Book Review

Menggapai Sukses Bisnis di Era Sengkarut Informasi

Menggapai Sukses Bisnis di Era Sengkarut Informasi

Judul: Pengantar Komunikasi Lintas Budaya Merespon Era Digital Dengan Sukses

Penulis: Prof. Deddy Mulyana

Penerbit: PT Remaja Rosdakarya, Bandung

Cetakan: Agustus 2019

Halaman: 445

ISBN: 978-602-446-351-9

Harga: Rp 115.000

Bagi orang Jerman, mendengar kata “ting” sebagai notifikasi pesan instan di WhatsApp Grup (WAG) pada temannya yang berasal di Indonesia, menimbulkan keheranan. Sebagai warga dunia berlatar masyarakat individualis, mereka tak banyak relasi. Otomatis, WA hanya untuk tujuan-tujuan jelas, bukan untuk berbasi-basi apalagi berbagi hal sepele.

Menariknya, di Indonesia, WAG bahkan menguat jadi saluran komunikasi dan koordinasi utama bagi para profesional bisnis. Intruksi pekerjaan harian, koordinasi rutinitas, bahkan teguran di depan banyak orang (sekalipun virtual), malah menjadi hal jamak ditemukan.

Perbedaan latar belakang, termasuk dalam pesan komunikasi yang diberikan, membuat kita pun kini makin terbiasa menemukan sengkarut informasi imbas interprestasi teks diberikan dengan kehilangan konteks imbas penggunan WAG tadi. Jika diselami tiada yang salah antara mereka yang berseteru karena bias pada komunikasi tidak bertatap muka, memang demikian besarnya.

Seorang mahasiswi S2 bersuku Batak di Yogyakarta pada tahun 2014 juga dirisak, bahkan akhirnya divonis dua bulan penjara setelah menulis status yang dinilai menghina kehormatan etnis Jawa yang tinggal di Yogyakarta. Menariknya, situasi ini terjadi ketika dia memasang status di media sosial Path yang sebenarnya relatif tertutup dan menekankan kedekatan sesamanya.

Problematika semacam ini tambah menggunung manakala Indonesia didera sengkarut informasi berkepanjangan imbas pelaksanaan Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 yang kemudian berlanjut pada Pilpres 2019 lalu.

Medium semacam WAG, terutama Facebook, malah menjadi ajang “pertempuran” teks yang selalu kehilangan konteks sehingga semburat tegang terasa benar. Tak sekedar adu argumen, namun labelling, bullying, bahkan persekusi terjadi pada mereka yang lalu diklasifikasikan sebagai cebong /kelompok pendukung Joko Widodo dan kampret /kelompok pendukung Prabowo Subianto (hal 7).

Komunikasi digital, sebenarnya tak hanya di tanah air, namun ini sudah menjadi fenomena global, telah jelas dan nyata menciptakan komunikasi antar budaya yang lebih baik dari era sebelumnya. Tapi sekaligus di saat bersamaan, juga menciptakan komunikasi yang lebih buruk!

Kehadiran teknologi canggih sebagai medium komunikasi terbukti tidak dengan sendirinya membuat masyarakat Indonesia khususnya dan global umumnya mampu berkomunikasi melintasi pelbagai perbedaan secara efektif.

Situasi tambah pelik karena perlintasan perbedaan itu terus berlipat seiring kemajuan peradaban manusia itu sendiri (hal xii-xviii). Yakni adanya komunikasi lintas budaya (komunikasi melewati komparasi budaya-budaya, terutama bahasa), komunikasi antar budaya (komunikasi melewati interaksi antar anggota budaya berbeda), komunikasi antar etnik (komunikasi melewati interaksi antar etnik dengan fokus rasisme), komunikasi internasional (komunikasi melewati batasan-batasan pada tingkat negara beserta politiknya, bukan tingkat budaya), komunikasi global (komunikasi melewati lintas batas negara dengan fokus informasi, data, dan opini), serta komunikasi transkultural (gabungan komunikasi internasional, global, dan lintas budaya).

Melalui setidaknya enam istilah tersebut, dan secara simultan telah terjadi era industri 4.0, maka tantangan masyarakat dunia agar bisa menerobos era digital zaman now ini adalah bisa melampaui seluruhnya itu dengan tiga parameter kompetensi komunikasi lintas budaya dan antar budaya. Yakni kemampuan manajemen tim, kemampuan menyelesaikan masalah yang komplek, serta kemampuan bernegoisasi –selain dua parameter lainnya yakni kemampuan berpikir kritis dan kreativitas.

Buku ini sangat jernih, detil, dan menjabarkan utuh situasi interaksi simbol dan makna yang terjadi hari ini dengan pendekatan ilmu komunikasi. Selain kerangka pijakan berpikir seperti diulas sekilas di atas, penulis juga merincikan detilnya dalam sejumlah variabel terkait. Contohnya dari sisi Sistem kepercayaan (Bab I), Sistem nilai (Bab II), Bahasa (Bab III), Gaya berkomunikasi (Bab IV), Komunikasi Nonverbal Isyarat Tubuh (Bab V), Komunikasi Nonverbal Ekspresi Wajah (Bab VI), Pengaruh Lingkungan (Bab VII), serta Manajemen Waktu (Bab VIII).

Rincian ini digenapi cara penulisan tiap bab yang memang paripurna, dalam artian ditulis dalam kemasan yang pas bagi kalangan akademisi sekaligus merangkul masyarakat umum. Awal bab selalu diawali ilustrasi kejadian menarik yang populer, baru setelah itu dibedah dengan berbagai tinjauan teori serta hasil riset yang padat ilmu namun tetap mudah dicerna oleh awam sekalipun.

Konten buku juga tetap dirasa penting, otentik, dan tidak duplikat sekalipun penulis juga yang membuat buku Komunikasi Lintas Budaya: Pemikiran, Perjalanan, dan Khayalan pada 2015 dari penerbit yang sama. Jika buku terdahulu lebih ke karangan khas (feature) perjalanan ke berbagai pelosok dunia yang diselingi fiksi dan sorotan interkasi komunikasinya, maka buku terbaru ini justru menyajikan konseptual keilmuan secara utuh.

Sedikit catatan terletak pada sejumlah contoh kasus di buku yang cukup sama dengan beberapa literatur terutama pada keilmuan antropologi. Sebagai ilmu sosial yang fokus menelisik etnis, beberapa kupasan memang terasa samar. Ada baiknya contoh kasus yang disajikan memang tercakup murni komunikasi alias proses pertukaran makna, bukan sekedar ekspresi satu arah yang menjadi ranah ilmu antropologi tadi.

Pada akhirnya, bukuini sangat direkomendasikan bagi mereka yang ingin meningkatkan keterampilan verbal dan non verbal komunikasi, berkomunikasi efektif dalam situasi asing, hingga memperluas pengetahuan tentang budaya lain. Ini menjadi lebih penting manakala para profesional bisnis pun sudah tak mungkin berbisnis tanpa terkoneksi cakupan global. Semuanya berusaha menjadi global player, sehingga buku ini kian menemukan relevansinya.

(Muhammad Sufyan Abd., Dosen Digital PR Telkom University, Mahasiswa S3 Religion Studies UIN SGD Bandung angkatan 2017).


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved