Business Research Trends zkumparan

7 Tren Pekerjaan di Masa Depan

7 Tren Pekerjaan di Masa Depan

Vice Chairman Korn Ferry Indonesia Sylvano Damanik membagikan hasil riset Korn Ferry mengenai 7 hal yang akan menjadi tren pekerjaan ke depan. Pertama reinvention, redesign to stay relevant. Pandemi telah memaksa organisasi untuk berubah dan berinovasi dengan cepat. Kita belajar untuk bekerja dengan cara yang berbeda, membuat koneksi bahkan ketika tidak bertatap muka. Bahkan dengan adanya teknologi, supply chain bisa terpotong langsung dari produsen ke end consumer.

“China yang tadinya sudah tidak ada Covid-19, sekarang kembali lockdown. Jadi memang kita tidak bisa memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan, sehingga penting memiliki kemampuan untuk me-rethink apa yang perlu dilakukan,” jelasnya dalam webinar SWA beberapa waktu lalu.

Dalam riset ini juga terungkap bahwa ada enam tren yang akan membentuk bagaimana organisasi “menemukan kembali diri mereka” pada 2022, yaitu: platform and marketplace business speed rapidly, thinking fluid, personalizing production, augmenting humans with machineamachines, re-imagining remote work, dan industry mash ups.

Kedua scarcity, survive the big quit. Talent war antar perusahaan akan semakin ketat. Dan ini bukan hanya tentang menemukan talent yang tepat, tetapi bagaimana organisasi menjaga talenta yang dimiliki. Di 2022 pun banyak perusahaan yang menjadi sangat kreatif dalam hal cara merekrut, mempertahankan, dan melakukan re-skill kepada talenta-talentanya. Riset menyebut, 50% dari karyawan memerlukan reskilling pada tahun 2025 dan 74% profesional percaya pergantian karyawan akan meningkat di tahun mendatang.

“Jika kita tidak melakukan hal yang berbeda, maka pada 2030 kita akan kekurangan tenaga kerja yang memiliki kemampuan untuk menciptakan economy growth,” ucapnya.

Ketiga, vitality. Pandemi meningkatkan level stres karyawan. Sisi baiknya, organisasi menjadi lebih sadar akan pentingnya kesehatan mental. Perusahaan tidak hanya memikirkan kemampuan, tetapi juga ketenangan jiwa karyawan.

Keempat, sustainability. Organisasi yang mengedepankan ESG diprediksi akan lebih unggul untuk memimpin di masa depan. “ESG menjadi hal yang lebih nyata saat ini. Banyak perusahaan yang sudah menurunkan ESG menjadi KPI korporasi, dan salah satu aspek dalam sustainability adalah people,” kata dia.

Kelima, individuality. Untuk menarik, engage, dan mempertahankan talenta terbaik, organisasi perlu memberikan kesempatan dan dukungan kepada karyawan untuk melakukan pekerjaan seperti yang mereka inginkan. Contohnya yang berkaitan dengan learning and development, working arrangements, dan career paths.

“Masing-masing karyawan juga diharapkan bisa lebih memahami antarpersona. Jadi interkoneksi antara satu karyawan dengan karyawan lain, satu unit dengan unit lainnya, karena itu dianggap bisa meng-unlock potensi. Dengan kata lain kolaborasi diharapkan semakin erat karena dapat memberikan output yang lebih besar,” jelasnya.

Keenam, inclusivity. Isu mengenai inklusivitas banyka dibahas selama dua tahun terakhir, baik itu gender equity etnic talent, dan sebagainya. Keragaman ini menurut Sylvano, akan memberikan keunggulan kompetitif jika kita bisa memahaminya. Namun, akan berdampak pada perpecahan apabila kita tidak memahaminya.

Ketujuh, accountability. Di pascapandemi, akuntabilitas tidak lagi sekadar monitoring. Namun, setiap orang di dalam organisasi harus memiliki akuntabilitas untuk menjaga organisasi tetap tumbuh berkelanjutan. Ada tiga faktor yang men-driver fokus kita pada akuntabilitas, yaitu tekanan dari stakeholder, remote working, dan kelincahan organisasi.

Editor : Eva Martha Rahayu

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved