerjaan kita itu masalaha lagi benerin lagi masalah lagi benerin lagi kerjaan kita ya itu aja.

Emil Arifin

Bisa dijelaskan lebih detail mengenai pilar usaha Daniprisma?

(Emil) Seperti tadi saya bilang ya Daniprisma fokus ke food, agri, dan properti. Properti itu ada Daniland, di sana ada apartemen dan hotel juga. Agri ada buah-buahan. Di Sumbawa kita mengembkemngkan buah naga, sarikaya, dan mete. Kebun kita yang di sana ada 400-an hektare (ha). Ini pasarnya masih dalam negeri.

Kalau sawit ada di Kalimantan yang ditangani Pak Alwin, di Palangkaraya, Medan sama Aceh itu kerjasama dengan Mopoli Raya. Ini awalnya orang tua saya punya teman-teman tahun 197-0an beli kebun sedikit-sedikit. Sekarang sih luasnya total 33 ribu, di Kalimantan Tengah 16 ribu namanya PT Bisma.

Untuk produksinya sendiri bagaimana?

(Emil) Karena tanaman tua jadi harus replanting lagi, kalau sekarang sih enggak begitu tinggi ya produksinya. Kita juga ada pabrik baru, ada dua di Aceh Barat dan Aceh Timur ini semuanya baru dari planting sampai pabriknya baru. Ini juga Pak Alwin yang pegang.

(Alwin) Baru tahun 2000-an lah yang di Aceh ini ada 15 ribu ha ditanam 9.000 ribu. Pabriknya 60 ton perjam baru saja dinaikkan dari kapasitas awalnya 45 ton per jam.

Kalau akhirnya fokus di tiga pilar itu apa amanah dari Pak Bus?

(Emil) Temuan dari kita sendiri setelah konsoslidasi itu kita yang pilah-pilah sampai ada divisi properti. Kalau food itu dari ayah, kata ayah saya, produksi food enggak akan mati-mati.

(Alwin) Betul kata Pak Bus bisnis makanan enggak mati-mati karena situasi apapun orang butuh makan. Betul terbukti hari ini industri tepung pas krismon itu malah naik terus.

(Emil) Susu juga awalnya sudah buntu otak saya, apa dijual apa dibagaimanakan? Tapi begitu ada Yummy dan ada tenaga ahli Bu Hermina dari Jerman memberi visi saya bilang bagus. Tapi itu saya juga sempat mikir-mikir apa bisa dijual di Indonesia dengan situasi ekonomi yang seperti waktu itu. Tapi, ya itu lagi-lagi timing-nya pas, pas ekonomi tumbuh, kita di Yummy juga sama-sama naik.

(Alwin) Sekarang Yummy tiap tahun naik 30% dan kita harus pindah pabrik tahun ini karena sudah penuh sekali. Sekarang di Yummy itu ada sekitar 260-an pekerja.

Kenapa Emil yang dipilih untuk menggantikan Pak Alwin?

(Emil) Dicemplungin-lah saya, ha..ha..ha..ha. Perusahan sudah ada, eksekutifnya juga sudah ada. Jadi tinggal kita benah-benahin saja atau kita ganti-ganti. Kita kasih guideline tapi kadang saya juga turun langsung.

Pak Alwin keluar dari Daniprisma karena Sriboga perlu perhatain atau konsentrasi khusus. Ini sulit binisnya sama kayak udang. Bu Yani waktu itu sebagai komisaris. Kita punya komitmen kalau perusahaan yang dibetul-betulin ini adalah kakak adik susah betulinnya, jadi di komisarsis saja. Tapi kalau mau dipimpin sendiri ya jangan di bawah Daniprisma. Saya saat ini sebagai Dirut di Daniprisma, Pak Alwin di Sriboga, Pal Alex di trading dan distribusi. Distribusi ini ada beras, tepung, kedelai tapi ini punya pribadi. Kalau di Daniprisma, Pak Alex sebagai direksi aja. Bu Yani komisaris .

Kalau untuk penunjukkan Pak Emil jadi Dirut Daniprisma apa ada rembukan keluarga?

(Alwin) Pak Emil dipilih karena punya pengalaman kerja dan sekolah di Amerika. Usaha dia pribadi yang udang itu juga jalan. Industri cinnamon di Padang juga terbesar di Indonesia kita kerjasama dengan Medcomic Amerika kita juga kerjasama dengan KUD di Padang nama usahanya Sumatra Tropical Spices. Selain usaha dia yang jalan Pak Emil punya background sekolah di teknik industri jadi saya lihat Pak Emil bisa masuk memimpin Daniprisma. Dia juga senang dagang dan semuanya cepat kerjanya.

Pengalaman Pak Emil sebelum masuk ke daniprisma apa saja?

(Emil) Saya hampir setahun berkarier sebagai assistance production manager di Pratt and Whitney Jet engine overhaul, di Miami, Florida. Terus saya meneruskan master di USC mengambil program enginer management. Biasa kan disuruh pulang saja kebetulan saya sudah kawin, waktu belajar saya juga mikir, ini enggak bakal kepakai kalau untuk di Indonesia. Terus karena itu saya pulang dan cari-cari kerjaan. ketika saya sedang cari-cari kerjaan Pak Bus masuk ke kamar dan bertanya: Lagi ngapain? Saya jawab lagi buat lamaran ke Citibank. Lantas Pak Bus bilang, ngapain kamu ngelamar, kamu kan sarjana, kamu harus bisa menciptakan pekerjaan bukan mencari pekerjaan. Tapi tetap saya ngelamar, tapi keadaan ekonomi memang kurang baik di tahun 1986 atau 1987.

Akhirnya, saya mulai dagang-dagang, apa aja saya dagangin mulai dari vanili, hasil bumi, kayu gaharu. Pokoknya bisnis yang ngabisin sol sepatulah. Sampai satu saat saya beli kedelai dari Riau, Aceh, Lampung , dan dimasukkan ke pasar di di Kramatjati. Orang-orang bingung kalau enggak dikenalkan saya putra Pak Bus enggak bakal mau pedagang-pedagang jual ke saya, saya untung sedikit-sedikit dari jualan itu.

Nah, pas saat itu saya beli vanili di Bali lagi mau ekspor dari Rp 600 ke Rp 1.000 ada dua ton mau ekspor tapi L/C-nya belum dikirim, eh kena devaluasi. Saya langsung kaya mendadak. Naiknya kan hampir 45% dari Rp 600 ke Rp 1.000, itu saya masih nyewa kantor di garasi saudara saya.

Saya juga eksposr pupuk, lumayan saya jadi trader 3 – 4 tahun. Saya sampai jadi eksportir pupuk terbesar di Indonesia . Bimantara enggak bisa jual, jual ke saya saya yang mengekspornya. Hampir 65 ribu ton saya ekspor. Saat itu yang kerja hanya bertiga.

Setelah punya uang banyak saya bertemu pengusaha Jepang di sebuah seminar. Orang Jepangg bilang butuh udang, saya bilang bisa. Mereka butuh dua kontainer sebulan. Saya bilang bisa saja, padahal waktu itu belum ada pabriknya. Akhirnya dia ingin ke pabrik tapi dia harus kembali ke Jepang dulu. Setelah si Jepang ini pulang saya langsung ke Surabaya untuk mencari pabrik procecing udang.

Saya dapat cold storage punya koperasi yang sudah mau mati. Saya lihat-lihat yang penting ada cold storage untuk udang saja. Dari dana yang ada saya renovasi bangunannya. Pada saat itu tahun 1987- 1988 nama Pak Bus masih berpengaruh besar jadi mereka juga percaya sama saya.

Setelah dapat pabrik dan dapat pekerja, saya sewa itu pekerja dan udangnya ketika si Jepang datang. Dia datang langsung setuju untuk order dua container. Saya bilang, enggak bisa sampai empat bulan ke depan karena sudah booked — padahal mah karena saya belum urus perizinannya.

Dia pulang ke Jepang, saya urus semua perizinan. Itu benar-benar tangan Tuhan yang bekerja: saya dikirimi L/C red close US$ 2 juta. Dari situ ada modal sewa pabrik kecil, saya akhirnya punya lima pabrik: di Aceh, Banyuwangi, Makassar, dan di Surabaya ada dua pabrik. Nah, itu berhenti karena krisis, waktu itu kita bagus sekali saat kurs US$ Rp 16 ribu. Tapi begitu gonjang ganjing politik, ada GAM di Aceh jadi kacau. Akhirnya Aceh tutup Makassar tutup. Kita tutup semua pabrik ini dua tahun setelah Peristiwa 9/11 sekitar tahun 2003 atau 2004. Itu yang pribadi ya.

Kalau sekarang saya juga punya yang pribadi, mainan anak-anak di Taman Bunga Nusantara, Cipanas. Di belakang Taman Bunga ini ada namanya Alam Imajinasi. Kalau Taman Bunga-nya sendiri masuk ke divisi properti Daniprisma.

Kalau yang sekolah?

(Emil) Kita ada Al-Izhar di Pondok Labu, terus ada juga Darul Hikmah di Kutuoarjo tapi ini tidak di dalam manajemen kita, ada person yang ikut. Terus IPMI itu yang pegang Pak Alwin sekarang.

IPMI itu dari ayah yang mau. Al-Izhar dari bapak sama ibu juga, tempatnya sekarang itu salah satu dari lahan properti kita. Itu sebelumnya sudah dapat izin sudah mau bangun malah tapi bapak ibu bulang kita harus bangun sekolah Islam yang menonjol karena pada saat itu belum ada sekolah yang seperti itu.

Beliau tuh bisa melihat visi ke depan kenapa bangun IPMI karena bapak merasakan selama membangun Bulog selalu kesulitan mencari good manager yang wawasan dan konowledge internasional. Makanya dibuat IPMI kerjasmaa dengan Harvad supaya manajer-manajer kita begitu ketemu orang asing bisa setara. Dulu masalahnya di stu sekarang di Daniprisma kurangnya management yang punya daya juang kuranglah.

Jadi, di situ bapak ibu melihat pendidikan dari TK sampai SMA harus benar-benar matang. Nah , dicarilah ahli-ahli, kita ambil beberapa ahli dari JIS masuk, di AL Izhar Pak Quraish Shibab juga masuk. Dibangun lah sekolah Islam, Pak Bus inginnya manajer-manajer orang Islam Indonesia berwawasan internasional. Kalau di Kutoarjo hanya SMA saja, kemarin pernah nomor tiga di Jateng.

Darul Hikmah dan Al Izhar itu disubsidi, baru-baru ini saja Al Izhar tidak disubsisdi lagi. Enggak untunglah bisnis sekolah, dari cost aja 70% gaji guru (manusia) kalau industri kan 20%. Ya karena dari guru itu nilai asetnya.

Ada semacam blueprint enggak kalau untuk membuka usaha baru?

(Emil) Kami ada genteleman agreement. Kalau mau buka usaha dibicarakan dulu sebelumnya, seharusnya semua ikut maksudnya Daniprisma. Ada sih satu dua yang nyelonong. Ketahuan kalau sudah “kebakaran”, kami deh bagian ngebenerin.

Ada pesan kerukunan dari Pak Bus?

(Emil) Pesannya kami harus rukun, semuanya jangan sampai ada yang kaya sekali atau miskin sekali. Kalau hal itu terjadi takut ada gap dan ketidakrukunan. Jadi, ya kami coba semua ikut di Daniprisma. Tapi dampak dari kerukunan itu ya harus ada kedisiplinan. Saya yang agak susah karena saya anak yang paling kecil, kadang saya sudah buat budgeting tapi ternyata ada saja yang saya harus mengeluarkan anggran lebih. Itu yang suka jadi semacam enggak enak saja. Cuma ya saya harus mengikuti aturan perusahaan dulu. Jangan dibalik, aturan keluarga dulu baru aturan perusahaan. Kalau kaya gitu bisa berantakan.

Kalau ada masalah di perushaan bagaimana menyelesaikannya di antara keluarga?

(Emil) Ya kalau ada kasus kami baru kumpul untuk menyelesaikan dan yang kayak gitu enggak banyak. Waktu awal-awal itu banyak ya karena mungkin enggak saling pengertian. Kalau ada masalah kita sih duduk rame-rame dan diomongin pakai logika aja. Dibahas dan mikir ramai-ramai kalau ada masalah.

Apa mantu dilibatkan di dalam perushaan?

(Emil) Ada yang pegang usaha sendiri-sendiri di luar Daniprisma, usaha kecil-kecilan. Kebanyakan semuanya masuk yayasan. Saya pegang Al-Izhar dan Bu Yani Darul Hikmah juga.

Bagaimana laporan mengenai perusahaan ke keluarga lain?

(Emil) Biasanya kalau RUPS semuanya hadir.

Saat ini kontribusi terbesar terhadap grup?

(Emil) Paling besar Sriboga dari sales 30%, dia kan udah volume commodity company. Setelah Sriboga, Agro 30% selebihnya yang kecil-kecil. Ada properti 20%. Yummy dari sales kecil dia 8%. Pizza Hut gede 15% dari sales. Sriboga sama Pizza Hut sudah Rp 1 triliun lebih.

Untuk rencana go public?

(Emil) Ya rencananya memang gitu sih tapi susahlah bikin rencana di Indonesia kaya waktu bisnis udang, saya out karena banyak faktor eksternalnya. Kalau internal faktor kita bisa kontrol.

Kalau properti saat ini siapa yang pegang?

(Emil) Properti ada manajemen sendiri, tapi di bawah Dani Prsima. Properti itu ada hotel, residence, landed hounse, apartment, malls, da office masih kecil-kecil. Hotelnya kecil-kecil yang sudah ada di Yogja namanya Wisma Joglo jadi walaupun kecil atau besar yang penting enggak nyusahain kita biarin dulu. Ada juga hotel di Sumbawa namanya Sumbawa Transit Hotel (STH), ada juga cottage Samawa di Sumbawa juga. Ada juga kita kerjasama dengan Swissbell di Kalibata.

Paling besar yang kita kerjakan di Kalibata, projek besar pertama selain itu mall. Kalau mall ga sedahsayat ini, ini 3,1 ha, ada lima tower. Empat apartemen dan satu kondotel. Yang mau top up bulan Juli tower pertama. Uangnya dari bank sekitar Rp 600-an miliar untuk semua. Ini apartemen lain dari yang lain, kita kan pengembang baru ya di Jakarta, jadi harus punya ciri sendiri. Kita punya konsep green, jadi pohon-pohon gede enggak kita tebang, cuma kita pindahkan. Kalau office ada juga di Kemang namanya Kemang Bisnis Plaza.

Plaza Kalibata itu mal dulu Kalibata Mal yang saya bilang desainnya pake tebak manggis. Nah, sekarang sudah kita ubah kita perbagus dan kita besarkan. Ini disewakan juga, jadi 2/3 kita 1/3 orang. Properti kita akan bangun mal lagi di Indramayu mungkin tahun depan. Sebenarnya mau bangun di Jakarta di daerah Cijantung yang dekat Yummy tapi kan kena moratorium. I

Di Indarmayu ada 4 har, mal 20ribuan meter persegi. Investasi kira-kira Rp 200 miliaran, itu tahap pertama. Nanti ada hotelnya juga mungkin bintang 3 atau 4. Itu mahalnya di energi karena kita konsepnya green jadi termasuk listrik itu kita pakai gas engine. Kenapa gas engine?Selain produksi listrik panas bisa jadi air panas dan AC.

Ada rencana untuk mengembangkan bisnis ke sektor energi?

(Emil) Kami tertarik tapi prioritas belum sekarang, keterbatasan dana dan ahli-ahlinya, kita enggak mau ikut-ikutan bisnis batubara yang enggak ada nilai tambahnya? Paling exicting itu memang di dairy karena harus inovasi terus, ada prodak baru kita harus tes market dan lainnya.

Kalau untuk pemilihan SDM untuk management?

(Emil) Kami arahkan ke IPO enggak ada perusahaan keluarga kecuali Rostchild masih private sudah 200 tahun, sangat jarang tanpa IPO. Semuanya harus IPO supaya lebih besar modal, kan seiring dengan perkembangan suatu saat kita enggak bisa berkembang kalau dari bank melulu. Hatus ada mitra strategis. Kita harus siapkan sampai ke standar itu, supaya orang juga tertarik.

Kalau Yummy sudah dipasarkan untuk luar negeri?

(Emil)Yummy sudah punya izin ekspor, mungkin tahun depan kita baru bisa ekspor. Kita penah ekspor cheese ke Italia, Jerman, dan Spanyol dua kontainer tapi disetop karena waktu itu trial, ekspor kita enggak memenuhi regulasi EEC karena ada kategori negara-negara , nah Indonesia kan enggak terkenal dengan produk dairy.

Kalau Pak Alwin sebelum masuk ke Daniprisma ada usaha apa?

(Alwin) Sebelumnya saya itu pernah bangkrut tiga kali. Itu pelajaran berharga buat saya, sekolah asli saya di situ. Terus itu ada pabrik lampu christmas satu-satunya di Indonesia sampai ekspor ke Amerika tahun 1990. Ada lagi saya bikin usaha sumpit di tahun 1992 atau 1993 itu bangkrut juga karena Cina baru buka, jadi investor-investor pindah ke sana semua karena lebih murah. Pabrik furnirtur juga bangkrut.

Asal usulnya dari drilling, dulu saya modal kecil, sekarang sih sudah dibeli sama Ancora. Kebetulan saat itu perushaan drilling masih murah, sama Pak Ramli Dirut Pertamina saya dibantu untuk dapat kontrak Caltex sampai 11 rip, dulu saya terbesar nomor dua.

Saya enggak terusin, drilling saya baru jual tahun 2001 mulainya tahun 1986. Saya langsung jual ke Ancora US$ 22 juta. Dari driiling itu uangnya buat Sriboga sama sawit. Kegagalan itulah buat bekal untuk membesarkan Sriboga, dulu costing agak saya abaikan.

Sriboga baru-baru ini dijual ke Mitsubishi kenapa?

(Alwin) Oh, iya betul 10% dijual ke mereka karena saling membutuhkan. Dia punya gandum di Australia, dia juga lagi bangun pabrik roti terbesar di Indonesia saingannya Bogasari. Tapi baru November. Mereka juga beli Alfamidi. Jadi udah lengkap tinggal bolongnya di terigu saja. Jadi sama-sama saling menguntungkan sih, nanti produk Sriboga bisa masuk ke Alfamart.

Saat ini sih terigu sudah ekspor, dalam sebulan ada 5% dari produksi. Tahun depan Sriboga target tambah 500 ton lagi jadi 2.500 ton.

Kalau untuk Pizza Hut dan pengembangan resto lainnya?

(Alwin)Pizza Hut itu peraturannya memang dari sana tidak boleh di-franchaise lagi jadi master franchaise. Taget dalam setahun pertumbuhannya 25, sekarang tahun ini 28 outlet Pizza dan 9 PHD. Satu outlet investasinya kalau PHD Rp 2 miliar, kalau Pizza dari Rp 3,5- Rp 6 miliar. Tergantung lokasi dan besar outlet.

Yang baru kita ada Marugame, kita master franchaise dari Jepang. Tadinya malah pengen invest joint venture tapi kan enggak boleh. Ini jumlah pengunjungnya tiga kali dari Pizza Hut. Investasi untuk lima tahun ke depan itu ada Rp 150-an miliar.

Awalnya ketika mau bawa Marugame ke sini saya juga ragu, takut kurang cocok. Tapi pas coba buka satu di Taman Anggrek sukses juga. Saya sih maunya pengembangannya masih di Jakarta, Surabaya, dan kota-kota besar lainnya. Target sampai 40 outlet dalam lima tahun.

Saya juga ada rencana untuk bawa lagi resto baru , saya mau ambil tempura rice tahun depanlah kira-kira.

Kalau akan go public kira-kira mana yang siap duluan?

(Emil) Yang sudah siap sih properti, terlepas dari Pizza Hut. Ini juga lihat-lihat situasi. Kalau udah oke baru kita ikutkan.

Berapa omzet dari Daniprisma?

(Emil) Omzetnya sih sudah lebih dari Rp 3 triliun lah.

Bagaimana pola finance yang diterapkan di Daniprisma?

(Emil) Kalau bisa bank semua ya bank semua, tapi ada kalanya kita harus cari mitra strategis, kita harus undang seperti untuk properti. Kalau untuk Yummy ini sendiri ada bank tapi kecil.

Bagaimana kontrol ke profesional?

(Emil) Kami ada namanya rapat Kamisan itu setiap hari Kamis tiap unit usaha memberi laporan ke kita. Jadi manajer lapran marketing, produksi. Satu per satu PT setiap Kamis dipanggil. Kita sudah punya jadwal selama enam bulan untuk rapat Kamisan ini. Mereka presentasi biasanya saya sama Pak Alex dan manajemen PT. Itu cara kontrol kita.

Kalau untuk pengembangan usaha baru bagaimana?

(Emil) Biasanya kalau ada ide dari mana-mana kita bahas oleh investment board ada beberapa komisaris dan direksi. Tergantung bidang apa, misalnya food panggil orang Pizza Hut, kita bahas.

Ada berapa karyawan di grup daniprisma?

(Alwin) Pizza Hut aja ada 15,000. Kalau tepung ada 700 orang.

(Emil) Di kebun kita ada 5.000. Kalau di total ada 20.000 lebih.

Kalau pesan dari ibu untuk anak-anaknya?

(Emil) Ibu itu punya visi yang kadang kita enggak bisa baca. Kadang-kadang kita ketinggalan sampai akhirnya kita mengerti maunya apa. Misalnya Taman Bunga Nusantara, pertama-tama saya mikir bunga-bungaan ngapain? Bikin kebun bunga ngapain. Tapi begitu tahu runtutannya banyak, daerah situ makmur karena bunga. Langsung kita bikin mainan anak-anak juga.

(Alwin) Saya dari bapak, Pak Bus mengajarkan the more you gift the more you get. Itu CSR lah yang kedua itu bangun koperasi. Sekarang di Sriboga saya gandeng 2.200 UKM yang flour bases. Di Jabar, Jatim, dan yang paling banyak Jateng saya ada sekitar 30-an koperasi. Jadi sekarang 20% produksi terigu masuk ke mereka, UKM dari Sriboga.

Bagaimana dengan Bu Yani?

(Alwin)Bu Yani sekarang lebih ke budaya, wayang orang dan batiklah.

Bu Yani itu kelahiran 1954, Saya 1955, Alex 1957, dan Emil 1959. Kalau bu Yani 54, sekarang cucunya Pak Bus ada 10 orang. Karena yang ditekenkan sama Pak Bus harus sama rata, jadi kalau dulu dibagi empat sahamanya, kalau sekarang generasi kedua kita bagi sepuluh. (***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved