Entrepreneur

Wiyanna Zarwin, Profesional yang Berbisnis Food Container

Wiyanna Zarwin, Profesional yang Berbisnis Food Container

Menjalankan bisnis sambil tetap bekerja sebagai profesional, apa bisa ? Wiyanna Zarwin sedang mulai menjalaninya. Sejak menamatkan kuliah S1 dari jurusan Teknik Arsitektur – Universitas Parahyangan, Bandung tahun 2000, perjalan karir Wiyanna melaju cukup panjang dan pesat dalam dunia korporasi. Ia pernah menjabat sebagai Business Development Manager di PT Anugerah Synergy Pratama dan PT BaGS ( Oil & Gas Company) tahun 2008 hingga 2009. Hingga akhirnya tahun 2009 Wiyanna pun pindah ke Tower Bersama Group dan menjabat sebagai Corporate Communication Head.

Kini Ia juga mulai menjajaki dunia bisnis dengan membuka sebuah food court dengan konsep cukup unik, yang diberi nama Food Container. Tentu bukan perkara mudah membagi konsentrasi antara tugas-tugas penting di kantor dan bisnis baru yang butuh perhatian ekstra. Bagaimana Wiyanna menyiasatinya ? Dan apa saja mimpinya untuk bisnis ini? Berikut kutipan wawancara SWA dengan pendiri sekaligus pemilik Food Container tersebut.

Wiyana Iron - Pendiri dan Pemilik Food Container

Wiyana Iron – Pendiri dan Pemilik Food Container

Apa yang melatarbelakangi Anda membangun Food Container ini?

Sebenarnya ini adalah bisnis kedua, sebelumnya saya sudah memulai dengan bikin Bazar City Festival, sekitar 4 tahun belakangan ini. Jadi sudah 4 kali event. Bazar City Festival itu semacam, festival yang isinya beragam usaha kreatif hadir di sana, tetapi didominasi usaha kuliner. Makanannya unik-unik sekali, dan enak. Jadilah pengunjung pun suka. Alhasil, ketika eventnya sudah selesai, pengunjung yang sudah terlanjur suka jadi bertanya-tanya di mana bisa beli makanan itu kalau di luar event. Dari situlah saya mulai memikirkan harus ada satu tempat yang permanen untuk pengusaha-pengusaha makanan kreatif tetapi skalanya masih kecil itu. Maka saya pikir Food Container ini solusinya.

Anda mendesain model bisnis ini sendiri atau menggandeng konsultan ?

Saya mendesainnya sendiri, mulai dari model bisnis sampai model food courtnya.

Latar belakang Anda adalah profesional, bagaimana bisa mendesain model bisnis sendiri ?

Dari latar belakang saya yang bekerja di bidang corporate communication itulah saya banyak belajar soal model-model bisnis. Saya banyak mendapat ilmu bisnis dalam keseharian saya bekerja di sana. Saya jadi tahu, ada model bisnis di mana kita bisa berperan sebagai penyedia tempat bagi orang-orang yang punya potensi usaha bagus, tetapi tidak cukup modal untuk berkembang.

Selain itu, saya punya latar belakang pendidikan Arsitektur, maka seluruh desain bangunan Food Container itu juga saya desain sendiri. Saya orang suka desain dan segala produk kreatif, makanya Food Container ini seperti wadah bagi saya juga untuk meyalurkan bakat itu. Food Container ini konsepnya adalah modern industrial dengan menggunakan container bekas sebagai bagian dari arsitektur bangunan. Lalu bagian dalamnya saya sengaja menampilkan material seperti semen, kayu dan besi dalam warna dan tekstur aslinya.

Kenapa memilih bisnis di bidang kuliner ?

Karena menurut saya kuliner alias makanan itu adalah bisnis yang cukup stabil, karena makanan itu kan kebutuhan dasar manusia. Tetapi ya butuh kesabaran, apalagi dengan konsep yang baru, butuh waktu untuk bisa diterima masyarakat.

Apa keunikannya Food Container dibandingkan dengan food court yang lain ?

Jadi saya menggabungkan konsep food court dan kafe. Untuk konsep food court, saya memilih tenant dengan selektif sekali. Makanannya tidak hanya unik dan enak, tetapi juga operasionalnya bisa memenuhi standar kebersihan dan kesehatan. Kedua, unsur konsep kafenya, kami menyediakan pelayan, kan kalau di food court umumnya mengantri sendiri untuk memesan dan makanannya bawa sendiri ke meja. Nah, kalau di kami, disediakan pelayan dan buku menu. Maksudnya agar pengunjung benar-benar nyaman, tidak perlu keliling mencari makanan apa yang mau dipesan, tidak perlu antri dan bawa makanannya. Itu yang menurut saya uniknya food court ini dengan yang lainnya.

Sepanjang menjalani bisnis, sejak Bazar City Festival hingga Food Container, apa saja tantangan yang dihadapi ?

Ada banyak, tetapi satu tantangannya bisnis kuliner itu harus ekstra sabar dan tahan banting, sampai bisa diterima pasar. Saya waktu memulai Bazar City Festival itu saya investasi awal Rp 300 juta, tetapi dari event pertama sampai yang kedua masih nombok, setelah event ketiga baru dapat keuntungan. Jadi untuk yang Food Container ini pun saya harus menyikapi demikian, butuh proses agar produk baru bisa diterima pasarnya.

Bagaimana caranya membagi konsentrasi dan waktu antara bisnis, pekerjaan kantor dan keluarga ?

Bagi saya yang paling penting adalah komitmen dan fokus dengan pilihan kita. Jadi kalau di kantor saya sebisa mungkin menyelesaikan semua pekerjaan tepat waktu, jadi nggak ada pekerjaan yang menumpuk. Lalu untuk bisnis, karena ini kan baru , jadi saya harus ekstra kasih perhatian. Setiap malam sepulang dari kantor saya mampir untuk mengecek hasil kerja di Food Container hari itu. Setiap akhir pekan saya full time di Food Container sembari mengajak anak dan suami. Mereka sangat mendukung pilihan saya ini.

Apa prinsip Anda dalam berbisnis ?

Sabar dan yakin pasti bisa. Saya sudah buktikan prinsip itu berhasil saat saya mulai bangun Bazar City Festival, pada event yang pertama dan kedua sama sekali belum ada hasil, sabar, saya pikir segal sesuatu butuh proses, dan saya yakin selama kita mau berusaha akan ada hasilnya. Maka hasilnya adi event yang ketiga keyakinan itu berbuah hasil, hingga event keempat dan seterusnya. Jadi berbisnis itu harus sabar dan yakin. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved