Book Review zkumparan

Hebat di Pekerjaan, Kebiasaan Tersembunyi Orang-Orang yang Berkinerja Luar Biasa

Oleh Editor

Judul : Great At Work

Penulis : Morten T. HansenPenerbit : Simon & Schuster Paperbacks, 2019Tebal : 293 halaman

Oleh: Andy Iskandar

Saya tertarik membeli buku ini karena dua hal. Pertama, sang penulis yang bernama Martin T. Hansen ternyata adalah coauthor buku Great by Choice yang ditulis oleh Jim Collins, guru manajemen ternama dunia, dengan bukunya yang paling terkenal: Good to Great. Kedua, buku ini didasari hasil penelitian yang dilakukan selama lima tahun.

Dua hal tersebut merupakan awal ketertarikan saya pada buku ini. Namun setelah saya membacanya, ternyata memang buku ini bagus dan banyak insight menarik. Bahkan, saya ingin katakan bahwa buku ini merupakan buku terbaik yang saya baca sampai Maret 2020.

Martin –mantan profesor di Harvard dan mantan konsultan Boston Consulting Group (BCG)– mendapatkan ide untuk membuat buku ini karena peristiwa yang pernah dia alami pada saat dia bekerja sebagai konsultan di BCG.

Waktu itu dia memiliki teman wanita yang bernama Natalie. Suatu saat, mereka berdua bekerja pada proyek yang sama. Dan saat itu, Martin bekerja lebih dari 12 jam sehari dan sering lembur pada saat akhir pekan. Namun ternyata, hasil analisis Natalie lebih baik dan ditampilkan dengan lebih sederhana dan menarik.

Tentu, hal ini membuat Martin ingin tahu mengapa Natalie bisa melakukan hal tersebut? Apakah Natalie bekerja dengan keras dan lembur lebih banyak? Ternyata, justru sebaliknya. Natalie bekerja dengan jam kerja yang normal (pukul 8 pagi sampai 5 sore), tidak pernah lembur melewati jam kerjanya, dan tidak pernah bekerja pada saat akhir pekan. Hal ini menjadi tanda tanya besar untuk Martin dan menjadi misteri sehingga dia sering menyebutnya sebagai “Natalie Question”.

Setelah puluhan tahun berlalu, seiring dengan waktu akhirnya Martin mulai memahami mengapa dulu Natalie mampu melakukan hal luar biasa tersebut dan akhirnya Natalie Question dapat terjawab. Jawaban tersebut ada dalam buku ini.

Buku ini terbagi menjadi tiga bagian utama, yaitu Mastering Your Own Work, Mastering Working With Others, dan Mastering Your Work-Life. Dari tiga bagian utama ini, muncullah tujuh kebiasaan bekerja cerdas, yaitu Lakukan sedikit lalu terobsesi, Desain ulang pekerjaan, Jangan hanya belajar tetapi ulangi, Kuadrat P (Passion dan Purpose), Juara yang mendorong, Berkelahi dan Bersatu, serta Dua dosa dalam berkolaborasi.

Yang sangat menarik, ketujuh kebiasaan ini sudah diuji dan dilihat hasilnya dengan mengadakan penelitian dan survei kepada 5.000 manajer dari berbagai industri dan pekerjaan di Amerika Serikat. Mari kita bahas ketujuh kebiasaan bekerja cerdas tersebut.

Yang sering kita dengar adalah kita harus membuat prioritas hanya untuk hal-hal yang penting sehingga jumlahnya tidak begitu banyak. Ternyata itu barulah setengah dari rumus yang benar. Bagian lain yang sering dilupakan adalah kita harus benar-benar terobsesi akan hal yang sedikit itu dengan melakukan secara sempurna. Ada tiga cara agar kita dapat menerapkan lakukan sedikit lalu terobsesi ini, yaitu:

Desain ulang pekerjaan bukan tentang bekerja lebih lama tetapi mengubah bagaimana cara Anda bekerja. Coba tanyakan dua pertanyaan ini: Apakah Anda bekerja untuk hal-hal yang benar? Dan, apakah Anda bekerja dengan cara yang benar? Ada lima cara agar kita dapat menerapkan desain ulang pekerjaan ini, yaitu:

Konsep yang ada di sini mirip dengan konsep deliberate practice yang dipopulerkan oleh Ander Ericsson (dalam buku Peak). Artinya, setiap selesai melakukan sesuatu, dalam proses belajar, kita perlu mencari umpan balik (feedback) –baik dari orang lain maupun diri sendiri– sehingga kita dapat melakukan modifikasi atau improvement untuk hal tersebut di masa mendatang.

Tanpa umpan balik, sebenarnya pengalaman tersebut tidak memberikan pembelajaran apa pun. Ini yang dimaksud bahwa pengalaman tersebut hanya memberikan kita 10 kali pengalaman dengan melakukan hal yang sama. Practice make perfect baru bisa terjadi kalau setelah practice ada umpan balik, yang kita gunakan untuk melakukannya dengan lebih baik di masa mendatang.

Ada satu konsep yang bagus di bagian ini, yaitu tentang Stall Point. Ketika kita melakukan deliberate practice, kemampuan kita akan meningkat dari level jelek ke biasa ke sangat bagus. Nah, biasanya setelah kemampuan kita di level sangat bagus, kita akan berpuas diri. Itulah yang dimaksud dengan titik stall point. Orang-orang dengan prestasi luar biasa mampu mengalahkan stall point ini dengan terus melakukan deliberate practice sehingga mampu mencapai level extraordinary.

“Passion” adalah melakukan apa yang kita cintai. Adapun “purpose” adalah melakukan apa yang dapat kita kontribusikan untuk orang lain. Dalam kaitan dengan passion, sering kita hanya dihadapkan pada dua pilihan saja, yaitu followingpassion kita atau ignoringpassion kita.

Sebenarnya ada pilihan ketiga, yaitu matching antara passion dan purpose kita, yang artinya kita melakukan apa yang kita cintai sekaligus yang bermanfaat untuk orang lain. Ketika kita mampu melakukan matching antara passion dan purpose, kita akan memiliki energi yang besar untuk bekerja dan berkinerja dengan luar biasa. Energi ini juga yang akan memungkinkan kita untuk melakukan kebiasaan pertama, “Lakukan sedikit lalu terobsesi.”

Kebiasaan ini secara sederhana adalah bagaimana kita dapat “menjual” dan mengeksekusi ide kita secara asertif kepada orang atau tim lain. Sering kita berusaha “menjual” ide kita kepada orang lain hanya berdasarkan argumentasi secara rasional. Meskipun hal tersebut tidak salah, tetapi juga sering tidak berhasil.

Di kebiasaan ini ada dua tip agar kita dapat mendorong ide kita sehingga orang lain atau tim lain akhirnya dapat menerima dan membantu melaksanakan ide kita. Dua tip tersebut adalah membangkitkan emosi dan memiliki ketekunan yang pintar.

Membangkitkan emosi artinya dalam menjual ide kita perlu menampilkan hal-hal yang dapat “memenangkan” emosi orang lain. Misalnya, saat Steve Jobs meluncurkan iPod pada tahun 2001, dia tidak menyebutkan bahwa iPod ini memiliki memori internal sebesar 1Gb. Namun, dia menyebutkan bahwa iPod ini mampu menyimpan 1.000 lagu.

Nah, menyampaikan iPod dengan kapasitas memori 1 Gb hanya akan “menyentuh” rasional kita. Namun, menyampaikan iPod dengan kemampuan menyimpan 1.000 lagu akan “menyentuh” emosi kita. Dan, perlu diingat bahwa manusia lebih mudah digerakkan untuk bertindak jika emosi sudah bermain.

Memiliki ketekunan yang pintar artinya ketika pertama kali ide kita ditolak, kita tidak mudah menyerah begitu saja. Kita akan kembali menjual ide kita dengan sejumlah perbaikan dan strategi yang lebih baik sehingga ide kita dapat diterima dan didukung oleh berbagai pihak terkait.

Diskusi yang penuh debat dan argumentasi dengan memikirkan berbagai aspek dari suatu ide sangatlah diperlukan untuk menghasilkan satu ide terbaik. Hal ini memang bukan hal yang mudah dilakukan, khususnya di budaya timur yang sangat memikirkan sopan santun, sehingga diperlukan kesepakatan di awal diskusi bahwa semua argumentasi yang mungkin akan berjalan panas adalah semata-mata untuk mencari dan mematangkan ide terbaik. Jadi, hal ini bukanlah bersifat personal. Setiap orang dapat berbicara dan berargumentasi dengan bebas.

Setelah ide terbaik didapatkan dan disepakati, semua pihak yang ada dalam tim atau meeting tersebut seharusnya bersatu untuk mendukung dan melaksanakan ide tersebut. Itulah yang dimaksud dengan berkelahi dan bersatu.

Kolaborasi yang kurang dan kolaborasi yang berlebihan merupakan dua hal yang harus dihindari dalam berkolaborasi. Kolaborasi yang kurang memiliki ciri di mana satu bagian dengan bagian terkait lainnya tidak berkolaborasi sama sekali. Terjadi silo di antara bagian tersebut. Adapun kolaborasi yang berlebihan memiliki ciri: hampir semua aktivitas perlu dilakukan bersama. Terjadi overwork yang tidak berguna dan menghabiskan energi bersama.

Ada jenis kolaborasi yang paling pas, yaitu kolaborasi disiplin. Kolaborasi displin dimulai dengan menentukan apa dan kapan harus berkolaborasi. Setelah disepakati, setiap tim berkomitmen untuk memberikan usaha terbaik untuk melaksanakan dan memberikan hasilnya.

Kebiasaan pertama sampai kebiasaan keempat merupakan bagian dari mastering your own work . Sementara kebiasaan kelima sampai kebiasaan ketujuh merupakan bagian dari mastering working with others.

Buku ini ditutup dengan memberikan janji, yang telah dibuktikan dengan data hasil penelitian selama lima tahun, yaitu jika melakukan ketujuh kebiasaan bekerja cerdas tersebut, kita akan memiliki keseimbangan antara pekerjaan dan hidup (work-life balance). Keseimbangan yang telah dialami oleh Natalie. Apakah keseimbangan itu juga yang Anda cari? (*)

*) Andy Iskandar adalah seorang trainer dan life coach. Penulis buku Insightful Presentation, Practical Problem Solving, I’m a Leader, dan HOPE. Senior Trainer & Coach dari Business Wisdom Institute.

E-mail: [email protected].

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved