Entrepreneur zkumparan

Rahasia Bisnis Karpet Al Barkat dengan 27 Toko

Atta Ul Karim, Pemilik Al-Barkat Oriental Rugs and Carpets dengan 27 toko

Berawal dari sebuah toko karpet pada tahun 1993, kini jaringan gerai Al Barkat Oriental Rugs and Carpets menjelma menjadi 27 toko di beberapa kota Indonesia. Lokasi tokonya tersebar di Jakarta, Serpong (Banten), Bogor, Surabaya, Makassar, Bandung, Medan, Pekanbaru, Balikpapan, Semarang, Purwokerto dan lainnya.

Produk yang dipasarkan Al Barkat adalah karpet impor dari 7 negara, seperti Pakistan, Turki, Iran, Afghanistan, Kazakhstan, masih banyak lagi. Harga karpetnya dibanderol jutaan, mulai dari Rp 4 juta hingga puluhan juta per unitnya.

“Karpet itu seperti barang seni. Jadi, sebenarnya tidak ada batasan harga, karena sama seperti lukisan. Harga karpet ratusan juta sampai Rp 1 miliar pun ada di tempat kami. Ukurannya besar dan motifnya 100 persen sutra, ” ujar Atta Ul Karim, Pemilik Al-Barkat Oriental Rugs and Carpets.

Atta mengungkapkan, tiap negara memiliki ciri khas produk karpetnya. Karpet Iran bagus, karena handmade pakai tangan, bahannya wool dan sutra. Bahan baku dan proses pembuatan inilah yang membuat mahal, pakai tangan dan benangnya tipis, dalam satu inchi ada 180 ikat disulam. Sementara karpet rajutan tangan paling bagus berbahan sutra. Kalau yang pakai mesin produk bagus berbahan acrylic. Karpet Isfahan (Iran) juga bagus, tapi yang terbaik itu Qum, dari Iran juga.

Menurut generasi kedua karpet Al Barkat ini, produk yang banyak diminati konsumen Indonesia adalah kategori bagus dan murah buatan Turki dan Iran. Karpet Turki dikenal harganya murah dan bagus. Kalau karpet Iran memang bagus banget dibuat secara handmade, makanya harganya cukup mahal. Pengerjaan karpet handmade pakai tangan, 6 bulan hingga 4 tahun.

Pelanggan karpet Al Barkat datang dari semua kalangan, mulai dari pejabat, artis hingga masyarakat umum. Untuk artis ada nama-nama beken, semisal Ashanty, Tyas Mirasih, Titi Kamal- Christian Sugiono, Novita Sari, Naga Lyla, Nikita Willy, Jessica Mila, dan masih banyak lagi. “Para artis biasanya beli karpet yang motifnya limited edition,” dia menuturkan.

Koleksi produk karpet Al Barkat ada empat jenis, pertama, handmade (rajutan tangan) jenis sutra maupun wool yang berasal dari beberapa negara, seperti: Pakistan, Iran, Afghanistan,Kashmir, Turki dan Rusia. Kedua, machine-made yang berasal dari beberapa negara, seperti: Turki, Mesir dan Iran. Ketiga, karpet masjid (sajadah roll) terdiri dari berbagai pilihan dan ukuran. Keempat, karpet meteran untuk memenuhi kebutuhan kantor, hotel dan rumah.

Berapa omzet bisnisnya? Atta mengaku, penjualan karpet tidak bisa dipukul rata sehari laku berapa unit. Yang terjadi adalah malah dua minggu cuma laku dua unit karpet, tapi harga unitnya bisa puluhan juta. “ Karpet kan barang seni, jadi tidak ada omzet tetap, pernah sebulan penjualan Rp40 juta, Rp 100 juta , Rp 200 juta dan lainnya.. Jadi tidak pasti,” dia menegaskan.

Dalam menghadapi persaingan bisnis, Atta tidak gentar. “Kalau kompetitor saya ada 100 tidak masalah, kenapa? Karena saya pakai harga jujur dan harga terbaik. Kalau saya jual mahal orang gak bakal balik belanja lagi. Lebih baik kita jujur, orang balik lagi belanja dan akan dipromosikan dari mulut ke mulut. Alhamdulillah, kami juga ada website resmi dan Instagram. Bisa dilihat yang beli dari artis, pejabat, pengusaha karena itulah kunci sukses usaha kami harus jujur,” jelas Attas memaparkan rahasia suksesnya.

Ihwal Atta terjun ke bisnis karpet ini karena didorong melanjutakan usaha keluarga. Sang ayah adalah pendiri perusahaan. “Sejak tahun 1993 hingga sekarang ayah masih aktif di Indonesia (bisnis karpet). Pertama kali saya ke Indonesia tahun 2009, saya mau melanjutkan usaha orang tua,” tutur pria kelahiran Pakistan, 18 April 1993 ini.

Selama menjalankan roda bisnis, Atta ingin menjaga nama baik keluarga, reputasi bisnis serta memperluas networking. “Saya ingin punya banyak teman dan saudara di Indonesia, mau itu artis, politikus, pejabat, TNI, polisi, orang kayak gimana pun, mau saya jadikan teman,” ucapnya yang mengaku kini status sudah WNI seraya menyebut dunia bisnis karpet tidak ada tantangan sulit yang signifikan.

Di tengah pandemi, bisnis karpet bisa dibilang masih bertahan. “Semua ada hikmahnya. Buat saya Covid-19 membuat orang bisa istirahat di rumah, mungkin manusia sudah terlalu capek bekerja, jadi disuruh pakai masker dan jaga jarak. Saya juga tidak memberhentikan karyawan. Saya rumahkan, tapi tetap saya beri gaji, karena kita tidak boleh memutuskan rezeki orang, karena ada anak dan istri dan keluarganya yang mendoakan, sehingga kita pun ikut didoakan,” tutur anak ketiga dari empat bersaudara ini.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved