Entrepreneur

Kusnodin Raup Ratusan Juta dari Kaleng Bekas

Kusnodin Raup Ratusan Juta dari Kaleng Bekas

Kaleng bekas yang biasanya berakhir hanya di tempat sampah, di tangan Kusnodin kaleng-kaleng bekas tersebut bisa menjadi hiasan ruangan yang indah. Ia mengawali usaha kreasi kaleng bekas secara tidak sengaja. Pada tahun 1985, ketika masih berprofesi sebagai supir angkot, dia melihat kotak peralatannya yang bolong akibat dikerat oleh tikus. Kusnodin pun memanfaatkan kaleng bekas biskuit untuk menutup lubang tersebut.

Tak berhenti di situ, sisa kaleng bekas tersebut dimanfaatkan untuk memperbaiki hiasan burung merak yang sudah rusak. Setelah proyek perbaikan ini selesai, burung meraknya pun dibeli oleh temannya seharga Rp25.000. Dengan modal awal sebesar Rp125.000 yang diperoleh dari hasil menjual sepeda onthel miliknya, Kusnodin mulai berkarya dengan membuat berbagai replika hewan yang terbuat dari kaleng bekas. Usahanya mulai banyak dirilik oleh pembeli. Saat ini, dalam menjalankan usahanya Kusnodin dibantu oleh anggota keluarga dan beberapa ibu rumah tangga dari lingkungan sekitar sebanyak 30 orang. “Dalam seminggu dengan 30 orang karyawan lepas, satu orang bisa membuat 20 hewan replika ini,” ceritanya kepada SWA Online.

Mengenai harga satu buah kerajinan tangan dari kaleng bekas buatan Kusnodin dijual Rp 175 ribu hingga Rp 35 juta. Menurutnya, harga tergantung pada kerumitan pengerjaan dan besar-kecilnya ukuran replika binatang. Untuk harga Rp 35 juta, ia mengkreasikan kaleng-kaleng bekas itu untuk menjadi sebuah harimau yang ukurannya seperti hewan aslinya.

Kata Kusodin, peralatan yang digunakan untuk membuat produknya tersebut sangat sederhana, seperti gunting kaleng bekas, tang dan pola-pola. Kaleng bekas tersebut didapatnya dari pemulung, biasanya kaleng yang digunakan merupakan kaleng yang masih bagus. Sedangkan pembuatannya kaleng bekas itu dipotong menjadi lembaran dan digunting menyerupai sisir lembut, lalu satu persatu guntingan kaleng bekas tersebut dipelintir menggunakan tang yang kemudian ditempel sebagai bulu-bulu hewan yang akan dibuatnya.

Hasil karyanya pun pernah dijadikan souvenir untuk acara APEC di Bali pada tahun 2013, ia mengaku saat itu kebanjiran order sehingga pengerjaannya tidak berhenti dari pagi hingga larut malam. Dalam hal pemasaran, cara yang dipakai Kusnodin cukup unik, ia menjualnya melalui 15 galeri serta hotel-hotel berbintang yang ada di Yogyakarta. Sehingga pembelinya rata-rata adalah turis.

“Ada juga eksportir yang membeli ke saya lalu dia yang menjualnya ke luar negeri, jadi bisa dibilang pembeli produk saya itu 80% berasal dari luar negeri. Karena kalau dijual di dalam negeri harganya lumayan mahal untuk masyarakat sini,” jelasnya.

Namun, ia mengaku mengenai omset setiap bulannya tidak menentu, terkadang hingga Rp 150 juta tetapi ada saatnya dua bulan juga tidak ada sama sekali yang membeli produk hasil kreasinya tersebut. “Sebulan tidak tentu penjualannya, tetapi nanti sekali laku diambil satu atau dua orang langsung habis. Bisanya produk saya lakunya dibulan Agustus hingga Desember, “ ujar pria kelahiran Magelang ,3 Desember 1960.

Bisnis yang telah dibangunnya sejak lama, ternyata pernah mengalami pasang surut. Di tahun 2016 saat penjualan sedang bagus, showroom Kusnodin yang berada di Yogyakarta hancur dikarenakan terkena bencana gempa saat itu. Akhirnya ia mengalami kerugian yang tidak sedikit. Namun dia masih yakin bahwa bisnisnya ini ke depan bisa berkembang, saat itu ia harus merelakan mobil kesayangannya untuk dijual dan uangnya dijadikan modal kembali. Tak sampai disitu, tahun 2010 musibah kembali melanda Yogyakarta yaitu melestunya Gunung Merapi. “Untuk modal lagi, akhirnya saya pinjam ke BPR,”ungkapnya.

Dalam berbisnis ia berprinsip bahwa untuk permodalan selalu pinjam ke bank. Hal ini menjadi pemicu semangatnya dalam bekerja. Menurutnya bila memakai modal sendiri nantinya dalam berkarya tidak akan produktif. “Kalau saya pake uaang saya buat modal nanti saya malah malas-malasan, kalau pinjam saya jadi punya semangat, setiap tahun pasti saya mengeluarkan kreasi baru,” tegasnya.

Editor : Eva Martha Rahayu


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved