Book Review

Mengatasi Kelemahan Pengambilan Keputusan yang Tidak Sempurna

Oleh Editor
Mengatasi Kelemahan Pengambilan Keputusan yang Tidak Sempurna
Noise: A Flaw in Human Judgment

Judul Buku : Noise: A Flaw in Human Judgment

Pengarang : Daniel Kahneman, Olivier Sibony, dan Cass R. Sunstein

Penerbit : Little, Brown Spark

Cetakan : Pertama, Mei 2021

Tebal : 464 halaman

Manusia dipandang sebagai makhluk yang paling unggul di antara makhluk hidup lain di muka bumi ini. Keunggulan utamanya terletak pada kemampuannya dalam berpikir dan mengambil keputusan.

Namun ternyata, seperti bahasan utama buku ini, kemampuan manusia dalam mengambil keputusan memiliki berbagai kelemahan juga. Buku ini berusaha memahami masalah noise (gangguan) dalam pengambilan keputusan dan mencoba memecahkannya.

Di sini, pengertian “noise” agak susah diterjemahkan. Namun, secara singkat noise dapat dikatakan sebagai adanya beragam penilaian terhadap sesuatu yang seharusnya sama penilaiannya. Terkadang ini merupakan hal yang sering dianggap lumrah terjadi, sehingga banyak orang yang tidak sadar, dan menjadi kurang memperhatikannya. Padahal, salah memberikan penilaian atau keputusan bisa membawa akibat yang luar biasa merugikan.

Daniel Kahneman, salah satu penulis buku ini, merupakan ilmuwan utama peraih hadiah Nobel bidang ekonomi. Beliau dikenal sebagai ekonom yang mendalami ekonomi perilaku. Karya-karyanya di bidang ini sangat mewarnai pemikiran ekonomi dewasa ini.

Bidang ekonomi sebagian besar berkutat pada masalah bagaimana manusia mengambil keputusan. Karenanya, ketika mempelajari ekonomi, harus dimulai dari memahami bagaimana manusia mengambil keputusan, yang ternyata penuh dengan berbagai problem dan kecacatan.

Banyak keputusan manusia yang sering berbeda meskipun masalah yang dihadapi, data yang digunakan, teori yang dipakai, dan metode pengambilan keputusan semuanya sama. Sebagai contoh, seberapa sering kita melihat dua dokter yang walaupun menghadapi kondisi pasien dan data laboratorium yang sama, sering mendiagnosis penyakit serta memberikan obat dan penanganan yang berbeda. Jika penyakitnya sama, tetapi ada dua pendapat yang berbeda, salah satu pendapat tersebut pasti keliru.

Penyebab perbedaan diagnosis ini bisa bermacam-macam. Bisa dari perbedaan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki kedua dokter itu, atau sebab yang lain. Namun, perbedaan pengambilan keputusan ini tentu akan membawa risiko bagi pasien.

Perbedaan pendapat akan membawa implikasi yang cukup luas terkait ketepatan, keadilan, ataupun konsistensi dalam pengambilan keputusan. Jangankan dengan orang lain, dengan diri sendiri saja, kerapkali kita berbeda pendapat ketika harus mengambil keputusan yang sama di kesempatan yang berbeda.

Sebagai contoh, untuk sebuah jawaban yang sama dalam soal esai, seorang guru memberikan penilaian yang lebih rendah ketika suasana hatinya lagi memburuk dibandingkan ketika sedang dalam kondisi senang. Ini tentunya tidak adil bagi yang diberi penilaian.

Orang berbeda dalam memberikan penilaian barangkali bukan karena mereka tidak setuju dengan substansinya, tetapi karena mereka menggunakan ukuran atau pembobotan yang berbeda. Penggunaan ukuran atau skala yang berbeda akan menyebabkan noise.

Ambiguitas juga menyebabkan noise, ini yang membuat masalah yang rumit atau kompleks biasanya lebih banyak noise-nya. Jika terdapat lebih dari satu sudut pandang, keberagaman pendapat menjadi lebih banyak.

Telah banyak usaha dilakukan untuk mengurangi noise. Di antaranya, dengan menggunakan model-model statistik ataupun pembuatan berbagai panduan atau aturan yang harus dipenuhi dan diikuti ketika akan mengambil keputusan. Berbagai hal tersebut memang membantu mengurangi noise dan menjadikan keputusan lebih akurat dibandingkan jika hanya didasarkan kehendak bebas manusia.

Secara umum, mesin akan lebih baik daripada manusia, karena mesin bisa lebih konsisten dalam melakukan penilaian, asal metode dan rumusnya telah jelas tersedia. Sebenarnya, mesin atau kecerdasan buatan bukannya bisa berpikir lebih baik. Dia hanya lebih mampu menemukan, mengenali, dan menggunakan pola-pola tertentu secara lebih konsisten. Dalam hal ini, mesin bisa lebih objektif dalam mengambil keputusan karena dalam prosesnya tidak melibatkan unsur perasaaan seperti manusia.

Alogaritma yang digunakan oleh mesin lebih bisa meningkatkan akurasi dan mengurangi diskriminasi, apalagi ketika proses pengambilan keputusan tersebut melibatkan banyak data dan informasi. Di sini rumus, aturan, model, atau pedoman yang paling sederhana pun dapat berkinerja lebih baik daripada penilaian manusia yang rentan terhadap berbagai bias dan noise.

Ada tiga hal yang bisa dipakai untuk mengidentifikasi seorang penilai yang baik. Yaitu, penilai itu telah terlatih dan berpengetahuan, memiliki kecerdasan yang lebih tinggi, dan memiliki gaya kognitif yang tepat.

Dengan kata lain, penilai yang baik akan tergantung pada seberapa banyak materi yang mereka ketahui dan pahami, seberapa baik kemampuan mereka dalam berpikir, dan seberapa tepat metode atau cara yang mereka gunakan untuk mengambil keputusan. Penilai yang baik cenderung merupakan orang yang berpengalaman dan cerdas, biasanya juga terbuka pemikirannya dan bersedia selalu belajar berbagai informasi baru.

Biasanya, pendapat dari orang yang ahli, yang punya reputasi baik, dan berpengalaman memiliki lebih sedikit bias dan noise. Prestasi masa lalu bisa menjadi cermin apa yang akan terjadi di masa mendatang. Ketika kita bingung menentukan mana pendapat yang lebih dipercaya dari dua ahli, lihatlah rekam jejaknya. Yang lebih sering mengambil keputusan yang benar, itulah yang lebih layak dipilih.

Keputusan yang baik juga tergantung pada adanya informasi yang baik. Di masa sekarang, di tengah banjir informasi yang ada, memilih, menemukan, dan mengendalikan informasi yang baik bukanlah perkara mudah.

Dalam setiap pengambilan keputusan, selalu ada noise, dan itu sering lebih besar daripada yang kita duga. Hal itu karena selalu saja ada ruang untuk terjadinya inkonsistensi, perbedaan pendapat, dan kesalahan dalam pengambilan keputusan.

Kita tahu bahwa penilaian sering dipengaruhi kemarahan, ketakutan, dan faktor emosi lainnya. Faktor eksternal meskipun sepele bisa memengaruhi keputusan kita, demikian juga faktor internal. Maka, perlu untuk selalu meninjau kembali keputusan yang kita ambil. Karena, keputusan kita tidaklah sempurna.

Pengambil keputusan yang baik harus memberikan tempat kepada adanya keraguan. Pengambil keputusan yang baik bukanlah orang yang tahu segalanya. Harus terbuka terhadap adanya perubahan yang bisa mengubah keputusan yang diambil. Seperti pernah dikatakan oleh ekonom ternama John Maynard Keynes “When the fact change, I change my mind. What do you do?”

Harus diingat pula, terkadang mengurangi noise bisa jadi merupakan hal yang sangat mahal. Besarnya biaya dan lamanya proses yang harus dilakukan sering tidak sebanding dengan hasilnya. Misalnya, jika semua dokter sepakat meresepkan obat aspirin untuk semua penyakit. Memang tidak ada noise dalam kejadian seperti itu, karena tidak ada perbedaan pendapat yang terjadi, tetapi tujuannya malah tidak tercapai dan bahkan bisa mendatangkan banyak kesalahan.

Jika kita ingin seseorang diperlakukan dengan respek dan martabat, terkadang kita harus menoleransi terjadinya noise. Adanya noise terkadang juga merupakan hal yang baik, bahkan sangat diperlukan, dalam kasus tertentu. Ketika beberapa orang memiliki pandangan yang berbeda atas kualitas sebuah buku, misalnya, pendapat yang berbeda-beda ini justru menguntungkan, karena akan memperkaya pemahaman atas isi buku tersebut. Namun, jika dalam putusan hakim, di mana hakim yang berbeda memberikan keputusan yang berbeda, akan timbul masalah ketidakadilan di sini.

Berbagai aturan yang membuat tidak adanya noise, meskipun mungkin lebih akurat, sering kurang dapat diterima karena dianggap kurang manusiawi. Aturan yang kaku, dan mengurangi kehendak bebas manusia, dipandang kurang menghargai harkat dan martabat manusia. Aturan yang kaku sering perlu dihindari karena nilai moral yang dianut manusia selalu bisa mengalami perubahan setiap saat. Norma dan nilai yang terlalu kaku juga tidak baik bagi perkembangan masyarakat.

Upaya meminimalkan noise dengan membuat panduan yang ketat sering berdampak buruk bagi kreativitas dan menghalangi orang membuat berbagai terobosan. Orang terlena untuk taat pada aturan yang ada dan lupa dengan kreativitas. Maka, dalam beberapa hal kita perlu juga menoleransi adanya noise, jika hal tersebut membuat orang lebih bahagia dan bisa menginspirasi rekan sekerja.

Kita harus mampu mengurangi noise, tetapi pada saat yang sama juga harus selalu terbuka terhadap berbagai ide baru. Dasar yang bisa dipakai sebagai pedoman untuk suatu pengambilan keputusan yang baik adalah bahwa keputusan tersebut telah dipikirkan dengan matang (be reasonable), dilakukan secara hati-hati (act prudently), dan tidak mengambil risiko yang terlalu besar (do not impose excessive risks).

Apa pun pekerjaan yang dilakukan, perlu adanya ruang berimprovisasi. Jika kita hanya mengikuti aturan yang ada, memang mungkin tidak terlalu noisy, tetapi kita akan kehilangan kesenangan untuk membawa berbagai ide segar kita untuk muncul di permukaan.

Penyusunan aturan yang baik memang bisa mengurangi noise. Namun, tidak ada peraturan yang sempurna, apalagi ketika berada di dunia yang sangat cepat berubah seperti sekarang ini.

Eko Widodo*) Penulis adalah Staf Pengajar Program Studi Magister Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Administrasi Bisnis dan Ilmu Komunikasi, Unika Atma Jaya

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved