Entrepreneur

TV Gratis dari Pakar Satelit

TV Gratis dari Pakar Satelit

Tak banyak yang tahu Indonesia memiliki sejumlah pakar satelit kelas dunia. Salah satunya, Meiditomo Sutyarjoko. Lulusan Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung ini sudah malang-melintang di persatelitan global.

Karier Meidi di dunia satelit dimulai saat bersama lima orang lainnya dari Indonesia dikirim B.J. Habibie belajar satelit ke Amerika Serikat tahun 1989. Di sana mereka belajar sekaligus bekerja di Hughes Space and Communication Company –kini bernama Boeing Satellite Development Center– mulai dari mendesain, melakukan integrasi, mengetes, meluncurkan, sampai mengoperasikan satelit.

Meiditomo Sutyarjoko

Meiditomo Sutyarjoko, pakar satelit yang menciptakan TV gartis

Di Hughes, Meidi terlibat dalam berbagai proyek satelit. Salah satunya, mendesain satelit untuk kapal angkatan perang AS, UHF Follow-On, yang membuat kapal induk mampu berkomunikasi di mana-mana. Sepanjang kariernya di perusahaan tersebut, 1989-96, Meidi terlibat dalam sejumlah proyek pembuatan satelit top seperti AUSAT B1, B2 dan B3; Galaxy J1, J2 dan J3; Palapa C1 dan C2; serta Inmarsat 3. “Ada 15-20 satelit di mana saya terlibat dalam desain dan pembuatannya,” katanya.

Tahun 1996 Meidi balik ke Jakarta. Setelah itu, kariernya terus melesat. Setelah sempat menjadi Chief Technology ArabSat di Dubai, dia menjadi Eksekutif Senior VP untuk engineering dan operation Asia Broadcast Satellite (ABS). “Di ABS saya sibuk keliling Asia, Afrika, Arab, karena ABS memiliki banyak teleport,” kata pria yang sering terlibat dalam berbagai forum satelit internasional ini.

Tahun 2012, babak baru kehidupannya terbuka ketika ABS tertarik mengembangkan pasar Indonesia. Meidi menawarkan diri menjadi mitra lokalnya. “Awalnya, CEO ABS reluctant karena belum tahu market-nya. Namun setelah dijelaskan, akhirnya mau menjadikan kami sebagai mitra lokal,” katanya. Sejak itulah dia menjadi entrepreneur bersama kawan-kawannya yang dulu bersama berangkat ke AS belajar satelit. Mereka mengibarkan PT Broadcast Broadband Services Indonesia (BBSI) yang bisnisnya di bidang konsultan satelit. Lalu, BBSI mendirikan PT Sarana Mukti Adijaya (SMA) dan PT Sarana Media Vision (SMV). Meidi dkk. (Omar, Wicak, Eko, Fajar dan Indra) sekarang aktif mengelola tiga perusahaan ini.

Bisnis SMA adalah sebagai operator satelit, pengelola teleport (telekomunikasi satelit), penyedia fiber optik ke luar negeri dan provider Internet. Klien SMA antara lain Telkom, Indosat dan Telkomsel. Meidi sempat menjadi Presdir SMA sebelum akhirnya dilepas setelah dia berkarya di BRI. Dia memang sempat menjadi lead consultant untuk proyek satelit BRI, tetapi kemudian diminta menjadi profesional tetap sebagai EVP Bidang Satelit dan Jaringan Infrastruktur. Karena memegang posisi itu, posisi Meidi di sejumlah perusahaan miliknya hanya sebagai komisaris atau pemegang saham.

Salah satu perusahaan Meidi dkk. yang kini sedang hot dan digenjot ialah SMV yang bergerak di layanan teve satelit gratis (free). Meskipun di Indonesia sudah ada 15 stasiun televisi siaran gratis yang tayang nasional, Meidi dkk. melihat masih banyak wilayah blank spot karena lokasinya jauh dari transmisi. Baru 3/4 wilayah Indonesia yang tergarap teve yang ada. Inilah yang mendorong timnya mendirikan SMV dengan memberikan tontonan teve nasional berbasis satelit yang diberikan secara gratis. Namanya, SMV FreeSat TV.

SMV FreeSat TV menggunakan satelit milik ABS. Pada tahap awal peluncurannya, SMV menayangkan sekitar 60 kanal domestik dan internasional. Namun, satelit yang dipakainya sendiri bisa menyebarkan 300-an kanal. “SMV FreeSat TV memungkinkan masyarakat menikmati tayangan teve hanya dengan membeli set-top-box seharga Rp 499 ribu, sudah termasuk antena parabola mini. Sekali beli, itu saja,” katanya.

Saluran teve luar yang sudah bisa dinikmati gratis untuk tahap awal ini antara lain France 24, Bloomberg TV, CGTN, Al Jazeera English, Russia Today dan Channel 8. Lantas, bagaimana SMV mencari uang?

Nah, di samping paket gratis tersebut, SMV TV juga menyajikan paket tontonan berbayar dengan sistem ala carte untuk kanal-kanal pilihan seperti Fox dan HBO. Harga per kanal Rp 10 ribu. “Revenue stream kami dari channel yang dikelola dengan ala carte. Selain itu, juga didapat dari stasiun teve yang join dengan kami. Itu karena mereka membayar iuran ke kami. Keuntungan teve join dengan kami, jangkauan pemirsa mereka menjadi makin luas,” kata Meidi.

Dia berharap dari kanal yang tersiar dari SMV, kelak dua pertiganya bisa konten-konten Indonesia. Dia juga yakin tak akan sulit menggandeng kalangan stasiun teve luar untuk bergabung dan membayar ke SMV sehingga bisa tayang di Indonesia. “TV luar bayar fee ke kami dalam dolar, kalau TV lokal gratis,” katanya.

Pada setahun pertama, SMV FreeSat TV yang sudah mengantongi izin Keminfo untuk menyelenggarakan layanan siaran Direct-to-Home secara nasional ini menargetkan bisa menggaet 500 ribu pelanggan dan tahun ketiga diharapkan bisa 3 juta pelanggan. “Saat ini harus inden, permintaannya melebihi target,” ujarnya. Untuk pemasaran, SMV menggandeng distributor nasional guna menjual set-top-box, yaitu PT Mitra Media Perkasa. MMP merupakan pemain besar untuk penyedia set-top-box satelit yang memiliki jalur distribusi dan 42 gerai layanan di seluruh Indonesia.

Meidi meyakini investasinya di SMV sebesar US$ 4 juta-5 juta dalam tiga tahun akan balik –nilai investasi itu tidak termasuk untuk set-top-box karena bekerja sama dengan MMP. “Bisnis kami seperti Google, tidak harus berbayar semua untuk bisa menghasilkan,” kata pria kelahiran Yogyakarta, 28 Mei 1964, ini penuh optimisme.(Riset: Sarah Ratna)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved