Management Trends zkumparan

Amartha Telah Salurkan Kredit UMKM Rp635 Miliar

Amartha Telah Salurkan Kredit UMKM Rp635 Miliar

Founder & CEO Amartha, Andi Taufan Garuda Putra (tengah)

PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) memberikan kesempatan bagi individu atau institusi untuk dapat berpartisipasi dalam mengembangkan bidang usaha mikro yang terbukti aman dan menguntungkan.

Berdiri sejak tahun 2010 sebagai lembaga keuangan mikro dan bertransformasi menjadi perusahaan P2P di tahun 2016, Amartha menawarkan peluang bagi investor yang ingin memberikan akses permodalan, untuk terhubung dengan pengusaha mikro perempuan di pedesaan yang membutuhkan pendanaan modal usaha sehingga diharapkan mampu ikut mendorong peningkatan inklusi keuangan masyarakat di Indonesia, khususnya di kawasan pedesaan.

Menurut laporan Bank Dunia (World Bank) dan International Finance Corporation (IFC), kesenjangan kebutuhan pendanaan bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia mencapai US$ 165 miliar atau setara 19 persen dari produk domestik bruto (PDB). Sementara untuk jumlah pemilik rekening berdasarkan populasi baru sekitar 49%. Hal ini menunjukkan bahwa keterjangkauan masyarakat terhadap jasa keuangan baru mencapai separuh dari total penduduk Indonesia. Bahkan baru 17,2% masyarakat yang meminjam dari lembaga keuangan.

Oleh karena itu, meningkatkan inklusi keuangan menjadi sasaran pemerintah saat ini dan melalui Financial Technology (fintech) diharapkan dapat meningkatkan inklusi keuangan di tanah air sehingga dapat meningkatkan rasio penyaluran kredit, mempersempit kesenjangan dan menambah daftar pemilik rekening.

Sementara itu, pertumbuhan nilai transaksi pasar fintech Indonesia saat ini diproyeksikan tumbuh 16,3 % per tahun, dan tahun 2018 diperkirakan nilai transaksi mencapai US$ 22,34 juta atau sekitar Rp 324 miliar. Ini menggambarkan betapa besarnya potensi pasar fintech di tanah air. Hadirnya fintech, khususnya P2P lending, juga akan turut mengambil peran dalam meningkatkan perekonomian Indonesia yang dapat diwujudkan dengan membantu permodalan bagi UMKM.

Founder & CEO PT Amartha Mikro Fintek (Amartha), Andi Taufan Garuda Putra, mengatakan, sejak pertama berdirinya, Amartha terus berkomitmen untuk menghubungkan para pengusaha mikro unbanked, dengan para investor yang ingin berpartisipasi di sektor pendanaan yang lebih menguntungkan dan tentunya bernilai sosial. Keunikan lain terletak pada pengusaha mikro atau Mitra Amartha, yang seluruhnya adalah perempuan.

Dalam 1 tahun terakhir, terdapat peningkatan yang cukup signifikan baik dari jumlah mitra Amartha maupun total dana yang telah tersalurkan. Pada tahun 2018 ini, lebih dari 152 ribu perempuan pelaku usaha mikro di pelosok Indonesia telah menjadi mitra Amartha, meningkat 117% dari tahun 2017 sebanyak lebih dari 70 ribu mitra. Sedangkan untuk total dana yang didistribusikan lebih dari Rp 635 miliar, meningkat lebih dari 200% dari tahun 2017 sebesar Rp 200 miliar.

Perempuan pelaku usaha merupakan fokus utama penyaluran dana Amartha, karena sekitar 51% usaha kecil dan 34% usaha menengah di Indonesia dimiliki dan dijalankan oleh wanita. “Sebagai bisnis yang dilandasi nilai-nilai sosial, kami juga ingin turut membantu mencapai sustainable development goals melalui pilar pengentasan kemiskinan, partisipasi perempuan dalam pembangunan dan pengurangan ketimpangan pendapatan di pedesaan,” jelas Taufan.

Karena itu, pada 2018 ini Amartha terpilih sebagai pemenang dalam InnovationXchange (iXc), Frontier Innovators yang diinisiasi pemerintah Australia dan penghargaan dari UN Capital Development Fund (UNCDF) sebagai start up fintech yang inovatif dalam mengatasi kesenjangan inklusi keuangan dan meningkatkan partisipasi perempuan di ekonomi.

Founding Member IMFEA (Indonesia MicroFinance Expert Association) dan Project Leader ukmindonesia.id – Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Dewi Meisari Haryanti, mengatakan, UMKM, khususnya Usaha Mikro di Indonesia ini terbukti memiliki bidang usaha yang feasible, sustainable, namun stagnan. Salah satu penyebabnya adalah sulitnya akses modal untuk pengembangan usaha, karena pola transaksi mereka yang kecil-kecil, sering, dan berputar cepat sehingga agak sulit terjadi akumulasi laba/aset.

Modal eksternal akhirnya dibutuhkan untuk mendukung penambahan peralatan usaha maupun modal kerja. Ketiadaan agunan yang cukup dan track record berupa catatan pendapatan usaha membuat Usaha Mikro dipandang beresiko tinggi oleh perbankan; akhirnya penambahan kredit UMKM perbankan berjalan lambat walaupun sudah didorong-dorong oleh kebijakan. Peraturan OJK yang mewajibkan seperti minimum portofolio pinjaman perbankan 20% untuk UMKM belum berjalan efektif. Kondisi ini memberi ruang untuk inovasi, fintech P2P lending salah satunya yang memiliki potensi besar untuk menghadirkan inklusi keuangan. Kemudahan prosedur yang dihadirkan fintech sangat membantu UMKM, terbukti dengan peningkatan akun borrower hampir 600% (dari Januari-September 2018, OJK). Melalui fintech, agunan fisik tak melulu harus menjadi jaminan.

Bentuk “agunan” dapat diganti dengan rekomendasi kelompok (sistem tanggung renteng), adanya pembina/koperasi sebagai penjamin, dan bahkan “rekam jejak” borrower yang tersimpan baik di sistem dapat berperan sebagai agunan. Pola operasional yang lebih efisien dan cepat (paperless dan semi-otomatis) membuat P2P lending bisa mengenakan biaya jasa pinjaman yang jauh lebih murah bagi UMKM (dibanding rentenir, bahkan kredit mikro perbankan); namun saat yang sama, juga bisa menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi bagi investor/lender (dibanding deposito).

P2P lending juga membuat investor bisa memilih sendiri pelaku usaha yang ingin dibantu, tidak seperti deposito perbankan. Saat ini, fintech P2P lending sudah ada yang terdaftar dan diawasi OJK, jadi investor tidak perlu ragu lagi untuk ikut berpartisipasi membantu pendanaan bagi UMKM, sehingga dapat membantu menghadirkan sistem keuangan yang lebih inklusif, yang tentunya juga menguntungkan.” ujar Dewi.

Head of SME Product, Business Support & UORM PT Bank Permata Tbk (PermataBank), Haryanto Suryonoto, mengatakan, “Mengacu terhadap peraturan tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi, kami melihat Amartha telah memenuhi persyaratan dalam hal tata kelola sistem teknologi, elektronik, mitigasi risiko, edukasi dan perlindungan pengguna layanan pinjam meminjam dan transparansi dengan adanya sistem credit scoring,” ujarnya.

Dengan adanya kolaborasi positif industri jasa keuangan seperti bank dengan industri fintech P2P lending diharapkan dapat memberdayakan UMKM melalui akses modal yang lebih fleksibel dan lebih mudah, serta memutar roda ekonomi lebih cepat sehingga menciptakan lapangan kerja baru dan pengentasan kemiskinan.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved