Business Research Trends

Amartha Buktikan Diri Dapat Meningkatkan Kesejahteraan Mitra

Aria Widyanto, Chief Risk and Sustainability Officer Amartha

PT Amartha Mikro Fintek atau (Amartha) membuktikanTiga Pameran Ini Mendukung Akselerasi Pembangunan Nasional diri dapat meningkatkan kesejahteraan hidup para mitranya yaitu para perempuan pengusaha mikro di pedesaan. Pendanaan dan pendampingan usaha Amartha kepada para mitra membuat pendapatan mereka naik hingga tujuh kali lipat, melebihi Upah Minimum Regional (UMR) setempat.

Hal ini terungkap dalam riset bertajuk “Peran Amartha dalam Meningkatkan Kesejahteraan Perempuan di Pedesaan” yang dilakukan oleh Amartha berkolaborasi dengan Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada. Riset kolaboratif ini dilakukan pada 88 responden mitra Amartha di delapan kota di Jawa (Bandung, Bogor, Subang, Sukabumi, Banyumas, Klaten, Kediri, dan Mojokerto) dengan menggabungkan metode survei, wawancara dan focus group discussion.

Penelitian tersebut melihat bahwa Amartha memiliki dua peran signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan perempuan di daerah pedesaan, yakni melalui peningkatan inklusi finansial dan kohesivitas sosial di antara para peminjam. Pertama, mayoritas peminjam Amartha tidak memiliki keanggotaan pada institusi keuangan formal dikarenakan akses terhadap itu dirasa sulit.

“Dari awal berdiri, kami ingin menjangkau orang-orang yang belum mendapatkan akses terhadap layanan keuangan digital. Dengan riset ini, kami bisa membuktikan bahwa kami lebih inklusif di mana orang-orang yang tadinya tidak terjangkau saat ini sudah terjangkau. Kami juga ingin memastikan ibu-ibu di pedesaan ini mendapat kesempatan yang sama seperti kita yang ada di kota,” ujar Aria Widyanto, Chief Risk and Sustainability Officer Amartha di Jakarta, (06/11/2019).

Temuan riset mengungkapkan, 94,3% mitra Amartha merasa lebih sejahtera setelah bergabung dengan Amartha. Penghasilan mereka naik jadi Rp5-10 juta per bulan dari yang awalnya hanya sekitar Rp1-2 juta per bulan. Kenaikan tertinggi dirasakan oleh salah satu mitra Amartha di Klaten yang mengalami lonjakan pendapatan dari Rp1,4 Juta menjadi Rp10 Juta per bulan, jauh melampaui UMR Klaten senilai Rp1.795.061.

Hasil riset juga mengungkap bahwa 76% mitra usaha Amartha mengaku dapat membayar uang sekolah anak dari pendapatan usaha mereka. Mereka juga merasakan hasil penjualan meningkat, usaha semakin berkembang, dapat turut membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat sekitar serta memiliki cadangan dana darurat.

Penelitian ini juga menemukan hubungan yang positif antara peningkatan kemampuan ekonomi terhadap posisi pengambilan keputusan di keluarga. Akses finansial tidak hanya meningkatkan kemampuan ekonomi individu, tetapi juga memperkuat daya tawar dan peran perempuan dalam pengambilan kepuusan di keluarga. Kedua, mekanisme pertemuan renteng mingguan dan sistem tanggung enteng memiliki dampak sosial yang substansial dalam menguatkan kerja sama dan komitmen di antara peminjam.

Dewa Ayu Diah Angendari, Sekretaris Eksekutif CfDS UGM, mengatakan, mayoritas perempuan di pedesaan memiliki tingkat pendidikan yang rendah serta mengalami keterbatasan dalam mengakses informasi. Sebanyak 52,3% mitra Amartha merupakan lulusan sekolah dasar yang rata-rata berprofesi sebagai pedagang berskala mikro dengan penghasilan kurang dari Rp3 juta per bulan.

“Dalam mengakses informasi, para mitra Amartha masih mengandalkan televisi atau orang-orang di sekitar mereka. Sekitar 70% perempuan mitra Amartha berusia di atas 40 tahun dan sebanyak 62,5% mitra Amartha tidak memiliki telepon genggam yang memungkinkan mereka terhubung dengan internet,” ujarnya.

Dengan rendahnya tingkat pendidikan dan minimnya akses terhadap informasi, para perempuan mitra Amartha ternyata lebih memilih fintek peer-to-peer (p2p) lending dibandingkan jasa keuangan formal lainnya. Sejumlah pertimbangan yang melatarbelakangi keputusan tersebut adalah jarak yang jauh dengan bank, jumlah pinjaman yang dapat diajukan terlalu besar, syarat administrasi yang lebih kompleks, hingga sudah terbiasa dengan transaksi tunai.

Menghadapi tantangan tersebut, kata Aria, Amartha menerjunkan business partner atau agen lapangan yang bertugas untuk menjembatani jurang tersebut. Sistem pendampingan melalui business partner Amartha membuat pengetahuan para perempuan desa tentang literasi keuangan semakin meningkat. Selain mengumpulkan pembayaran, business partner yang datang di setiap pertemuan mingguan turut membantu para mitra Amartha untuk mengelola pinjaman.

Kegiatan rutin mingguan ini membangkitkan kesadaran dan tanggung jawab untuk mengelola keuangan dengan lebih baik. Sebanyak 54,5% mitra Amartha merasa kemampuan mengelola keuangan meningkat setelah bergabung dengan Amartha.

“Setiap minggunya, Amartha mengadakan pertemuan majelis atau kelompok mitra beranggotakan 10-25 orang untuk memberi pendampingan dan pendidikan mengenai tata kelola usaha dan keuangan. Dengan metode ini, Amartha dapat menjembatani kesenjangan yang muncul dari rendahnya tingkat pendidikan dan akses informasi perempuan di pedesaan,” kata Aria.

Sampai saat ini sudah lebih dari Rp1,52 triliun modal usaha dari pendana telah Amartha salurkan kepada lebih dari 321 ribu mitra usaha perempuan di Indonesia. Pendana Amartha pun meraih keuntungan hingga 15% per tahun, dan menciptakan dampak sosial yang nyata di masyarakat.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved