Entrepreneur

Chandra Wijaya, `Rising Star' di Bisnis Kelapa Sawit

Chandra Wijaya, `Rising Star' di Bisnis Kelapa Sawit

Kiprah Chandra Wijaya kian diperhitungkan sebagai pemain kelapa sawit di Indonesia. Pengusaha asal Medan ini baru mengakuisisi lahan perkebunan seluas 5.000 hektar di Sumatera Barat. Menurut Chandra Wijaya, Direktur PT Anom Koto, pasca akuisisi ini, kini ia mengelola perkebunan kelapa sawit seluas 6 ribu hektar. ”Awalnya kami hanya mengelola lahan seluas 1000 hektar,” ujar Chandra.

Chandra Wijaya, CPO, Anam Koto

Chandra Wijaya, CPO, Anam Koto

Sebagai rising star di bisnis kelapa sawit, ketertarikan Chandra menekuni bisnis kelapa sawit mulai dirintis sejak tahun 1997. Alasannya, pada krisis tahun 1997 bisnis kelapa sawit tidak terkena imbasnya. Begitu pula ketika terjadi krisis global baru-baru ini, industri kelapa sawit termasuk yang paling cepat recovery. “Peluang bisnis sawit, masih sangat besar dan bisa diolah untuk berbagai kebutuhan,” katanya.

Itulah sebabnya, tahun 1997 ia men take over pabrik CPO di Pekanbaru senilai Rp 60-70 miliar, plus mengakuisisi perkebunan di Padang seluas sekitar 1.000 hektar senilai Rp 10-15 miliar. Diakuinya akuisisi tersebut terjadi secara kebetulan. Saat itu ada kredit macet koperasi petani plasma yang tidak sanggup membayar cicilan ke Bank Nagari dan Bank BNI. Dari sini ia men-takeover lahan tersebut. “Sebagian telah menghasilkan dari 600 hektar yang tertanam,” katanya.

Ia menambahkan hasil panen saat itu sekitar 500-600 ton/bulan belum maksimal. Idealnya, setiap satu hektar menghasilkan 1.000-1.200 ton/bulan. Dengan lahan seluas 600 hektar yang sudah tertanam, produksinya sekitar 800-1000 ton/bulan. Sedangkan pabrik sawit (CPO) di Pekan Baru, produksinya sekitar 60 ton/jam atau sekitar 400-600 ton/hari.

Saat ini dengan mengolala 6 ribu hektar, ia berharap produksi sekitar sekitar 1.500 ton -2000 ton/bulan. Sebelumnya hanya sekitar 1000 ton/bulan. Diakui Chandra, lahan hasil akuisisinya belum semuanya tertanam, baru sekitar 3000 hektar yang tertanam. “Tahun ini saya menargetkan produksi sekitar 1700 ton – 2.000 ton/bulan. Karena saat ini sebagian lahan masih rehabilitasi khusus untuk pemupukan dan lain-lain, sehingga hasilnya belum maksimal,” tutur Chandra.

Sayangnya Chandra enggan menyebut secara pasti nilai akuisisi lahan tersebut. Tapi investasi terbesar justru di perkebunan kelapa sawit disbanding dengan pabrik CPO. Ia memperkirakan perbandingannya sekitar 4:1 investasinya, artinya 80% untuk perkebunan, dan 20% untuk pabrik. Untuk investasi perkebunan sawit diperkirankan membutkan investasi sekitar Rp 50-60 juta/hektar.

Sedangkan untuk pengelolaam CPO, saat ini ada 4 pabrik yaitu di Riau ( 2 pabrik) dengan total kapasitas produksi sekitar 90 ton/jam, di Sumatera Utara (1 pabrik) dengan kapasitas produksi sekitar 30 ton/jam, sedangkan satu pabrik lagi di Sumatera Barat, kapasitas produksinya sekitar 34 ton/jam. ”Dengan pabrik pengelolaan CPO yang ada, saya berharap bisa memproduksi CPO sekitar 4 ribu-8 ribu ton/bulan,” katanya.

Bahkan, tahun depan ia berencana akan menambah 2 pabrik di Kalimantan Barat yang masing-masing memiliki kapasitas produksi sekitar 30 ton/bulan. “Kami akan mencoba mengembangkan pabrik tanpa kebun di Kalimantan Barat,” tambah Chandra lagi. Paling tidak hingga 2015, ia berambisi menambah 2-3 pabrik dengan kapasitas sekitar 90 ton/jam, mengingat bisnis perkebunan kelapa sawit dan pengelolaan CPO kian prospektif baik untuk pasar domestik dan pasar luar negeri.

Saat ini untuk hasil perkebunan kelapa sawit dan pengelolaan CPO dijual ke beberapa pemain besar di Indonesia seperti Smart Corporation, Musi Mas, KPN (Wilmar Group) Permata Hijau, Tunas Lampung dan lain-lain. Mengingat kebutuhan dalam negeri pasarnya masih besar, sehingga pasar dalam negeri masih menjadi target utama. Tapi, tahun depan untuk pengembangan pasar ia akan menjajaki pasar ekspor khususnya Malaysia dan Cina, rencananya sekitar 50% untuk pasar lokal dan 50% untuk pasar ekspor.

Chandra menambahkan, tahun lalu dari perkebunan kelapa sawit dan pabrik pengelolaan CPO omsetnya sekitar Rp 500- 600 miliar, yang mana sekitar 80% kontibusi berasal dari pabrik CPO dan 20% dari perkebunan. “Tahun ini, saya menargetkan pertumbuhan omset sekitar 15%-20% atau sekitar Rp 700 miliar,” tegas Chandra.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved