Profile Profil Profesional

Rully Moulany, Perintis Kepemimpinan Red Hat di Indonesia

Rully Moulany, Country Manager PT Red Hat Indonesia

Menapaki tangga dunia kerja pertama di perbankan, Rully Moulany tidak menyangka perjalanan kariernya akan berlabuh di sektor teknologi informasi (TI) hingga sekarang. Begitu asiknya berkutat di industri tersebut, dia tidak menyadari lebih dari 20 tahun waktunya dicurahkan. Dan, kini dia dipercaya sebagai Country Manager PT Red Hat Indonesia.

Sebagai pimpinan tertinggi Red Hat di Indonesia, Rully bertanggung jawab dalam pengembangan dan pelaksanaan strategi pertumbuhan, mendorong penjualan dan mengembangkan kemitraan untuk Red Hat Indonesia. Dengan puluhan tahun pengalaman di bidang penjualan dan pemasaran TI serta bekerja dengan klien-klien enterprise dari sektor telekomunikasi, jasa keuangan, dan sektor publik, kepemimpinan, peran Rully sangat penting bagi keberhasilan Red Hat yang berkelanjutan di Indonesia.

Sebelum bergabung dengan Red Hat, Rully menjabat sebagai Business Group Head of Office Division in the Marketing and Operations di Microsoft Indonesia. Dia juga pernah bekerja di Oracle Indonesia, LogicaCMG Telecoms (kini dikenal sebagai Acision), Axalto (sebelumnya merupakan bagian dari layanan Schlumberger Information, kini dikenal sebagai Gemalto) dan NEC Indonesia. Pengalaman kerja di perusahaan TI Jepang, Amerika dan Eropa ada dalam genggamannya.

Dari semua perusahaan TI yang pernah dia singgahi, Rully mengaku Red Hat Indonesia adalah tempat dia bekerja yang paling lama. Ibaratnya sejak awal kelahiran Red Hat di Indonesia, dia ikut membidani. “Red Hat baru 7 tahun di Indonesia. Kami pemain baru dan saya adalah orang pertama yang dipercaya sebagai Country Manager di Indonesia. Tahun 2013 Red Hat Indonesia didirikan. Sekitar satu tahun posisi pemimpinnya kosong, karena di-manage langsung oleh kantor regional Red Hat Singapura. Saya orang pertama memimpin Red Hat Indonesia. Tim saya awalnya di bawah 10 orang, kini kami memiliki tim 50 orang,” jelas pria kelahiran Serang, tahun 1977 itu.

Peraih gelar Master of Science di bidang Electrical Engineering dari University of Massachusetts, AS dan gelar Bachelor of Science di bidang Electrical Engineering dari University of Wisconsin, AS ini mengaku dunia TI menjadi passion-nya. “Saya tertarik dengan bidang TI karena sangat dinamis. Selalu ada hal baru yang dipelajari, pergerakan sangat cepat dan permasif. Apapun bidang yang digeluti perusahaan, TI memainkan peran penting dalam proses bisnis,” ujar pehobi olahraga lari itu menjelaskan alasannya.

Menurut Rully, Indonesia dianggap Red Hat sebagai potential market tinggi dan dituntut dengan pertumbuhan tinggi juga. Mengapa? Jika dilihat sebagai pasar yang tersedia, banyak peluang yang belum digarap atau disentuh pemain TI lainnya. Contoh Small Medium Business yang belum menggunakan teknologi. Bahkan, perusahaan besar di Indonesia yang sudah mengadopsi teknologi mesti di-upgrade, potensi kelas menengah yang terus tumbuh, usia produktif besar, apalagi usia muda digital savvy berlimpah. Bahkan, di tengah pandemi tuntutan teknologi makin tinggi untuk mengakselerasinya.

Kendati kantor Red Hat Indonesia hanya ada di Jakarta, namun klien tersebar di kota-kota besar Tanah Air. “Kami bekerja sama dengan perusahaan lain sebagai mitra lokal di sejumlah kota untuk menangani berbagai proyek,” tegas Rully tentang alasan belum dibukanya kantor cabang di sejumlah daerah.

Red Hat adalah pemain open source terbesar di Indonesia. “Sebenarnya saya kenal open source cukup lama sejak awal terjun ke dunia TI. Kala itu sudah banyak dibicarakan pelaku TI. Sebelum bergabung dengan Red Hat, pemahaman saya tentang open source tidak mendalam. Banyak belajar open source setelah gabung dengan Red Hat. Ternyata, saya bertambah yakin bahwa open source bisa mengubah teknologi sangat mendasar,” jelasnya. Ke depan, Rully ingin membawa industri open source di Indonesia lebih maju.

“Waktu awal direkrut Red Hat, saya berpikir bahwa open source adalah barang gratisan, sehingga terbersit pikiran apakah mampu menggaji saya. Ini salah satu contoh. Banyak barrier orang menghindari open source. Faktanya, hal itu tidak sepenuhnya tepat, malah perkembangan open source sangat maju dalam 5 tahun terakhir,” ujarnya menegaskan.

Menurutnya, ada perbedaan Red Hat dengan pemain lain dalam ekosistem open source. Sejatinya, open source adalah metodologi pengembangan software, perangkat lunak atau ujung tombak teknologi. Nah, yang dilakukan Red Hat adalah menggunakan metodologi open source itu. Lalu, di-leverarge kapabilitas dan komunitas untuk membangun software yang inovatif, dinamis dan dibungkus dalam versi yang dapat dikonsumsi oleh enterprise atau perusahaan secara aman, nyaman dan mudah digunakan.

Saat ini pengguna open source di Indonesia dari semua sektor industri, seperti perbankan, kesehatan, telekomunikasi, finansial, distribusi, farmasi, consumer goods, manufaktur dan lainnya. Tanpa disadari, kita tidak mungkin hidup tanpa open source karena aktivitas keseharian kita dari bangun tidur sampai tidur lagi di malam hari selalu menyentuh teknologi open source. Mulai buka handphone, konsumsi content di device, ambil uang di ATM dan sebagainya.

Bagaimana tantangan mengembangakan open source? “Ini klasik, teknologi kan dinamis dan banyak rupanya. Jadi, masalah skill dan ketersediaan talenta selalu menjadi tantangan. Untuk itu, Red Hat ambil peran dengan memberikan kurikulum dan content open source ke sejumlah universitas. Kami melihat ada kendala di sini, sehingga Red Hat membantu kurikulum belajar untuk kuliah jurusan Komputer dan Teknik Informatika,” jelas Rully.

Seiring dengan digitalisasi, kebutuhan terhadap teknologi meningkat. Kebetulan yang banyak diakses adalah open source. Misalnya jika industri TI tumbuh 20%, maka open source dua kali lipat. Pendemi Covid-19 memberikan afirmasi bahwa transformasi digital tak bisa ditunda lagi. Makanya, sekarang perusahaan yang performanya bagus adalah perusahaan-perusahaan yang telah mempersiapkan diri dengan TI sejak lama.

Rully menyebut meski Red Hat memimpin open source, namun pihaknya tidak sok tahu dengan memberikan prediksi-prediksi tren TI ke depan. “Jika ada orang yang melakukan prediksi teknologi 3-5 tahun ke depan itu ngarang. Sebab, teknologi open source sangat dinamis. Contoh Edge Computing pada 5 tahun lalu belum ada di terminologi TI. Kami beruntung dapat menangkap tren dengan cepat. Contoh, containerized applications, kami yang pertama dan menjadi leading di industri. Sebab, 5 tahun lalu sedikit sekali pemain yang berkutat di sana, tapi kini ramai pemainnya,” ungkapnya.

Saat ini Red Hat fokus pada teknologi open hybrid cloud. Sebab, pihaknya percaya ini adalah enabler untuk semua use case yang akan dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan dalam mentransformasikan bisnis mereka. Mengapa open hybrid cloud? Cloud adalah masa depan. Open karena semua orang tidak ingin terkunci di satu platform. Hybrid, pada kenyataannya tidak semua pindah ke cloud. Akan ada banyak hal yang tidak bisa pindah cloud. Maka dari itu, open hybrid cloud Ini menjadi mantra Red Hat. Pihaknya memiliki banyak solusi terkait cloud platform, otomasi, tools, framework untuk memudahkan pelanggan dalam mengadopsi cloud tersebut.

Untuk solusi lain, Rully melihat tren sekarang adalah 5G di industri telekomunikasi. Ini akan membuka banyak potensi yang sebelumnya tidak dimungkinkan. Ini terkait Internet of Thins dan Edge Computing, yang bicara sensor dalam jumlah ribuan yang bisa diolah datanya untuk benefit kehidupan sehari-hari. Kebetulan kekuatan Red Hat di open hybrid cloud dan kontainerisasi, sehingga berani memosisikan sebagai pemain yang bisa menjadi andalan enterprise.

Dampak pandemi Covid-19 terhadap kinerja Red Hat di Indonesia, diakui Rully justru membuat bisnisnya tidak saja survive, tapi justru berkembang. Ini seiring dengan semakin meningkatnya jumlah perusahaan yang melakukan transformasi teknologi dan Red Hat mendampingi. “Pertumbuhan kami sehat dan memuaskan,” dia mengklaim.

Meski bisnis Red Hat terus bertumbuh, tapi perusahaan tidak melulu business oriented. Namun, di sisi lain ada kontribusi nyata dalam kegiatan Corporate Social Responsibility, utamanya bidang pendidikan. Ada program Red Hat Academy kerja sama dengan universitas untuk memberikan kurikulum sehingga ada konten yang siap untuk industri siap kerja. Program ini ada di seluruh Indonesia sejak 3 tahun lalu dengan ratusan universitas. Terakhir kerja sama dengan Kominfo dalam program Digital Talent Scholarship.

Tahun 2021, agenda bisnis Red Hat sudah tertulis solusi dan produk baru yang bakal diilis. Perusahaan ini siap meningkatkan fitur-fitur baru pada solusi kontainerisasi platform, otomation cloud, plus open hybrid cloud. Selain itu, akan mengembangkan bisnis dengan perkembangan organik maupun akuisisi agar penawaran lebih lengkap, aman dan relevan dengan kebutuhan pasar.

Rencana pengembangan bisnis ke depan, Red Hat akan mengembangkan dari sisi Sumber Daya Manusia dan pasar/pelanggan. Juga, fokus menggarap klien di industri telekomunikasi, keuangan/perbankan yang selama ini sudah kuat dijalankan. Tak lupa, lebih banyak merangkul mitra lokal. Ini untuk memperkuat kemampuan Red Hat Enterprise Linux dan Red Hat OpenShift yang dirancang untuk membantu enterprise mendorong Edge Computing mereka ke Hybrid Cloud.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved