Trends zkumparan

Bagaimana Proyeksi Perekonomian NTB Pasca Gempa?

Acara Pemaparan Asesmen dan Prospek Perekonomian KTI oleh BI (23/8/2018)

Gempa bumi yang melanda sejumlah wilayah di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) berdampak pada kondisi dan pertumbuhan ekonomi NTB.

Achris Sarwani, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi NTB, mengatakan, pascagempa pertumbuhan ekonomi Lombok pasti akan mengalami kontraksi. Alhasil pertumbuhan ekonomi pada kuartal-II 2018 sebesar 7,11% tidak akan berlanjut. Ditambah lagi kontraksi Pertambangan yang masih berlanjut sejak awal 2017 karena menurunnya produksi konsentrat tembaga dan kuota ekspor yang menurun.

“Meskipun demikian, optimis bahwa pertumbuhan ekonomi Lombok tidak akan jatuh terlalu dalam. Sebab masih ada wilayah yang dapat dijadikan pendorong aktivitas perekonomian yakni Lombok bagian selatan. Wilayah tersebut tidak terdampak signifikan oleh gempa,” ujar Achris, (25/8/2018).

Optimisme yang sama juga diungkapkan Ronny Widijarto, Deputi Direktur Departemen Regional 3 Bank Indonesia (BI), menurutnya, selain daripada pertambangan, NTB memiliki sektor utama lain yaitu pertanian, dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika yang disiapkan pemerintah sebagai bagian dari destinasi Bali baru.

“KEK Mandalika sedang digenjot pengembangannya. Kami berharap tidak terjadi kerusakan di sana. Kami masih menunggu data mengenai kondisi keseluruhan di sana. Namun kami sangat berharap pariwisata tetap menjadi motor penggerak perekonomian di Lombok. Pemerintah kan mengandalkan pengembangan pariwisata sebagai quick win dalam memperbaiki current account deficit,” ujar Ronny dalam paparan Perkembangan Ekonomi Kawasan Timur Indonesia (KTI).

Ia melanjutkan, dalam rangka pemulihan di wilayah terdampak gempa, BI akan terus memantau kestabilan harga untuk mempercepat pemulihan. Adapun untuk inflasi, ia berpendapat masih bisa terjaga jika pasokan makanan dan kebutuhan pokok masih ada.

“Tentu BI akan bertindak sesuai porsinya. Terutama BI Bersama pemerintah daerah dan TPID harus menjaga kestabilan harga, stabilisasi harga di sana. Dengan perbaikan logistik diharapkan perbedaan harga akan menjadi relaitf stabil,” jelasnya. Sebagai informasi, devisa pariwisata di KTI tahun 2017 sebesar US$ 6,6 miliar.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved