Entrepreneur

Indonesia Fahion Week Pertama Digelar

Indonesia Fahion Week Pertama Digelar

Kolaborasi antara kain tradisional dengan kebutuhan masyarakat modern, maka menghasilkan sebuah karya yang penuh eksplorasi. Observasi dan eksplorasi seorang desainer terhadap kekayaan budaya serta waktu, selalu menghasilkan ouput berbeda. Gegap gempita-nya partisipasi para desainer fashion muda Indonesia dapat tergambar pada keikutsertaan mereka dalam ajang Indonesia Fashion Week(IFW) 2012.

Indonesian-Fashion-Week

Indonesian-Fashion-Week

Lihat saja seperti di hari ketiga IFW, 25 Februari. Enam belas desainer Bali turut membuka show melalui fashion show bertajuk Encore. Pertunjukan tersebut mengangkat koleksi ready to wear. Menarik melihat bagaimana para desainer mengolah busana berdaya pakai namun tetap terlihat memikat dan unik.

Pertunjukan disusul oleh Lenny Agustin yang mengusung tema Offerings. Setelah pada hari sebelumnya mengusung brand kedua-nya, Lennor, pada hari ketiga IFW dengan brand utama Lenny Agustin. Lenny terinspirasi membuat busana cocktail dari pakaian tradisional khususnya pakaian Lampung. Wanita yang kerap dianugerahi berbagai penghargaan ini mengolah Sulam Usus Lampung menjadi lebih fleksibel dan stylish sehingga sangat layak berdampingan dengan busana kaum urban yang berjiwa muda.

Biranul Anas, Guru Besar Kriya Seni (Tekstil), Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB, mengatakan bahwa seharusnya tugas anak muda-lah yang membangkitkan industri fashion Indonesia. Potensi tekstil Indonesia sangat bisa dibanggakan dalam kancah internasional. Kain ikat asal negeri kita diklaim oleh Anas -panggilan Birrul Anas- sebagai kain ikat nomor satu didunia.

Anas prihatin dengan kondisi penghargaan masyarakat khususnya para pelaku industri fashion terhadap kain tradisional. “Jangan hanya pergi ke tukang kain untuk kemudian kita beli dan potong. Itu namanya merusak,” ulas praktisi fashion yang terkenal sebagai pelopor Fiber Art itu.

Anas menambahkan, untuk menumbuhkan ketertarikan pemuda pemudi, seharusnya ada kreasi yang modern dengan basis motif kain tradisional. Misalnya menggunakan contoh pola kain tenun Pandai Sikek untuk menciptakan kain dengan identitas baru yang berbeda. Anas mencontohkan, seperti Rumah Minangkabau yang menjual kain motif tradisional dengan pola modern. Hasil karyanya diserap pasar dengan baik. “Sulit kalau tetap bertahan dengan motif konvensional dan dengan penggunaan yang tidak disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat sekarang,” ujar s Anas panjang lebar.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved