Book Review

Dari Pemimpin Perang Kuno untuk Pemimpin Bisnis Modern

Dari Pemimpin Perang Kuno untuk Pemimpin Bisnis Modern

Judul : Power Ambition Glory

Penulis : Steve Forbes dan John Prevas

Penerbit : Crown Business, 2009

Tebal : xii + 308 halaman

Pada saat menulis resensi buku Hannibal Crosses the Alpskarya John Prevas (2001) untuk Majalah Forbes, Steve Forbes mengambil kesimpulan bahwa semua pemimpin yang mencapai sesuatu yang besar, baik dalam bisnis maupun politik, biasanya melakukannya dengan menentang pemikiran konvensional saat itu. Elemen yang dibutuhkan pemimpin yang sukses juga tidak pernah berubah dari waktu ke waktu. Sejarah Yunani kuno juga telah mengajari kita bahwa kepemimpinan merupakan hal yang paling penting bagi kemakmuran rakyat.

Dengan pemikiran demikian, Steve Forbes, bakal calon presiden Amerika Serikat dari Partai Republik untuk Pemilu 1996 dan 2000 yang juga merupakan CEO dan Editor-in-ChiefMajalah Forbesyang sangat berpengaruh, bekerja sama dengan John Prevas untuk menulis buku ini. Prevas sendiri telah melakukan napak tilas di pegunungan Prancis, Iran, Afganistan, Uzbekistan dan Pakistan untuk meneliti kehidupan tokoh-tokoh yang dibahas di buku ini.

Tesis dasar buku ini adalah terdapat persamaan yang sangat mengagumkan antara pemimpin masa lalu dengan masa kini. Forbes dan Prevas kemudian memilih enam tokoh dari Mediterania kuno untuk didiskusikan dalam buku ini: Cyrus, Xenophon, Alexander yang Agung, Hannibal, Julius Caesar dan Augustus. Semua tokoh ini memiliki karakter dan gaya kepemimpinan sendiri-sendiri. Dengan demikian, pelajaran yang dapat dipetik dari mereka menjadi sangat bervariasi dan saling melengkapi.

Bagi Cyrus yang mendirikan Kerajaan Persia (di mana Iran berada sekarang), kepemimpinannya bukan sekadar menaklukkan, tetapi membangun dengan visi. Walaupun daerahnya kelihatan seperti padang gurun belaka, Cyrus mampu melihat posisi strategis Persia dengan visi sebagai penghubung antara Cina dan Barat.

Persamaan Cyrus dalam konteks bisnis modern adalah Ray Kroc yang mengembangkan McDonald’s. Dulu, mengembangkan restoran drive-in merupakan hal yang tidak masuk akal, tetapi Kroc melihat posisi strategisnya seiring dengan pertumbuhan industri otomotif di AS.

Selain itu, Babilonia yang ditaklukkan Cyrus dapat diibaratkan dengan mentalitas perusahaan yang berpikiran bahwa pangsa pasarnya tidak mungkin direbut sampai terlambat untuk menyadarinya. Goodyear, yang dulu kala merupakan pemimpin pasar, menjadi contoh perusahaan dengan mentalitas Babilonia.

Tantangan yang dihadapi Xenophon lain lagi. Ditekan dari luar dengan musuh yang jumlahnya mencapai 100 kali lipat, Xenophon masih harus menghadapi anak buahnya yang menuntut agar suaranya didengarkan . Dia sukses melewati itu semua dengan membangun tujuan bersama (common purpose) dan konsensus. Dengan keahlian berkomunikasi dan memotivasi anak buahnya, Xenophon berhasil membalikkan kondisi putus asa menjadi kesuksesan. Kepemimpinannya membuktikan bahwa tim yang memiliki motivasi dan dipimpin dengan baik akan mampu mengatasi musuh yang jumlahnya ratusan kali lebih kuat.

Tokoh berikutnya sudah tidak asing bagi kita: Alexander yang Agung. Tokoh legendaris ini sukses luar biasa di kancah perang, tetapi nasibnya harus berakhir karena ketidakmampuannya dalam menentukan batasan ambisinya. Pelajaran terpenting dari tokoh ini adalah bagaimana ambisinya menjadi “Lord of Asia” dengan memasuki Afghanistan, Uzbekistan dan India justru membunuh dirinya karena kehabisan sumber daya. Di sisi lain, pada saat ditanya mengapa Kroc begitu lambat mengembangkan bisnisnya, dia menjawab tidak akan melakukan ekspansi kalau belum bisa memastikan semua toilet di gerai McDonald’s bersih sempurna.

Tokoh yang dibahas berikutnya adalah Hannibal. Dia memiliki kemenangan yang sama fenomenalnya dengan Alexander yang Agung. Bedanya, Hannibal mampu mengontrol ambisinya. Baginya, kepemimpinan adalah mengenai mengalahkan musuh dan bergerak lebih dekat ke tujuan. Kepemimpinan bukan untuk memuaskan ego pribadi dan memuaskan kepentingan sendiri. Dari sisi taktik, Hannibal juga menempuh cara yang tidak biasa bahkan bisa dibilang “gila” di saat itu: menyeberangi pegunungan di musim salju sehingga memberikan serangan yang tidak terduga oleh musuhnya. Sam Walton dengan Walmart-nya merupakan contoh aplikasi Hannibal dalam konteks bisnis modern. Dulu penguasa industri ritel di AS adalah Kmart dengan jumlah toko yang mencapai 50 kali lipat. Sam Walton mengalahkan Kmart dengan memakai teknologi informasi dan memasuki daerah pinggiran. Taktik ini merupakan sesuatu yang tidak biasa di saat itu.

Julius Caesar juga memiliki legenda yang tidak kalah dari tokoh-tokoh sebelumnya. Faktanya, Julius Caesar menaklukkan daerah yang lebih luas dan bertempur lebih banyak daripada Alexander. Berbeda dari Alexander, Julius menyempatkan diri mundur sejenak untuk mengonsolidasikan daerah kekuasaannya dan mereformasi Pemerintah Roma. Selain itu, Julius pun lebih mampu memaafkan musuhnya yang mau mengaku. Julius percaya bahwa dia memiliki takdir yang sakti untuk menjadi raja dunia. Sama seperti Alexander, Julius juga berakhir karena egonya dan kelemahannya yang memungkinkannya dibunuh oleh lingkaran dalamnya. Hank Greenberg yang pernah menjadi legenda di AIG dan Sandy Weill dari Citibank merupakan contoh manifestasi modern mengenai pemimpin bisnis besar yang jatuh karena egonya.

Tokoh yang terakhir adalah Augustus yang dapat dikatakan merupakan contoh pemimpin ideal. Augustus membangun kerajaan dengan infrastruktur politik dan finansial. Timnya pun dibentuk dengan orang-orang yang kompeten. Dia sendiri juga menyadari kekuatan dan kelemahannya serta sejauh mana dapat mengembangkan kerajaannya. Buku ini menyatakan Augustus adalah contoh pemimpin ideal yang kepemimpinan dan kesuksesannya berasal dari keseimbangan antara power, ambition dan glory. Alfred Sloan yang mendirikan General Motors merupakan contoh pemimpin ideal yang mengaplikasikan prinsip kepemimpinan Augustus dalam konteks bisnis modern.

Buku ini ditutup dengan tiga kesimpulan utama. Pertama, karakter merupakan fondasi utama tempat seorang pemimpin yang baik dibentuk. Berikutnya, kemauan untuk mempertimbangkan pendapat dan perspektif orang lain menunjukkan keyakinan diri dan kekuatan seorang pemimpin. Terakhir, sukses sebuah bisnis tidak ditentukan semata oleh keahlian dan kharisma seorang pemimpin.

Power Ambition Glory merupakan buku yang harus dibaca dengan pelan dan cermat, terutama bagi yang tidak terbiasa dengan sejarah Mediterania kuno. Beruntungnya, buku ini memberikan pengantar dan peta sebelum membahas seorang tokoh secara rinci. Walaupun agak berat, pelajaran yang diberikan oleh tokoh sejarah sangat mendalam, baik untuk kehidupan, bisnis, karier maupun politik.

Dengan melihat pengalaman para tokoh di atas, penulis buku ini berharap kita, pembacanya, akan mampu mendapatkan perspektif yang baru mengenai arah yang kita tuju, bagaimana mencapainya dan gambaran tentang hasilnya. Kisah-kisah di atas akan membuat kita menjadi lebih efektif dalam membangun organisasi dan memenuhi tanggung jawab kita sebagai seorang pemimpin.

Sama seperti yang dikatakan mantan Gubernur New York Rudy Guilani di bagian Pengantar, buku ini adalah sebuah referensi mengenai bangun dan jatuhnya kerajaan, sekaligus perspektif baru mengenai pemimpin bisnis modern dan bagaimana mereka berada dalam kerangka sejarah.

*) Peresensi bekerja di Development Planning sebuah perusahaan minyak asing, Jakarta.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved