Profile Entrepreneur

Jatuh Bangun Dihqon Kembangkan Bisnis Cleansheet

Founder dan CEO Cleansheet Dihqon Nadaamist. (Dok. Cleansheet)

Dihqon Nadaamist begitu antusias saat diminta menceritakan awal mula membangun bisnis jasa bersih-bersih rumah dan kantor yang didirikannya yakni Cleansheet. Siapa sangka bahwa bisnis yang ia bangun ini bermula dari pengalamannya dalam bertahan hidup di perantauan.

Pada 2019, saat masih kuliah di IPB Bogor, uang saku beasiswa yang seharusnya Dihqon terima tak kunjung cair. Sebagai mahasiswa penerima Beasiswa Bidikmisi, uang saku tersebut sangatlah berarti karena akan digunakan untuk berbagai kebutuhan selama menjalani masa studi.

Tak ingin menyerah dengan cara berutang, Dihqon akhirnya memberanikan diri menawarkan jasa bersih-bersih rumah kepada dosen. Keberanian ini pula yang akhirnya membuka jalan Dihqon dalam membuat bisnis jasa bersih-bersih rumah Cleansheet.

“Saat itu bingung mau makan pakai apa dan harus nyari tambahan penghasilan. Akhirnya saya ada ide untuk menawarkan jasa bersih-bersih ke rumah dosen, dari sini saya dapat uang, dapat makan, dapat tip tambahan juga sampai akhirnya dikenalin ke dosen-dosen lain, ditawarkan juga jasa kebersihannya,” kata Dihqon saat ditemui di Kantor Cleansheet Bogor, Sabtu (25/03/2023).

Setelah semakin banyak permintaan, Dihqon berpikir menjadikan peluang itu sebagai bisnis. Apalagi saat itu banyak teman-teman mahasiswa seperti dirinya mengalami kesulitan serupa. “Akhirnya saya dirikan Cleansheet untuk bisa membantu teman-teman yang seperti saya,” kata pria yang berasal dari Pekalongan ini.

Cleansheet berkonsep sociotechnopreneur yang memberdayakan mahasiswa atau pelajar prasejahtera dan anak putus sekolah dengan menggunakan teknologi modern untuk menyelesaikan berbagai macam permasalahan kebersihan. Cleansheet memiliki misi untuk memberikan kesempatan bagi setiap individu menjadi lebih baik dari segi ekonomi, pendidikan, dan masa depan. Saat ini, Cleansheet telah memiliki 15 karyawan dan memberdayakan lebih dari 250 Rangers Biru (sebutan bagi tim bersih-bersih Cleansheet) yang tersebar di Jabodetabek dan Yogyakarta.

Anak putus sekolah diajak berkolaborasi karena mahasiswa memiliki waktu yang terbatas. Sedangkan anak putus sekolah memiliki waktu luang yang cukup namun sulit mendapat pekerjaan, kalau pun dapat pekerjaan karirnya pun suram.

“Itulah niat itu yang membuat saya fokus untuk mendirikan sociotechnopreneur. Konsep bisnis ini bukan hanya soal uang tapi juga sosial bantu orang. Dengan membantu, kadang orang lain itu ikut membantu tanpa diminta. Tiba-tiba bantu sebarin, dari mulut ke mulut akhirnya lebih gampang (dikenal),” ujarnya.

Saat awal membangun bisnis, Dihqon mengaku cukup sulit karena tidak memiliki modal dan pengalaman. Orang tua guru, sehingga tidak memiliki latar belakang pengusaha. Penolakan sudah sering diterima, apalagi cleaning services saat itu dipandang sebelah mata dan memiliki stigma yang rendah.

Sebelum membuat Cleansheet, Dihqon berbisnis batik, makanan, minuman, konveksi, hingga jasa jalan-jalan. Hal yang membuatnya tetap mempertahankan Cleansheet adalah karena visi dan niat awal. “Saya dulu sudah beberapa kali mau menyerah bangun Cleansheet. Awal usaha belum tahu bagaimana untung, belum bisa bayar orang. Lalu berpikir, kalau saya menyerah, saya enggak bisa bantu yang lain. Akhirnya terus mencoba, mengevaluasi lagi, kadang harus berhenti sejenak untuk bisa mikir apa yang mau dilakukan selanjutnya,” ucapnya.

Mengenai perkembangan dan strategi bisnis ke depan, berikut hasil wawancara SWA Online dengan Dihqon Nadaamist selaku pendiri PT Cita Indonesia Bersih (Cleansheet).

Bagaimana perkembangan bisnis Cleansheet saat ini?

Alhamdulillah perkembangannya lumayan. Dulu hanya beroperasi di sekitar lingkungan kampus IPB dan sekitar bogor, karena sasarannya mahasiswa dan dosen. Kini semakin berkembang apalagi saat pandemi Covid-19 permintaan naik drastis karena orang butuh desinfektan, pembersihan rumah setelah kena Covid-19 otomatis naiknya drastis, sampai sekarang sudah ada di Jabodetabek dan Yogyakarta. Tahun ini rencana ekspansi ke Kota Bandung dan Surabaya.

Bukankah saat pandemi Covid-19 kondisi perekonomian dan bisnis lesu?

Betul, awal pandemi pesanan kami juga terjun bebas. Konsumen kami di sekitar kampus targetnya mahasiswa dan dosen. Ketika pandemi orang pada pulang, mahasiswa pulang ke kampung halaman karena kuliah berhenti, orang juga tidak mau rumahnya dimasuki orang dari luar.

Akhirnya saya diskusi dengan tim, melakukan penyederhanaan dan sempat berhenti beroperasi untuk berpikir apa yang perlu diubah dan inovasi apa yang perlu dilakukan. Akhirnya kami membuat layanan desinfektan. Ternyata cocok di pasar. Jadi banyak pelanggan melakukan sterilisasi rumah, biasanya rumah disemprot desinfektan setelah terkena Covid-19 dari situ permintaan naik. Hingga saat ini customer hampir 10 ribu.

Apa tantangan dalam bisnis jasa bersih-bersih rumah ini?

Tantangannya adalah pasar cepat berubah. Tiba tiba bulan ini anjlok, bulan depan tiba-tiba naik. Kami harus terus berinovasi dan mendekati pasar, baik lama maupun baru. Kami pun terus mensurvei tentang kebutuhan konsumen yang outputnya mengeluarkan layanan baru, contohnya jasa cuci dan service ac serta sofa. Lalu, yang tadinya cuma dari rumah ke rumah, kami coba pasar B to B, kantor, juga ke institusi pemerintahan.

Apakah saat ini Cleansheet sedang mencari investor dan dananya untuk apa?

Iya, itu salah satu strategi. Adanya investor diharapkan bisa membuka pasar lebih luas. Karena kalau kami sendiri yang bergerak, masuk ke B to B, atau B to G butuh waktu lama. Maka kami kolaborasi, cari investor yang memiliki akses, nilai yang sama, yang berpikirnya untuk impact yang besar maka beri dana ke kita, jalin kerjasama buka pasar bareng bareng. Saat ini sudah ada nilainya masih di bawah Rp 5 miliar.

Saat ini banyak startup bangkrut. Apa strategi Cleansheet agar bisa bertahan dan bersaing?

Dari dulu saya enggak ingin cepat booming tapi cepat juga habis. Ini bisnis harus didalami lagi. Fokus kami menguatkan fundamentalnya dulu, mencari orang-orang yang tepat, akademi, teknologi, dan keuangan dikuatkan dulu, jika sudah kuta marketing itu gampang. Kalau fundamental belum kuat sudah ngegas ke pasar yang luas lalu banyak yang komplain maka itu bisa merusak reputasi dan akhirnya bisa hancur. Kami mulai menjajakan B to B juga perlahan tapi pasti. Kontrak setahun atau dua tahun itu untuk mengamankan cashflow dulu.

Berapa harga layanan Cleansheet?

Hitungannya berbeda-beda tergantung layanan yang diminta seperti cuci sofa maka per item, ada juga yang borongan. Harga layanan Cleansheet mulai dari Rp150 ribu per dua jam. Bahkan ada juga yang puluhan juta tergantung luas rumah atau kantor. Maka kami ada custom dan paket.

Harganya memang sedikit lebih tinggi dibandingkan lainnya, karena pasar kami menengah ke atas dan kami menanamkan kepada pelanggan bahwa ini bukan untuk bersih bersih saja tetapi juga untuk membantu anak-anak yang bekerja. Kalau misal bayarannya sudah kecil pendapatannya juga kecil, maka kami naikan biar bayaran mereka juga naik. Terkadang pelanggan pun memberi tip. Pelanggan juga bisa memilih mau berlangganan anak ini saja, jadi dia sudah tahu, enggak perlu diajari lagi dan sudah dipercaya.

Berapa persentase pembagiannya?

Pembagian hasil tergantung layanannya, ada yang 40% untuk Cleansheet dan 60% untuk Rangers, ada 50%-50%, 30%-70%, karena alat kami yang menyediakan. Sebelum terjun pun kami latih.

Jenis layanan apa yang ditawarkan Cleansheet?

Layanan pembersihan sofa, kamar mandi, rumah secara keseluruhan, penyemprotan desinfektan, poles lantai dan lain sebagainya. Pokoknya apapun yang dibutuhin rumah atau kantor kami sediakan. Pemesanan Cleansheet bisa melalui aplikasi, web resmi, atau call center.

Editor : Eva Martha Rahayu

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved