Trends Economic Issues zkumparan

3 Strategi Petrokimia Gresik Topang Pertumbuhan Bisnis

Petrokimia Gresik mulai gencar memperkuat hilirisasi produk. Program tersebut sekaligus mendukung salah satu program prioritas milik Kementerian BUMN, yakni peningkatan investasi.

“Program prioritas Kementerian BUMN ini selaras dengan program transformasi bisnis yang telah dijalankan Petrokimia Gresik sejak tahun 2019. Kami telah menetapkan strategi efektif untuk memastikan perusahaan tetap tumbuh sekaligus menjadi upaya peningkatan investasi,” kata Direktur Utama Petrokimia Gresik, Dwi Satriyo Annurogo.

Program penguatan industri hilir tersebut meliputi program pengoptimalan pemanfaatan produk samping menjadi produk baru yang memiliki added value untuk mendukung industri lain. Strategi tersebut diharapkan dapat menjadi penopang ketahanan pangan nasional dan memperkuat industri kimia nasional.

Ada 3 strategi yang akan dijalankan perseroan untuk menopang pertumbuhan. Pertama, peningkatan kapasitas. Pada 2021 Petrokimia Gresik membangun pabrik Aluminium Fluorida (AlF3). Pabrik baru tersebut dapat meningkatkan kapasitas produksi AlF3 sebanyak 2 kali lipat atau dari 25.000 MT per tahun setelah pembangunan. Kebutuhan akan produk AlF3 tidak hanya ramai di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri.

Saat ini, Petrokimia Gresik telah melakukan ekspor ke negara-negara yang masih defisit seperti Amerika, Eropa, India, Middle East, dan Afrika. Apalagi, AlF3 produk Petrokimia Gresik memiliki harga jual produk yang kompetitif dibandingkan dengan pasar global, bahkan margin profit bisa mencapai 25\% apabila menggunakan bahan baku limbah dari Pabrik Asam Sulfat.

Sedangkan keuntungan lain pembangunan pabrik AlF3 bagi perseroan adalah mengurangi limbah H2SiF6 yang merupakan hasil samping (by product) dari Pabrik Asam Sulfat. Apabila perusahaan tidak memproduksi AlF3 maka akan menghabiskan biaya sekitar Rp40 miliar per tahun untuk mengelola limbahnya. Sedangkan dengan adanya pabrik baru AlF3 ini perusahaan bisa meningkatkan revenue sebesar Rp245 miliar per tahun.

Kedua, perusahaan akan bertransformasi dari Single Industry Firm menjadi Related Diversified Industry. Strategi ini dilakukan dengan meneruskan hilirisasi produk. “Kita akan pilih produk hilir berbasis gas alam, fosfat dan sulfur yang mempunyai nilai tambah yang besar,” ujar Dwi.

Untuk diketahui, pada tahun 2020, perseroan berhasil memproduksi produk baru yakni Methyl Ester Sulfonate (MES). MES Petrokimia Gresik ini dikembangkan bersama dengan Surfactant Bioenergy Research Centre Institut Pertanian Bogor (SBRC IPB). MES adalah bio-degradable surfactant yang dapat digunakan di sektor minyak dan gas (migas) untuk meningkatkan produksi lapangan minyak tua melalui teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR).

“Ini merupakan terobosan penting dan diharapkan bagi pelaku industri sektor migas di Indonesia,” kata dia melanjutkan.

Produksi MES ini akan meningkatkan profitabilitas Pabrik , karena harga MES bisa mencapai 200 kali lipat lebih mahal dibandingkan harga asam sulfat.

Ketiga adalah pengembangan produk baru melalui pembangunan proyek baru. Proyek pembangunan pabrik baru harus bisa memperkuat posisi Petrokimia Gresik sebagai perusahaan berbasis Related Diversified Industry. “Untuk itu pembangunan pabrik baru akan difokuskan pada hilirisasi produk,” kata dia.

Oleh karena itu, perseroan bersiap untuk membangun Pabrik Soda Ash dengan kapasitas 300 ribu ton. Pabrik Soda Ash ini digadang-gadang akan menjadi yang pertama di Indonesia, dan akan menjadi penopang penting dalam mendukung tumbuh kembangnya industri kaca dan deterjen dalam negeri.

Pabrik ini nanti juga mampu mengurangi dampak dari CO2 yang merupakan hasil samping dari Pabrik Amoniak sebesar 174 ribu ton. Bagi Petrokimia Gresik, Soda Ash mampu menyumbangkan revenue sebesar US$87 juta tiap tahunnya. Selain itu, produk samping berupa Alumunium Klorida (NH4CL) dapat digunakan sebagai bahan baku NPK, sehingga kebutuhan ZA untuk bahan baku dapat berkurang sebesar 364 ribu ton setiap tahunnya. Jika proyek ini selesai, Dwi Satriyo mengatakan, Indonesia tidka perlu lagi mengimpor ZA.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved