Profile

Riyanto, Bercita-cita Bawa BSB Masuk Lima Besar

Riyanto, Bercita-cita Bawa BSB Masuk Lima Besar

Riyanto bisa disebut sebagai profesional yang loyal. Sejak awal kariernya, ia telah bergabung dengan Bank Bukopin melalui officer development program pada 1988 hingga kini ia menjadi Direktur Utama Bank Syariah Bukopin (BSB), anak perusahaan Bank Bukopin. Jadi, Riyanto telah bekerja untuk Bukopin sekitar 25 tahun. “Memang kalau di Bukopin, pada umumnya, nasabah dan karyawan sungguh loyal,” kata pria kelahiran 31 Juli 1961 ini kepada Denoan Rinadi, Reporter Swa Online minggu lalu.

Selama 25 tahun berkarier di Bukopin, ia telah banyak menjabat berbagai posisi. Mulai dari Kepala Divisi Risk Management, Kepala Divisi kerja sama BPPN dan Bukopin, Kepala Divisi Perencanaan dan Analisa Keuangan yang merangkap sebagai Direktur Utama Bukopin Finance. Riyanto menjabat sebagai Kepala Divisi Corporate Secretary sebelum akhirnya ia pindah ke Bank Syariah Bukopin sebagai Direktur Utama pada 2008. “Pada 2008, ketika Bukopin mengakuisisi Bank Perserikatan Indonesia (BPI), saya langsung menjadi Dirut BPI dan kemudian dikonversi menjadi Bank Syariah Bukopin pada tahun itu juga,” ungkap Riyanto yang gemar bersepeda dan golf.

Kontribusinya terhadap perkembangan BSB tidak main-main. Hal itu bisa dilihat dari kinerja keuangan sejak ia memimpin bank itu. Jika dibandingkan dengan kondisi lima tahun lalu, ketika BPI baru diakuisisi oleh Bukopin, saat ini aset BSB naik 6 kali lipat, dari Rp 600 miliar dan saat ini mencapai Rp 3,6 triliun. Begitu juga jumlah pembiayaan yang mengalami kenaikan signifikan, dari hanya Rp 190 miliar per tahun pada 2008 menjadi Rp 2,6 triliun, DPK dari Rp 300 miliar menjadi Rp 2,7 triliun saat ini. “Jadi pencapaian selama 5 tahun sudah tumbuh lebih dari 5 kali kondisi awal,” kata Riyanto.

Riyanto, Dirut BSB (kiri)

Pendirian BSB sendiri, jelas Riyanto, merupakan strategi Bank Bukopin untuk masuk ke sub-sektor industri perbankan, yaitu bank syariah. “Memang BSB ini merupakan strategi Bank Bukopin dalam mengembangkan sekaligus menyelamatkan BPI ketika mengalami masalah. Kami kembangkan dan sehatkan BPI dengan mengembangkan perbankan syariah. Tentunya di samping meningkatkan kualitas sistem, SDM, produk, dan jaringan, citra Bukopin banyak menbantu BSB. Jadi memang semua kami lakukan, dari sisi bisnis kami lebih fokus, kembangkan produk-produknya, tingkatkan layanan, GCG, dan lainnya,” papar Riyanto.

Di industri perbankan syariah yang tergolong masih baru dan dalam tahap awal pengembangan, tantangan yang dihadapi BSB merupakan tantangan umum yang juga dihadapi para entitas bisnis lain di industri ini, yaitu ketersediaan SDM yang masih belum memenuhi kebutuhan industri. “SDM untuk perbankan syariah masih kurang. Ada kesenjangan antara kebutuhan dengan kesediaan tenaga syariah,” katanya.

Tantangan selanjutnya, menurut Riyanto, adalah perbankan syariah yang juga harus bersaing dengan perbankan konvensional yang secara industri sudah ada sejak lama di mana masyarakat sudah terbiasa menikmati produk dan layanan perbankan konvensional. “Tentunya bagi bank syariah yang hadir belakangan, harus mampu bersaing dan mengejar tingkat layanan dan produk perbankan konvesional yang sudah dikenal dan dinikmati nasabah pada umumnya. Itu bukan hal yang mudah karena bicara layanan juga bicara hal teknologi, SDM di mana perbankan konvesional sudah mapan dari sisi teknologi, SDM, dan jaringan,” ungkap Riyanto yang selalu memegang nilai-nilai profesionalisme sebagai bankir dan amanah.

Sebagai Dirut yang sudah memasuki usia senja, targetnya tidak muluk-muluk. Riyanto hanya ingin membawa BSB masuk dalam peringkat lima besar bank syariah di Indonesia dalam tiga tahun ke depan, di mana saat ini menurutnya BSB masih pada posisi enam. “Saat ini masih pada posisi 6. Harapannya 3 tahun yang akan datang bisa masuk ke dalam 5 besar,” harapnya yang menganggap kerja sebagai ladang ibadah. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved