Technology Trends zkumparan

Ambisi Andi Hilmy dalam Mengembangkan Biodisel

Berawal dari kemenangannya di ajang Ideafest 2016, Andi Hilmi Mutawakkil kini telah berhasil mendirikan perusahaan berbasis pengolahan minyak jelantah, Genoil. Proyek pembuatan biodisel ini merupakan hasil akumulasi keprihatinannya saat terjadi krisis bahan bakar minyak di tahun 2011 lalu.

Andi memulai proyek ini saat dirinya masih berada di bangku sekolah menengah kelas 2 dan mengembangkannya hingga kini. Tercatat, 2 ribu– 4 ribu liter biodiesel dan 200– 400 liter gliserol sebagai produk samping bisa dihasilkannya dalam sehari. Berikut petikan wawancara SWA Online dengan Andi.

Bagaimana cerita awal pendirian Genoil?

Kebetulan waktu itu saya masih SMA kelas 2 dan menjadi Ketua Kelompok Ilmiah Remaja. Waktu itu sedang terjadi krisis bahan bakar minyak, saya melihat perlu adanya upaya mencari solusi apalagi sebagai peneliti memiliki tanggung jawab moril untuk menemukan (energi) alternatif. Hingga akhirnya saya mendorong tim untuk menemukan ragam (energi) alternatif, dan hasilnya terkumpul ada 40 energi alternatif.

Setelah dipilah, biodiesel adalah kandidat yang tepat karena dapat dihasilkan dari ragam sumber hayati dan yang terpenting dapat dihasilkan dari limbah rumah tangga dan industri berupa minyak goreng bekas yang jumlah tidak sedikit dan ada setiap hari. Hingga akhir tahun 2014 kami mencari investor lokal, investasi pun masuk. Puncaknya adalah ketika saya dan kawan-kawan memenangi Ideafest 2016 di Jakarta dengan membawa uang tunai sebesar Rp100 juta dan mendapatkan kesempatan untuk belajar di Inggris selama 1 tahun. Kemudian, lahirlah Genoil sebagai perusahaan biodiesel pertama di Sulawesi Selatan dan dibangun secara mandiri dari otak, otot, dan kantong putera daerah sendiri.

Bagaimana Anda melihat kondisi bisnis minyak biodisel di Indonesia?

Kami melihat kondisi pasar biodiesel di Indonesia terbilang kurang memihak ke pelaku UKM. Namun, kami tetap optimistis pasar biodiesel bisa diciptakan sendiri dengan mengupayakan raw material yang murah, kualitas yang baik, dan harga yang bersaing di tingkat industri. Kami berharap ke depan Pemerintah Indonesia memberi ruang untuk UKM agar dapat berkontribusi dalam mandatori biodiesel, karena bukan hanya berdampak pada ketahanan energi nasional, tapi juga akan melahirkan gerakan sosial untuk peduli lingkungan dan kesehatan di sekitar kita.

Sebagai contoh, di Makassar sendiri 1 rumah tangga bisa menghasilkan 200 ml minyak jelantah per hari, mungkin terbilang sedikit. Namun jika dikalikan dengan demografi Kota Makassar yang berjumlah 300 ribu KK, maka sehari bisa mencapai 60 ton, dengan sistem yang memadai itu bisa jadi raw material yang memadai di luar sektor industri yang juga menghasilkan limbah yang sama seperti hotel, industri mie, krupuk dan lainnya.

Seiring morosotnya cadangan minyak nasional dan tumbuhnya konsumsi energi khususnya minyak, tentu akan berdampak pada meningkatnya kebutuhan biodiesel di masa mendatang. Nah, agar tidak bergantung pada impor yang membebani keuangan negara, UKM Biodiesel dapat terlibat menjadi mitra pemerintah. Karena tentu, ketahanan energi juga dapat tercipta melalui pembinaan UKM secara terpadu seperti di Brazil yang telah berhasil swasembada energi melalui sektor UKM.

Bagaimana Anda melihat peluang bisnis ini?

Cadangan minyak di dalam negeri diprediksi akan defisit di tahun 2025 yang akan membawa Indonesia menjadi net importir minyak fosil. Jika kita mempelajari tingkat konsumsi energi global, pasar minyak dunia masih mendominasi paling tidak sampai 50 tahun ke depan saat infrastruktur tenaga listrik memadai menggantikan energi fosil. Industri energi biodiesel tersendiri terbilang menarik, karena mewakili kebutuhan akan suplai minyak dan energi yang lebih bersih dan terbarukan, sehingga merupakan komoditi energi yang memiliki bargaining position di masa masa mendatang. Apalagi merupakan subtitusi dari minyak solar yang notabene produk energi yang paling banyak dibutuhkan untuk menggerakkan roda perekonomian.

Apa saja tantangan yang dihadapi?

Mengumpulkan bahan baku, karena banyak sekali pengepul ilegal yang membeli minyak jelantah dengan harga “tidak wajar” yang selanjutnya dipucatkan untuk dijual kembali ke pasar tradisional ataupun pedagang gorengan.

Apa strategi yang digunakan untuk menghadapi tantangan tersebut? Bagaimana pelaksanaanya?

Mendorong lahirnya peraturan daerah/walikota tentang pengendalian limbah minyak jelantah di tingkat industri agar oknum tertentu tidak lagi memperjualbelikan secara bebas minyak sisa yang dihasilkan. Namun, harus di laporkan auditnya ke badan lingkungan hidup secara berkala dan wajib diolah di dalam kota. Selain itu, bekerja sama secara langsung dengan pelaku industri untuk terlibat dalam go green, dengan memberikan apresiasi ke pihak mitra dengan label usaha “hotel ini tidak menggunakan minyak jelantah dan mendukung go green” sebagai standar mutu.

Selain itu, mengajak masyarakat terlibat secara langsung melalui pemberdayaan RT/RW dalam bentuk bank minyak jelantah, dengan konsep minyak jelantah ditukar dengan minyak baru, sehingga ibu-ibu rumah tangga memiliki kebiasaan baru untuk tidak membuang minyak sisa ke lingkungan ataupun dikonsumsi berulang kali. Lewat program tersebut, masyarakat menjadi teredukasi dalam penggunaan minyak makan secara sehat untuk keluarga. Selain itu, ikut terlibat dalam penyediaan energi skala lokal.

Bagaimana Anda menghadapi kesulitan akses terhadap pasar?

Nelayan di Paotere sering mengalami kekurangan bahan bakar minyak, sehingga membuat mereka sulit untuk melaut. Akhirnya kami mencoba masuk, namun tidak mulus begitu saja. Banyak nelayan yang awalnya ragu karena kadang solar yang berbeda warna enggan mereka pakai. Namun, kami meyakinkan bahwa produk kami aman dengan hasil lab uji dari Sucofindo berdasar SNI Biodiesel. Biodiesel Genoil punya value karena dapat menghemat konsumsi bahan bakar hingga 20%, dan yang terpenting kami siap mengganti jika mesin mereka rusak. Akhirnya setelah diskusi panjang, masyarakat nelayan setuju, Genoil diberikan ruang untuk masuk, dan test drive di mesin kapal pada esok harinya. Kami mulai bekerja sama dengan penyalur BBM di sekitar Pelabuhan Paotere Makassar untuk penjualan biodiesel dengan syarat blending 20% sesuai aturan pemerintah terkait biodiesel.

Bagaimana rencana dan arahan bisnis Genoil ke depan?

Ke depan, kami akan membuat industri etanol guna berhenti tergantung dari metanol yang harus dibeli dari luar Sulawesi. Pemberdayaan rumah tangga dengan konsep tukar minyak jelantah (dengan minyak baru dengan rasio konversi yang telah ditentukan) juga menjadi perencanaan utama kami, karena potensi limbah rumah tangga selama ini tidak diperhatikan padahal mampu menjadi penyokong suplai kedepan.

Selain itu, kami akan membuat sistem yang terintegrasi berbasis apps agar mempermudah membaca informasi potensi database feedstock harian. Jika hal tersebut berjalan lancar dengan dukungan berbagai pihak dari pemerintah, investor, dan masyarakat, kami yakin kebutuhan energi nasional akan dapat di suplai juga oleh daerah-daerah. Bayangkan, rumah tangga kategori menengah ke bawah menghasilkan 200 ml/hari dan jika dikalikan total rumah tangga di Makassar sendiri sebanyak 300 ribu maka potensi yang bisa didapatkan mampu mencapai 60ribu liter minyak jelantah setiap harinya. Dengan sistem yang terpadu, potensi tersebut dapat kita kelola dengan baik yang pada akhirnya dapat meningkatkan suplai BBM untuk nelayan di masa mendatang dan mengantisipasi krisis BBM sewaktu-waktu.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved