Business Research Trends zkumparan

40 Perusahaan Pertambangan Terbesar Dunia Tangguh Hadapi Covid-19

Sejauh ini, 40 perusahaan pertambangan terbesar dunia menghadapi krisis Covid-19 dengan baik. Namun, mereka harus memanfaatkan kestabilan yang bersifat relatif ini untuk mengadopsi strategi agar dapat mengurangi risiko ekonomi dan sosial yang lebih jauh. Hal tersebut terungkap dalam laporan PwC Mine 2020.

Proyeksi PwC tahun 2020 menunjukkan, bahwa perusahaan-perusahaan pertambangan besar akan mengalami dampak yang relatif sedang terhadap EBITDA (laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, amortisasi, dan penurunan nilai), yaitu sekitar 6%. Diikuti dengan pencatatan kinerja keuangan yang kuat pada 2019, di mana pendapatan naik 4% menjadi US$692 miliar dan kapitalisasi pasar naik 19% menjadi US$898 miliar (meskipun setelah itu terkoreksi menjadi US$752 miliar pada 30 April 2020).

Atas dasar ini, PwC meyakini bahwa 40 perusahaan pertambangan terbesar berada pada posisi yang kuat dan tangguh untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi yang muncul akibat Covid-19.

Sacha Winzenried, PwC Indonesia Energy, Utilities, and Resources Advisor, mengatakan, ekonomi global sedang memasuki masa yang tidak pasti setelah wabah Covid-19. Dana Moneter Internasional memprediksi akan ada kontraksi sebesar 3% pada ekonomi global di tahun ini.

“Dalam lingkungan yang tidak pasti, para pelaku pertambangan telah berfokus pada pengontrolan hal-hal yang dapat mereka kendalikan, dan itu memuaskan mereka dengan baik. Tetapi para pelaku pertambangan tidak kebal dari guncangan sosial dan ekonomi di masa depan. Mereka tidak mampu membiarkan pertahanan mereka turun,” katanya.

Terlepas dari pandangan positif ini, kata dia, laporan ini memperingatkan bahwa perusahaan pertambangan perlu beradaptasi dengan dampak jangka panjang yang ditimbulkan karena Covid-19. Pelaku pertambangan mungkin perlu mempertimbangkan untuk mengurangi risiko rantai pasokan kritis dan berinvestasi lebih banyak pada komunitas lokal.

Pergeseran ke arah pelokalan rantai pasokan dan transaksi kesepakatan yang lebih kecil di pasar lokal, serta berbagai bentuk keterlibatan masyarakat, dapat menjadi konsekuensi jangka panjang akibat pandemi.

Jock O’Callaghan, PwC Global Leader Mining and Metals, mengatakan, sektor pertambangan berada di posisi yang baik pasca Covid-19. Perusahaan pertambangan memiliki keuangan yang kuat dan sebagian besar masih beroperasi, meskipun dengan peningkatan kendali kewaspadaan dan pencegahan di taraf tertentu.

Akan tetapi, dampak jangka panjang masih belum pasti, dan gangguan mungkin akan terus-menerus muncul. Dia menyarankan, perusahaan pertambangan di peringkat 40 besar harus memanfaatkan kestabilan keuangannya saat ini untuk meninjau kembali strategi usaha.

Jika hal itu dilakukan, ketahanan bisnisnya dapat dipastikan meningkat dalam jangka panjang dan sanggup memenuhi tuntutan ekonomi global. “Sehingga aspirasinya di masa depan untuk mengandalkan sumber daya dapat tercapai,” ujarnya.

Sacha melanjutkan, 40 perusahaan telah menunjukkan bahwa mereka dapat berinovasi, beradaptasi, dan menanggapi krisis ini bersama dengan yang terbaik. Sekarang adalah saat yang tepat untuk menilai taktik mana yang efektif dan harus dikodifikasikan untuk membantu para pelaku pertambangan mempersiapkan kemungkinan adanya peristiwa disruptif yang akan mengganggu di masa depan.

“Ini juga berguna untuk meningkatkan ketahanan bisnis mereka dalam jangka panjang dan memenuhi permintaan ekonomi global, serta untuk memaksimalkan peluang sumber daya dari masa depan Covu-19,” kata Sacha.

Dalam laporan PwC Mine 2020 juga terungkap bahwa pengeluaran modal naik 11% menjadi US$61 miliar pada FY19. PwC memprediksi bahwa pengeluaran modal akan melambat pada 2020, yang akan memberi ruang bagi arus kas dan memampukan perusahaan pertambangan untuk membagikan dividen jika dikehendaki.

PwC juga memprediksi bahwa tidak banyak kesepakatan besar (mega-deals) yang akan dilakukan di tahun ini karena meningkatnya ketidakpastian ekonomi dan kendala kunjungan dan inspeksi lapangan. Namun, kondisi saat ini membuka peluang bagi 40 perusahaan pertambangan terbesar untuk memanfaatkan akuisisi yang lebih kecil di pasar lokal.

Adapun nilai usaha dari transaksi emas besar mencapai total US$19,2 miliar pada FY19. Kesepakatan transaksi emas sepertinya tidak akan terjadi kembali dengan ukuran atau kuantum yang sama seperti dalam beberapa tahun terakhir. Lalu, yang perlu dicermati adalah keamanan siber.

Saat ini hanya 12% CEO perusahaan pertambangan dan logam yang sangat memperhatikan keamanan siber (turun dari 21% pada FY18 dan 14% pada FY19). Namun laporan Mine 2020 mencatat bahwa selama periode yang sama, jumlah pelanggaran siber yang dilaporkan di kalangan perusahaan pertambangan meningkat empat kali lipat.

“Keamanan siber harus menjadi bagian integral dari strategi keselamatan dan bisnis perusahaan pertambangan di peringkat 40 besar. Pelaku pertambangan harus mengambil kesempatan, mengingat bahwa ketahanan mereka bersifat relatif,” tutur Jock.

Meskipun laporan Mine 2020 menemukan bahwa sebagian besar pelaku pertambangan besar bergerak ke arah yang benar dalam hal pengungkapan LST, beberapa menunjukkan performa yang lebih baik daripada yang lain. Hanya 11 dari 40 perusahaan pertambangan terbesar (28%) yang menetapkan komitmen dan target LST publik, melaporkan secara konsisten, dan menghubungkan kinerja eksekutif dan manajemen untuk mencapainya.

“Tugas untuk memperbaiki citra pertambangan atau brand mining adalah tanggung jawab setiap pelaku pertambangan. Semakin banyak perusahaan yang dapat menunjukkan kemampuannya untuk memenuhi ekspektasi para pemangku kepentingan, semakin banyak pula manfaat yang dapat diambil oleh sektor pertambangan melalui penerimaan sosial yang lebih kuat dan kemampuan untuk menarik modal yang berkualitas lebih tinggi serta berjangka lebih panjang,” jelas dia.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved