CSR Corner Trends zkumparan

APSAI Ajak Dunia Usaha Perhatikan Kesejahteraan Anak

Tercatat dari total 87 juta jiwa anak Indonesia saat ini, hanya 51 persen yang dapat mengakses pendidikan. Sisanya tidak dapat mengakses pendidikan.

Namun bukan hanya soal akses pendidikan yang kurang, secara keseluruhan kesejahteraan anak Indonesia masih perlu perjuangan diwujudkan. Kemitraan pemerintah, dunia usaha dan berbagai pihak lain, sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kesejahteraan anak Indonesia.

Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Assosiasi Perusahaan Sahabat Anak Indonesia (APSAI), Luhur Budijarso, melalui berita persnya (20/03/2018). Untuk itulah APSAI hadir sejak 2012 yang bertujuan memperhatikan kesejahteraan anak-anak Indonesia.“APSAI merupakan mewadahi perusahaan swasta dan pelaku bisnis untuk bersama-sama dengan pemerintah dan masyarakat dalam pemenuhan hak-hak anak Indonesia,” katanya.

Asosiasi ini diresmikan tepatnya pada 2 Mei 2012 oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak kala itu dijabat oleh Linda Amalia Sari Agum Gumelar. APSAI dibentuk menjadi wadah percepatan implementasi peran dunia usaha dalam pemenuhan hak anak Indonesia serta memastikan sinergi dengan program pemerintah dalam mewujudkan Kota atau Kabupaten layak anak.

Luhur menjelaskan, dengan kehadiran asosiasi pemenuhan hak anak akan sekolah, bermain, berekreasi, dan sebagainya bisa terpenuhi, sehingga kehidupan yang lebih layak dan tumbuh kembang yang baik mereka bisa dirasakan.

Menurutnya, dunia usaha berperan sangat penting dalam pemenuhan hak anak karena beberapa alasan. Pertama, care givers (ayah, ibu) yang bekerja memerlukan dukungan dari policy perusahaan agar dapat secara maksimal memastikan tumbuh kembang optimal anak-anaknya bahkan sejak dalam kandungan.

Kedua, produk dan jasa yang dihasilkan dunia usaha, tidak dapat dihindari, akan menghasilkan dampak bagi tumbuh kembang anak secara langsung maupun tidak langsung.

“Ketiga, dunia usaha merupakan bagian dari anggota masyarakat yang memiliki kewajiban menjalankan program tanggung jawab sosial dalam berbagai bidang termasuk pendidikan, kesehatan, dan pemenuhan hak anak,” tegasnya.

Karena itu, lanjutnya, dunia harus ikut bertanggung jawab moral untuk mewujudkan visi anak Indonesia yang sehat, cerdas, ceria, dan berakhlak mulia, serta terlindungi dari kekerasan, diskriminasi, dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan.

Memasuki tahun kelima asosiasi ini, menurut Luhur makin banyak perusahaan menjadi anggota APSAI dan berkomitmen menghasilkan produk yang ramah anak, baik produk makanan yang tidak membahayakan kesehatan anak, juga produk mainan yang aman, mendidik, dan tidak mengandung kekerasan bagi anak.

Asosiasi bukan hanya pendorong peningkatan produk ramah anak, lanjut Luhur, tapi juga mendukung peningkatan fasilitas dan program pendukung bagi ibu pekerja. Seperti menyediakan pojok ASI, tempat penitipan anak (TPA), dan mengembangkan kebijakan yang memberikan dispensasi waktu bagi karyawati yang memiliki bayi di bawah usia 6 bulan untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.

“Mayoritas menyambut positif yang kami upayakan, kalau pun ada yang belum bergabung, masalah waktu seperti perusahaan multinasional harus melalui proses ijin kantor pusat atau regional mereka,” imbuhnya.

Pihaknya juga memperhatikan kebijakan tentang batas usia bekerja pada anak, bahwa perusahaan dilarang mempekerjakan anak di bawah usia yang ditentukan pemerintah dan tidak melibatkan anak-anak dalam bentuk-bentuk pekerjaan yang membahayakan. APSAI juga mengadakan kegiatan bersama dengan perusahaan-perusahaan anggotanya melalui kegiatan CSR berupa kegiatan mendukung tumbuh kembang dan perlindungan anak, pembangunan posyandu dan kampanye eksklusif ASI.

Untuk mendorong kepedulian perusahaan pada anak, APSAI memberikan apresiasi dengan menyelenggarakan Anugerah Pelangi sejak 2013. Perhelatan yang sudah tiga kali diadakan (2013, 2015, 2017) ini memberikan penghargaan pada perusahaan-perusahaan dan pelaku bisnis yang telah menerapkan tiga hal yang menjadi prinsip APSAI. Pertama, memiliki kebijakan yang ramah anak, seperti menyediakan ruang laktasi untuk mendorong ibu yang bekerja memberikan ASI ekslusif. Kedua, menghasilkan produk yang ramah anak, dan ketiga program-program perusahaan ramah anak.

“Evaluasi teliti dan menyeluruh dilakukan oleh dewan penguji independen. Setelah beberapa kali diadakan menunjukkan program 3P terus terjadi peningkatan yaitu Child Friendly Policy, Product and Program diterapkan secara lebih terstruktur,” ujarnya.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved