Entrepreneur

Ecodoe, Misi Menjadi Green Souvenir Global

Ecodoe, Misi Menjadi Green Souvenir Global

Indonesia adalah salah satu negara penghasil akar wangi terbesar di dunia, selain Bourbon dan Haiti. Tanaman ini banyak tersebar di daerah Garut. Salah satu putra daerah yang bernama Tatang Gunawan, ternyata tidak tahu kalau akar wangi itu banyak tumbuh di tanah kelahirannya.

Ia baru tahu tentang akar wangi yang bisa dimanfaatkan untuk diambil minyaknya, saat kuliah di IPB. Minyak itu kemudian diproses kembali menjadi kosmetik, pelumas senjata, obat-obatan, dan lainnya. Sayang, pengolahannya menyisakan limbah yang banyak.

Inilah yang menggelitik naluri bisnis Tatang. Ia mencoba mengolah akar wangi menjadi sesuatu yang tidak menimbulkan limbah. Dengan akar wangi yang masih segar, ditandai dengan bau harumnya yang khas dan tahan lama, ia mencoba berjualan souvenir saat baru di tingkat pertama kuliah. “Selama masih ada manusia, pasar souvenir pasti ada,” katanya.

Empat tahun berselang, ia bertemu rekan yang kuliah di peternakan IPB untuk mengombinasikan akar wangi dengan bulu domba. Tak seperti negara penghasil wol, seperti Australia dan Selandia Baru, bulu domba di Indonesia dianggap sebagai limbah. Padahal, senyawa keratin yang ada di dalamnya sulit terdegradasi sehingga bisa mencemarkan lingkungan.

“Kami kemudian mengumpulkan bulu domba itu dan mengolahnya menjadi Ecodoe. Misi kami ingin menjadi brand green souvenir andalan Indonesia yang dikenal dan dipasarkan ke seluruh dunia,” katanya.

Seperti halnya bisnis pada umumnya, dua penggawa Ecodoe ini menyiasati minimnya modal dengan berjualan via online lewat Facebook dan Instagram: Ecodoe dan website: www.ecodoe.com.

Ecodoe Lebaran

Dari sana, mereka meniti jejaring hingga akhirnya menemui investor untuk membuka toko offline perdana di Bogor. Mereka juga punya mitra gerai di SMESCO Jakarta dan Kaliunda Gallery di Bali yang menyasar para wisatawan lokal maupun mancanegara yang tengah berlibur di Pulau Dewata.

“Kami juga ikut bermacam-macam kompetisi bisnis untuk tambah modal, hingga yang kemarin di Singapura. Intinya, masalah modal karena ketidaktahuan jaringan,” kata Tatang.

Meski niat mulia keduanya, merintis bisnis, sempat ditentang orang tua, mereka pantang surut langkah. Dengan sabar, mereka memberi pengertian kepada orang tua tercinta kalau banyak peluang wirausaha yang menguntungkan, tak hanya untuk mereka, tapi juga masyarakat di sekitarnya.

Ya, Ecodoe memang memberdayakan peternak di Wonosobo untuk mengumpulkan bulu domba. Itu belum termasuk ibu-ibu yang menjadi pengrajin akar wangi di Garut, serta masyarakat Bogor yang membantu pemasangan bulu dan pengemasan.

“Jadi, banyak pihak yang terlibat. Kami making money tak hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang lain. Ada benefit buat masyarakat sekitar,” ujarnya.

Souvenir yang mereka buat beragam, mulai dari bros kupu-kupu yang harganya Rp 12.000 hingga yang termahal replika dari akar wangi dengan harga hingga Rp 150.000. Bentuknya yang cantik dan baunya yang harum membuat souvenir ini sangat digemari. Pesanan tak hanya datang dari kota-kota besar di Indonesia, tapi juga dari Singapura, Malaysia, Singapura, Filipina, Jepang, dan Italia.

Tim Ecodoe juga telah mendapat beragam penghargaan untuk bisnis sosialnya itu. Seperti, medali emas untuk poster dan perak untuk presentasi pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional di Universitas Diponegoro, Semarang yang digelar DIKTI Agustus 2014. Kemudian, Juara I Sociopreneur Expo di UIN Syarif Hidayatullah, Desember 2014. Terakhir, mereka menjadi jawara di Program Young Social Enterpreneur dari Singapore International Foundation, Oktober 2015 lalu.

“Kami akan ekspansi bisnis pada beberapa pekan ke depan. Reseller belum berjalan meski tawaran yang masuk banyak sekali. Kami sedang menyiapkan sistemnya. Kami punya cita-cita, turis asing yang datang ke Indonesia tak lengkap kalau tidak membawa pulang oleh-oleh souvenir Ecodoe,” kata Tatang.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved