Entrepreneur

Siswono Yudohusodo: Buka Lahan Pertanian Baru, Perluas Lahan Milik Petani

Siswono Yudohusodo: Buka Lahan Pertanian Baru, Perluas Lahan Milik Petani

Siswono Yudohusodo sejatinya adalah pengusaha properti yang sukses, lewat PT Bangun Tjipta Sarana, yang kemudian diangkat menjadi Menteri Perumahan Rakyat dan kemudian menjadi Menteri Transmigrasi di era Orde Baru. Perhatiannya ke dunia pertanian yang besar mengantarkannya menjadi Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) pada tahun 1999. Kini ia menjadi anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar dan menjadi Wakil Ketua Badan Kehormatan DPR. Bagaimana gagasan dan pemikirannya di bidang pertanian? Siswono menuturkannya kepada Rangga Wiraspati:

Apa permasalahan di bidang pertanian dan pangan yang dihadapi Indonesia?

Secara umum dan singkat, Indonesia menghadapi permintaan pangan yang luar biasa tinggi dalam 10-15 tahun terakhir, karena pertumbuhan penduduk sebesar 1,5% per tahun. Kedua, peningkatan jumlah rakyat dan pendapatan rakyat Indonesia menuntut jumlah pangan yang lebih banyak dan lebih berkualitas. Di lain pihak, peningkatan jumlah dan kualitas produksi tidak bisa mengimbangi kebutuhan tersebut. Akibatnya kita mengimpor begitu banyak untuk kebutuhan pangan nasional dan pasar pangan Indonesia yang sangat besar dimanfaatkan oleh produsen luar negeri, mulai dari daging, beras, gandum (karena rakyat dididik untuk makan roti dan mi, serta kita tidak mampu memproduksinya), sampai susu, buah-buahan, dan sayur-mayur.

Intinya, permasalahan pokok industri pertanian dan pangan Indonesia adalah peningkatan permintaan tidak bisa diimbangi oleh peningkatan produksi dalam negeri. Selain itu, banyak permasalahan lahan pertanian yang dihadapi Indonesia. Pertama, banyak lahan pertanian yang dikonversi menjadi lahan nonpertanian. Contohnya, di seluruh Indonesia tidak kurang dari 100.000 ha lahan pertanian yang berubah fungsi menjadi nonpertanian setiap tahunnya, baik untuk real estat, industrial estat, jalan tol, jalan, irigasi, dll. Dilemanya hal itu semua adalah apa yang Indonesia perlukan juga saat ini, dan ironisnya justru terjadi di daerah-daerah yang subur, seperti Karawang, Pasar Minggu, Depok, rata-rata hampir seluruh kota besar meluas karena pertambahan penduduk dan urbanisasi. Karena dulu kota-kota berada di tengah hamparan sawah yang luas, maka pengurangan lahan pertanian menjadi sangat besar.

Siswono Yudo Husodo

Perlu dicatat, konversi tersebut diperlukan juga karena pertumbuhan penduduk membutuhkan pembangunan pemukiman dan infrastruktur juga. Masalah lainnya di bidang pertahanan ini, tanah usaha milik petani jumlahnya terus menurun. Dari data sensus pertanian terakhir di tahun 2003, rata-rata luas kepemilikan lahan petani 0,7 ha, sementara di tahun 1983 masih 0,89 ha. Di Jawa, di tahun 2003 rata-rata petani hanya memiliki 0,3 ha, di tahun 1983 masih 0,58 ha. Dengan lahan usaha yang semakin menyempit, penghasilan petani terus berkurang. Petani menyumbang 60% angka kemiskinan di Indonesia. Keadaannya berbanding terbalik dengan negara-negara di Eropa, AS, dan Brasil, yang setiap tahun lahan pertanian meluas, sehingga mekanisasi pertanian bisa dijadikan kebutuhan, seperti penggunaan traktor.

Di Indonesia mekanisasi tidak optimal karena lahan pertanian terus menyusut. Akibat mekanisasi yang tidak berjalan optimal, biaya produksi relatif tinggi. Masalah sengketa lahan pertanian terjadi di semua tempat, terutama di Sumatra dan Jawa. Jumlah sengketa yang dapat diselesaikan lebih sedikit daripada jumlah sengketa baru yang muncul. Persoalan sengketa lahan yang menumpuk menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial yang mengancam negara. Banyak negara yang mengalami pergolakan sosial dan berujung revolusi karena persoalan tanah. Persoalan tanah menjadi lebih kompleks ketika banyak petani menjual tanahnya kepada pengusaha-pengusaha besar. Ketegangan sosial terjadi karena adanya ketimpangan kepemilikan lahan pertanian di Indonesia. Ironisnya, pemerintah pun turut memberikan lahan-lahan pertanian yang besar kepada pengusaha. Maka kami mendesak untuk segera diadakan reformasi agraria, sehingga petani bisa mendapatkan kemudahan seperti pemberian lahan-lahan milik pemerintah.

Apa pemikiran-pemikiran Anda untuk memajukan bidang ini?

Kunci untuk meraih ketahanan pangan, kemadirian pangan, dan kedaulatan pangan nasional adalah peningkatan produksi pangan dalam negeri, yang bisa dilakukan dengan membuka area-area pertanian baru dan memperluas kepemilikan lahan milik petani yang semakin menyempit. Semua negara yang industri pertaniannya sukses memiliki lahan pertanian yang luas.

Tentunya insentif harga bagi petani sangat relevan, karena pendorong utama peningkatan produksi pertanian adalah kebijakan harga, bukan kebijakan yang lain. Jika harga menguntungkan petani, pasti mereka terpacu. Salah satu penyebab jatuhnya harga petani adalah masuknya surplus produk pertanian berumur lama dan berharga murah dari luar negeri yang dibiarkan oleh pemerintah selama bertahun-tahun. Sebutannya adalah residual trading. Menurut saya kuliner kita perlu kembangkan juga, jadi disesuaikan dengan komoditas pertanian dalam negeri. Misalnya di Meksiko, rakyatnya suka makan roti, tetapi Meksiko tidak produksi gandum tetapi produksi jagung, maka dibuatlah tortilla yang berbahan dasar jagung.

Apa obsesi dan passion Anda di bidang ini?

Saya dan rekan-rekan tengah mempersiapkan dan mematangkan dua UU, yaitu UU Pangan dan UU Holtikultura. Pembuatan dua UU ini berlandaskan semangat pembangunan kemandirian pangan dan upaya peningkatan produksi hasil pertanian. Masih ada dua UU lagi yang akan menyusul, yaitu UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dan UU Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Apa saja yang harus dilakukan pelaku bisnis?

Pengusaha Indonesia perlu mendukung modernisasi pertanian Indonesia. Kesuksesan industri karet dan kelapa sawit terjadi karena adanya sinergi antara petani, BUMN, dan pengusaha swasta. Sinergi ini memicu efisiensi produksi pada pertanian, namun sayangnya dalam konteks holtikultura lokal sinergi ini belum terbentuk.

Apa saja yang harus dilakukan pemerintah?

Negara perlu mensponsori perluasan lahan pertanian seperti yang dilakukan Belanda dan Brasil. Sebagai contoh, sebelum PD II rata-rata petani Belanda saat ini memiliki 12 ha, saat ini satu petani di Belanda memiliki sekitar 80 ha. Rata-rata petani Brasil saat ini memiliki 45 ha lahan. Jika lahan pertanian luas, mekanisasi pertanian optimal, maka petani pun makmur. Karena mayoritas masyarakat Indonesia berprofesi sebagai petani, jika petani makmur maka mereka dapat membuat dunia industri Indonesia semakin tumbuh dan Indonesia akan semakin makmur. Selain itu, pemerintah perlu mengatur agar harga produk pertanian menguntungkan petani, dengan cara menetapkan tarif tinggi kepada produsen luar negeri yang melakukan residual trading ke Indonesia.

Tugas negara adalah mengatur harga komoditas pangan dalam negeri agar menguntungkan pelakunya. Mekanismenya melalui bea masuk. Secara makro, pemerintah perlu memainkan instrumen penunjang ekonomi negara seperti fiskal, moneter, dan administratif dengan baik. Negara pun perlu mendidik pola dan karakter makan orang Indonesia. Jadi masyarakat diarahkan untuk mengkonsumsi makanan yang berbahan dasar hasil produksi pertanian lokal, sehingga tidak beralih ke makanan yang berbahan dasar hasil produksi pertanian luar negeri.

Negara mana saja yang bisa jadi benchmark industri pertanian dan pangan di Indonesia?

Contoh yang paling ideal adalah Taiwan, karena meskipun lahan pertanian mereka tidak luas, land reform di sana berhasil. Dibanding Jepang yang perekonomiannya ditopang oleh sekelompok perusahaan besar, iklim persaingan bisnis di Taiwan cenderung lebih merata. Jika Anda membeli saus tomat di Taiwan, mereknya relatif tidak terkenal, namun saus tersebut diproduksi oleh petani lokal, sehingga produk tersebut mendapatkan added value. Jadi, petani Taiwan tidak lagi menjual tomat mentah, namun sudah berupa saus tomat dalam botol. Bandingkan produksi saus tomat di AS yang didominasi merek-merek seperti Heinz dan Delmonte.

Nomor dua adalah Brasil, karena mereka sukses melakukan modernisasi yang sesuai dengan kondisi alamnya yang tropis. Desain pertanian Indonesia masih warisan dari Belanda, yang menyebabkan ongkos produksi menjadi tinggi. Di Brasil, perkebunan dan pabrik karet, tebu, dan singkong berada di sepanjang pinggiran Sungai Amazon, sehingga hasil panen dapat langsung didistribusikan ke manca negara. Jadi Brasil merupakan benchmark dalam membangun efisiensi dan daya saing. Ketiga, Thailand dapat dijadikan contoh untuk pengembangan riset dan teknologi pertanian. Ada branding seperti pepaya bangkok dan durian bangkok karena riset pertanian yang hebat. Kualitas hasil pertanian cenderung homogen, yang tidak sesuai standar dibuang.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved