Entrepreneur zkumparan

Sam Ali, Pionir Produsen Software 4G di Indonesia

Sam Ali, Pionir Produsen Software 4G di Indonesia

Akan diberlakukannya aturan kewajiban konten lokal bagi produsen telepon seluler yang memasarkan produknya di Indonesia ditangkap dengan cepat oleh pendiri PT Tata Sarana Mandiri Technologies (TSM Technologies). Perusahaan ini sekarang memosisikan diri sebagai pemain lokal independen yang memproduksi peranti lunak dan perakitan ponsel 4G. Persisnya, TSM berkiprah sebagai original design manufacturer (ODM) yang mendesain serta memproduksi ponsel.

Sam Ali

Sam Ali, Pendiri TSM Technologies

Menariknya, TSM merupakan perusahaan Indonesia pertama yang bisa membuat ponsel cerdas 4G. “Kami bisa buat ponsel 4G ini setelah melihat peluang aturan TKDN di mana ponsel yang beroperasi di atas 2.300 MHz harus ada 30% local content, sedangkan BTS mesti 40% local content,” kata Sam Ali, pendiri dan Chairman TSM.

Luar biasa, ODM ini sekarang memiliki klien ponsel top: Asus, Xiaomi, Polytron, SPC, Mito, Advan, Evercross, dan merek-merek top lain yang tidak bisa disebut namanya. Mereka memercayai TSM sebagai pemain lokal yang mampu memproduksi ponsel pintar yang dilengkapi konektivitas 4G LTE berbasis Time Division Duplexing (TDD) dan Frequency Division Duplexing(FDD). Perusahaan yang dalam memproduksi ponsel pintar 4G menggunakan processor Qualcomm Snapdragon ini sudah punya kemampuan desain, mulai dari kustomisasi peranti lunak, sistem operasi, dan aspek desain (antarmuka, produk, hingga tata letak sirkuit).

TSM didirikan tahun 2012 oleh Sam Ali bersama dua mitranya. Sam sudah memulai bisnis ponsel sejak 2009 ketika bersama seorang mitra bisnisnya dari Taiwan mendirikan pabrik ponsel di China. Salah satu perusahaannya juga pernah bekerjasama dengan Indosat dalam penyediaan ponsel. Perusahaan yang dia bangun di China itu, IDEA, sampai sekarang masih eksis dan dipercaya membuat berbagai produk ponsel pintar asal India, Amerika, Amerika Selatan, dan Eropa, dengan kapasitas produksi dua juta unit ponsel per tahun.

Karena sudah punya kemampuan dan pengalaman produksi ponsel di China, ketika berlaku aturan Pemerintah RI tentang kewajiban kandungan lokal bagi produk ponsel di Indonesia, Sam lalu berpikir melakukan investasi dan produksi di Batam. Dia lalu bekerjasama dengan perusahaan assembly house di Batam dan men-set up lini produksi ponsel.

“Saya yang mendesain baju dan memotongnya, lalu orang lain yang menjahitnya,” Sam menganalogikan bisnisnya dengan bisnis pakaian. Tahun 2014 TSM memulai dengan ponsel 4G untuk Bolt (TDD). Lalu, pada 2015 bekerjasama dengan Polytron meluncurkan ponsel pintar FDD. Setelah itu, klien lain pun berdatangan.

Sam menjelaskan, membangun bisnis ini sangat tidak mudah karena industri ponsel banyak terkait dengan hak cipta pihak lain sehingga harus mau membayar lisensi jutaan dolar. Contohnya, untuk lisensi teknologi 3G ataupun 4G, pihaknya bekerjasama dan mendapatkan lisensi dari Qualcomm. “Prosesnya tidak mudah selain mahal. Awalnya, perusahaan saya di China, IDEA, hanya mengambil sublisensi. Tetapi karena makin mahal, akhirnya kami urus lisensi sendiri secara penuh,” lanjut WNI yang lama di Amerika Serikat dan baru pulang tahun 2000 ini.

TSM saat ini memiliki tim R&D yang fokus membuat peranti lunak ponsel untuk OS (operating system). Selain itu, juga mulai masuk ke pekerjaan hardware design, PCP Lay out, ID, dll. Untuk hardware design, teknisi TSM saat ini masih dibantu oleh tim IDEA yang punya kemampuan mendesain segala merek ponsel. Targetnya, pada 2018 tim TSM sudah bisa jalan independen, tanpa pendampingan dari tim IDEA.

Sam punya visi mengajak pabrik-pabrik komponen ponsel agar mau berinvestasi di Indonesia. Karena itu, dia mendorong Kementerian Perindustrian serta Kementerian Komunikasi dan Informasi untuk memfasilitasinya. Diakuinya, investor bidang teknologi seperti ini tak banyak lantaran harus membayar lisensi jutaan dolar dan daur hidup ponsel pintar sangat pendek, hanya enam bulan. “Kemampuan desain produk harus tinggi agar tidak buang uang. Jangan sampai belum produksi sudah out of date,” katanya menjelaskan.

Tim inti TSM sekarang dijaga di level 30-an orang yang dianggap sebagai think tank. Beberapa pekerjaan lain dilakukan secara alih daya, termasuk perakitan handset ponselnya. “Saya sendiri punya latar engineering, jadi paham. Saya terlibat pada product development,” kata Sam yang menempuh studi SMP sampai S-2-nya di AS.

TSM banyak mengambil lulusan Institut Teknologi Bandung yang dilatih di China untuk menjadi staf. Pada 2011, selama berbulan-bulan tim IDEA mengajari tim TSM di Indonesia agar bisa melakukan pekerjaan ODM tersebut. “Mereka mau melakukan transfer tekhnologi karena mereka orang saya, dari perusahaan milik saya. Kalau perusahaan asing, tidak akan mau,” kata pria lulusan S-1 teknik elektro dan MBA dari universitas di AS ini.

Sam bersyukur kini TSM sudah cukup baik dari sisi keuangan. “Di tahun awal kami lebih banyak investasi. Waktu itu kami dianggap orang gila karena bermain di bidang ini,” kata ayah dua anak yang kelahiran November 1957 ini.

Dia sangat yakin akan masa depan bisnisnya (produksi ponsel cerdas 4G). Pasalnya, saat ini di Indonesia terdapat 100 juta pengguna ponsel 2G yang ke depan akan dialihkan teknologinya ke 4G. Sebab itu, dia yakin proyek barunya, candy bar phone, akan bisa diproduksi 10-20 juta unit hingga tiga tahun ke depan, bekerjasama dengan merek-merek ponsel top di pasaran. TSM kini juga sedang bernegosisasi dengan pembeli di tiga negara lain, yakni perusahaan dari Malaysia, Vietnam, dan Filipina. Bila prediksi itu tepat adanya, jangan heran jika nama TSM akan kian berkibar dalam beberapa waktu ke depan. (Reportase: Herning Banirestu)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved