Entrepreneur

Nafas Baru Merek Lokal 'Russel' dan 'Rockwell'

Nafas Baru Merek Lokal 'Russel' dan 'Rockwell'

Di jagat industri musik, kehadiran alat musik merek-merek internasional bukanlah suatu hal yang baru. Bisa dikatakan merek -merek tersebut berjaya dan memiliki banyak peminat di Tanah air. Sebut saja untuk alat musik gitar, merek-merek seperti Gibson, Ibanes, Fender, Yamaha. Mereka telah lama menjadi primadona bagi para musisi dan band lokal menyalurkan bakat serta hobinya.

Namun, kondisi ini toh, tak membuat pemain industri alat musik lokal berkecil hati. Di pentas persaingan, merek-merek lokal perlahan mulai unjuk gigi dengan mencari peluang di pasaran. Merek amplifier Russel dan gitar Rockwell misalnya sampai saat ini masih bisa eksis di tengah gempuran pemain asing. Penjualannya pun bisa dikatakan cukup tinggi, menyentuh Rp 800 juta hingga Rp 1,5 miliar per bulannya.

Di tangan lima sekawan merek tersebut kembali bersinar, setelah sebelumnya hampir mati. Haryanto Hidayat, Resllie Kurniawan, Benny Sadeli, dan dua kerabat lain, punya andil besar melakukan branding ulang, atas dua merek lawan tersebut. Mereka yakin bahwa industri alat musik masih menawarkan peluang yang cerah asalkan dikelola dengan resep yang tepat. “Gitar luar itu sebenarnya tidak hebat-hebat banget tapi mereknya sendiri yang buat hebat. Kita hanya kalah pamor saja, karena mereka telah branding terlebih daluan,” ujar Haryanto.

Haryanto Hidayat-Benny Sadeli-Resllie Kurniawan (Owner RUSSEL & ROCKWELL)

Haryanto Hidayat-Benny Sadeli-Resllie Kurniawan (Owner RUSSEL & ROCKWELL)

Merek gitar dan amplifier yang hampir mati

Sebelum memiliki merek Russel dan Rockwell, Resllie Kurniawan cs sebenarnya hanyalah distributor tunggal dari Russel dan Rockwell. Lewat PT Sumber Suara Berkat Indonesia, tepatnya tahun 2011, mereka memasarkan produk-produk buatan PT Citra Mandiri Perkasa. Namun tak disangka-sangka, berjalan waktu, PT Citra Mandiri Perkasa justru berjalan megap-megap. Pada tahun 2012, Pemilik lamanya menawarkan Resllie cs untuk membeli perusahaan tersebut secara gelondongan, termasuk pabrik, tanah gedung, merek. Beberapa merek yang dimiliki CMP antara lain amplifier Russel, gitar Rockwell, gitar Prince dan juga drum Sante Fe.

Russel dan Rockwell sendiri sebenarnya bukanlah produk yang baru eksis. Sudah lebih dari satu dekade, atau tepatnya tahun 2000-an, CMP sudah mendistribusikan produknya ke dalam negeri hingga luar negeri dan cukup dikenal kalangan musik. Namun sayangnya, persaingan dan juga mismanajemen membuat CMP tidak bisa bertahan. Perusahaan keluarga tersebut memilih melepas bisnisnya dan menjualnya kepada Resllie cs, dengan nominal tertentu. “Ketika ditawarkan ke kami, bisnis kami (di SSBI) sedang bagus, jadi kami tertarik,” ujar Haryanto menceritakan.

Haryanto juga mengatakan, dijualnya CMP, menjadi momen penting bagi para pemilik SSBI untk membuktikan diri. Kelima pemilik, ia ceritakan kebanyakan punya pengalaman sebagai trader, alih-alih produsen. Hampir semua pemiliknya, punya bisnis atau usaha lain selain bisnis yang dijalani di SSBI. “Hanya pak Benny Sadeli saja, yang punya pengalaman sebagai produsen di bidang baja,” ujarnya.

Ketika melakukan take over dari pemilik lama, hal yang pertama ditekankan dan diutamakan ialah perbaikan aktivitas produksi dan juga pemasaran. Benny Sadeli, sebagai orang yang punya pengalaman mengurusi pabrik baja, sengaja diplot untuk mengelola CMP yang menjadi pabrikan tempat Russel dan Rockwell diproduksi.

Penataan CMP dimulai dari efisiensi ketat di pabrik yang terletak di daerah Bandung tersebut. Karyawan yang tadinya berjumlah 110 orang diperkecil menjadi sekitar 40 orang. Itupun dengan kondisi tanpa adanya penurunan angka produksi dari angka sebelumnya ketika masih dipegang manajemen lama. Hanya karyawan-karyawan yang punya kontribusi besar yang diperpanjang ‘nafas’ nya di CMP. Beberapa orang dengan keahlian khusus juga direkrut untuk membawa perubahan di CMP seperti orang-orang yang expert di bidang pemilihan material. “Dengan jumlah tenaga kerja yang lebih sedikit, kami menghasilkan jumlah produk yang minimal sama atau lebih besar,” ujar Benny Sadeli.

Pengawasan dan pengamanan pabrik pun diperketat. Maklum sudah menjadi hal lumrah bila terjadi kebocoran-kebocoran atau kehilangan dalam aktivitas produksi. Tak cuma di pabrik alat musik, pabrik-pabrik lain ia katakan juga sebenarnya mengalami permasalahan serupa apabila sistemnya tidak diatur dengan baik. “Kita tata manajemennya, yang dulu itu lebih ke family company, bukan professional company. Kita yang profesional saja kadang, masih suka kecolongan, barang ilang, itu biasalah dalam lini produksi, sambil kita perbaiki,” ujar Benny.

Saat ini setidaknya sebanyak 400 gitar dan 800 amplifier bisa diproduksi oleh CMP setiap bulannya. Pabrik ini tidak hanya membuat produk khusus Russel dan Rockwell, namun juga terbuka bagi perusahaan lain yang ingin membuat gitar maupun amplifier-nya di pabrik mereka. Tentunya dengan syarat bahwa kebutuhan atas produksi merek sendiri telah terpenuhi terlebih dahulu.

Sebagai pabrik, kiprah CMP ia katakan cukup bagus. Musababnyanya pabrik CMP bisa eksis di tengah tren terjadinya penutupan pabrik pesaing-pesaingnya. Keuanggulan CMP ini disokong dari keselarasan lini bisnis dengan SSBI. Sulit, kata dia, saat ini jika hanya menjadi pabrik yang hanya ‘menjait’ merek orang lain. “Kalau punya brand sendiri kan ada margin tambahan. Lagipula di SSBI kami tidak hanya jadi distributor merek sendiri (Russel dan Rockwell), tapi juga banyak alat musik dengan berbagai merek. Kalau hanya pabrik saja memang berat,” ujarnya.

Strategi branding

Perbaikan bisnis Russel dan Rockwell tak hanya bertumpu pada aspek operasional. Aktivitas-aktivitas pemasaran dan pemilihan opsi bisnis yang tepat menjadi salah satu alasanya kedua merek tersebut bisa bertahan. Opsi-opsi itu antara lain memilah-milah produk Russel dan Rockwell mana yang patut dikembangkan dan dikesampingkan terlebih dahulu. Dulu tipe gitar Rockwell bisa berjumlah lebih dari 60 jenis, namun ketika diambil alih, tidak semua jenis produk tersebut diproduksi. Hanya produk yang digemari pasar saja yang dikembangkan. Manajemen, ia kemukakan, selalu melakukan analisis pasar dan survei sebelum memutuska komposisi produksi. “Kita perkecil, lihat mana-mana yang laku,” ujar Benny.

CMP ia katakan tidak maruk atau tergesa-gesa untuk mengembangkan semua merek yang telah dibeli dari pemilik CMP versi sebelumnya. Padahal tak cuma Russel dan Rockwell, merek-merek lainnya, seperti gitar Prince dan drum Santa Fe juga menjadi bagian merek yang telah terbeli pada tahun 2011 lalu. “Seperti Prince itu, saat awal-awal takeover belum terlalu kita angkat karena brand-nya sudah tua dan vintage banget, sudah 40 tahunan mungkin. Nah. ini sedang kita lakukan dengan perbaikan secara teknis,” ujarnya.

Dari segi identitas pun, Resllie mengatakan terdapat perbedaan mendasar antara Rockwell besutan pemilik lama dan pemilik baru. Jika dulunya, Rockwell bergaya ‘look alike’ atau mirip dengan merek gitar luar negeri, saat ini dibawah pemilik baru, Rockwell punya ciri khas tersendiri dibagian kepala gitarnya atau headstock. Identitas ini penting menurut dia untuk menjamin eksistensi dan menunjukan karakter.

Adapun bagian quality control diawasi langsung oleh Haryanto Hidayat. Maklum ia merupakan satu-satunya di unsur pemilik, yang punya latar belakang musisi dan pengetahuan di dunia musik. Tak heran ia sangat cerewet urusan kualitas. Secara rutin ia kerap melakukan pengecekan kembali atas produk-produk yang sudah jadi. “Dia (orang quality control) saya minta mainin (produknya), lalu saya dengar. Sebab kalau kita tidak cerewet ya susah, nantinya malah asal bunyi doang,” ujarnya.

Berbagai strategi pemasaran diaplikasikan SSBI untuk meningkatkan penujualan Russel dan Rockwell, salah satunya dengan melakukan endorse kepada musisi ternama tanah air, antara lain Edwin Marshal Syarif, Jacklin Rossy Natalia, dan lain-lain. Tak hanya musisi ternama, kalangan komunitas juga menjadi target endorse SSBI. Secara rutin, Russel dan Rockwell kerap melakukan demo klinik musik di dealer-dealer mereka guna mempromosikan produk. “Rata-rata saat ini musisi sudah percaya dengan produk kita,” kata Resllie.

Dari segi pricing ia mengatakan CMP hanya menargetkan pasar low dan medium segment dalam penjulannya. Mereka belum tertarik untuk masuk ke pasar high costum guitar, seperti yang dilakukan produsen gitar lokal asal Sidoarjo, Jawa Timur, Rick Hanes yang banyak produksi untuk kebutuhan gitar di luar negeri. “Harga kami dikisaran Rp 1,5 juta sampai Rp 5 juta,” ujarnya.

Mendirikan sekolah musik

Terbaru, SSBI juga melakukan terobosan baru untuk mengenalkan Russel dan Rockwell. Sejak tahun 2014 lalu, kelima kerabat tersebut kompak membuat sekolah musik bernama Russel Rockwell School and Music Store di wilayah Serpong Tangerang. Di sekolah musik tersebut semua alat musik yang digunakan merupakan merek-merek besutan mereka sendiri. Keberadaan sekolah musik ini ditujukan sebagai wadah agar para muridnya bisa merasakan langsung menggunakan merek Russel dan Rockwell. “Jadi semacam showcase kami. Mereka bisa experienced brand kami disana,” ujar Resllie.

MUSIC STORE 4 copy

Saat ini sebanyak 200 murid, ia klaim telah terdaftar di sekolah musik tersebut. Ke depan, rencananya SSBI akan mewaralabakan sekolah musik tersebut agar penetrasinya makin kencang layaknya Sekolah musik Yamaha yang telah menjamur dimana-mana. Resllie menargetkan di tahun ini Isudah ada lima sekolah musik Russel dan Rockwell. “Karena salah satu sekolah musik di Indonesia yang punya produk dan merek lokal ya Russel and Rockwell,” ujar Resllie.

Membangkitkan merek ‘Prince’

Setelah sukses melakukan penataan di Russel dan Rockwel. Resllie cs merasa sudah siap untuk mengorbitkan kembali merek gitar dan amplifier ‘Prince’. Resllie mengatakan merek ini sebenarnya lebih lawas dari Russel dan Rockwell atau sudah lebi 35 tahun yang lalu. “Bila dulu segmen untuk low-ed, nantinya ke depan kami akan buat untk segmen premium,” ujarnya.

Pemilihan segmen premium ini kata dia agar tidak saling bertabrakan dengan Russel dan Rockwell yang bermain disegmen tersebut. Dengan perbedaan segmen diharapkan keduanya bisa tumbuh beriringan. “Nanti bulan Mei akan diluncurkan, harganya kisaran Rp 4,5 juta sampai Rp 7,5 juta juta rupiah,” ujarnya.

Ia musisi endorse khusus guna melanggengkan jalan Prince yaitu pemain bass Harrt Toledo bealiran jazz. Pria kelahiran Riau, 6 Juli 1972 ini telah mengenal instrumen bass sejak kelas 6 SD. IA mengawali langkah di dunia musik jazz saat merilis album INNER BEAUTY bersama bandnya, Cherokee. Setahun kemudian, ia bermain bas di Bali Lounge yang mengukuhkan dirinya menjadi salah satu musisi jazz terbaik yang dimiliki Indonesia.

Beberapa musisi dan grup band yang pernah berkolaborasi dengan Harry antara lain Ireng Maulana n’ Friends, Cherokee, Bali Longe 1 & 2, Bob James, Phil Perry, Kenny Rankin, Harvey Mason, Jack Lee, Asia Beat, Incognito, dan Akira Jimbo. Beberapa penyanyi Indonesia juga mempercayainya sebagai pemain bas untuk album mereka seperti Krisdayanti, Ari Lasso, dan Iway. Hingga 2008, Harry tercatat telah merilis beberapa album solo, yaitu Soul Emotion Bass 1 (2006), Soul Emotion Bass 2 (2007), danSoul Emotion Bass 3 (2008). (EVA)

Kinerja Russel dan Rockewell

* Omset: Rp 800 juta hingga Rp 1,5 miliar per bulannya. * Produksi 400 gitar Rockwell per bulan 800 amplifier Russel per bulan * Alamat Pabrik Jl. Nanjung Km.2 No.6 Lagadar, Cimahi * Luas Area: 2.500 m2

Sejarah Singkat PT Sumber Suara Berkat Indonesia

(2009) Memulai kiprahnya di distribusi alat musik di Indonesia dengan nama CV sumber Suara Bahana, dengan mencoba langsung memasarkan produk-produk Original Equipment Manufacturer (OEM) sound system dan amplifier oleh beberapa pabrikan China dan Indonesia dengan nama ‘Maxtone” dan ‘Power Art’.

(2010)

Melebarkan sayap dengan menambah dua merek baru yaitu ‘T-Sound’ dan ‘Whysound’ serta menjual berbagai jenis produk-produk lain seperti spare part, Instrument musik dan kelengkapan alat musik lainnya untuk memenuhi kebutuhan komunitas pecinta dan profesional musik

(2011)

Menjadi distributor tunggal untuk merek dalam negeri gitar Rockwell, amplifier Russel, gitar Prince dan drum Santa Fe yang di produksi PT Citra Mandiri Perkasa

(2012)

– Membeli PT Citra Mandiri Perkasa (gitar Rockwell, amplifier Russel, gitar Prince dan drum Santa Fe) – Berganti nama dan badan usaha menjadi PT Sumber Suara Berkat Indonesia

(2014) – Meresmikan sekolah musik dan toko musik yang di gelar di Russel & Rockwell Music School & Store di gading serpong, Tangerang.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved