Entrepreneur

Budi Tamora Permai Terus Sasar Pasar Jepang

Oleh Admin
Budi Tamora Permai Terus Sasar Pasar Jepang

Perusahaan yang bergerak di industri perkayuan, PT Budi Tamora Permai (BTP), baru saja dinobatkan sebagai salah satu peraih penghargaan Primaniyarta 2013 dalam kategori eksportir potensi unggulan ekspor. BTP dipandangan berhasil menjadi eksportir yang berkinerja bagus.

Buktinya, produk kayu hasil olahan perusahaan yang berlokasi di Sumatera Utara ini telah sampai ke negara sakura. Permintaan dari Jepang tidak kecil. Sebanyak 80 persen produksi BTP dikirim ke negara itu.

Seperti apa kinerja perusahaan ini? Simak penuturan Hendra Jap selaku pimpinan perusahaan, dan Willie Martin, General Manager BTP.

budi tamora permaiBisa diceritakan sekilas tentang operasional perusahaan?

Willie Martin: Kami ekspor kayu kering mulai tahun 1997. Seiring dengan waktu, tahun 1997 ke depan, ada peraturan terkait ekspor bahwa tidak boleh lagi ekspor kayunya dalam bentuk round timber (bentuk bulat). Jadi, kami melakukan upgrade, di mana kami membuat komponen furnitur yang diekspor ke Malaysia, Taiwan, dan China. Tahun 2000, kami mulai masuk pasar Amerika, di mana kami buat furnitur dan finger joint. Di mana semuanya dari kayu karet.

Di tahun 2002, pasar Jepang meminta kami untuk memproduksi kayu pinus. Itu kayu banyak terdapat di Sumatera Utara. Jadi, kami mulai membuat kayu pinus itu menjadi finger joint laminated boards. Dijoint baru dilaminating jadi papan.

Tahun 2005-2006, kami investasi mesin sawmill automatic. Karena kalau kami pakai kayu pinus itu kan kayunya besar dan panjang, maka apabila manual agak susah, agak pelan.

Kami juga ada fasilitas lab untuk mengetes kekuatan lem sesuai dengan standar Jepang. Semua mesin kami impor dari Taiwan, Jepang, Italia, dan Jerman. Tahun 2010, kami upgrade sawmill untuk kayu karet, karena permintaan kayu karet di Jepang semakin banyak. Sehingga kami harus menambah mesin, lokasi pun kami buat lebih bagus. Sekarang kami sudah ada sekitar 20 unit sawmill. Tadinya cuma enam.

Kami juga beli mesin moulding yang baru yang high speed karena kalau kayu karet itu kayunya kecil. Jadi, kalau mesinnya pelan, susah produksinya.

Sekarang, kami ada 400 karyawan lokal. Dengan produksi sekitar 1.000 meter kubik, atau sekitar 25 kontainer per bulannya.

Bagaimana dengan bahan baku?

Hendra Jap: Umur kayu yang dijadikan bahan baku itu sekitar 25 tahun. Kami mengambil hanya dalam radius sekitar 150-200 kilometer. Jadi, kayu karet masih sangat banyak. Kami masih mengambil di sekitar Sumatera Utara saja. Itu masih banyak sekali. Jadi, kayu karet ini nggak mungkin bisa habis. Di Palembang dan Jambi juga masih banyak. Di sana banyak kebun karet, dan belum tersentuh sampai sekarang.

Kayu karet itu kuat karena 25 tahun. Kami punya buyers yang sudah biasa pakai, jadi mereka sudah tahu. Kalau kami ambil kayu karet muda yang umurnya 10 atau 15 tahun, mereka nggak akan terima. Paling tidak 20 tahun.

BTP mengekspor ke negara mana saja?

Willie Martin: Kami ekspor dalam lembar. Sampai di Jepang mereka akan proses untuk pembuatan furnitur, anak tangga, dan sebagainya. Ini ke depannya, kami menuju ke sana. Jadi, di Jepang, costnya sudah tinggi. Kami berdiskusi dengan buyer, dan mereka minta kami untuk memproduksi menjadi barang jadi. Dan itu yang akan kami kembangkan dalam waktu dekat ini.

Langkah kedua yang dikasih dari Jepang, yaitu kami diminta membuat dulu anak tangganya, setelah sudah konstan, mereka akan kasih order dalam bentuk jadi. Artinya, kami harus cat dan bungkus. Jadi, jualnya sudah per set dengan ukurannya bervariasi.

Hendra Jap: Dan tidak semua perusahaan bisa masuk ke Jepang. Ini kami belum masuk ke Tokyo, kami masih di daerah. Di Tokyo, saya belum dapat satu buyer yang besar. Karena waktu itu saya ada janji atau agreement, di mana kami diminta jangan masuk ke Tokyo. Ke depan, kami akan masuk.

Jadi, penjualan ke Jepang masih dalam bentuk bahan baku?

Willie Martin: Bisa dibilang seperti itu. Sebanyak 80 persen ekspor itu ke Jepang, sedangkan 20 persen ke Eropa. Dan, memang pabrik kami masih under kapasitas. Kapasitas kami bisa sampai 1.600 meter kubik.

Bagaimana rencana ke depan, akan menjual produk yang bernilai tambah, seperti furnitur?

Hendra Jap: Ke depan, kami akan buat furnitur. Dan ada rencana, di mana akar dan bonggolnya pohon itu tadinya dibuang, dibakar, jadi kami mau buat itu berguna. Saya mau buat tapi skalanya kecil. Sekarang kan lagi krisis listrik, jadi kami mau buat pembakaran dari serbuk-serbuk kayu, sama bonggol, akar yang tidak terpakai, kami bawa pulang, untuk dijemur, dihancurkan, dibakar, untuk pembangkit listrik skala kecil. Mungkin satu hingga dua mega, untuk kami pakai sendiri. Ke depan, mau buat itu.

Ada kendala dalam ekspor?

Hendra Jap: Hambatan ekspor tidak ada. Mungkin kalau sekarang krisis listrik. Itu sering terjadi. Dan kadang-kadang minyak solar agak sulit. Sehingga pabrik kadang beroperasi tidak dalam kapasitas penuh. Karena, biasanya, listrik padam di jam-jam kerja. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved