Trends

Bio Farma Targetkan Produksi Vaksin Covid-19 Awal 2021

Seorang pekerja sedang menyiapkan ampul vaksin polio di pabrik Bio Farma di Bandung, Jawa Barat, 13 Mei 2005. (Foto: Reuters/arsip)

Manager Integrasi Riset dan Pengembangan Bio Farma, Dr. Neni Nurainy, mengatakan BUMN itu tengah bekerja sama dengan Sinovac, perusahaan asal China, untuk memproduksi vaksin. Pihaknya menunggu hasil uji klinis fase 2, sebelum melanjutkan pengembangannya di tanah air.

“Maka vaksin itu akan kita impor dari China dan kita lakukan formulasi dan filing oleh Biofarma. Kemudian kita akan lakukan uji klinis fase 3 di Indonesia pada sekitar bulan Juli-Agustus 2020,” ungkapnya dalam webinar “Apa Kabar Vaksin,” Rabu (10/6) siang.

Vaksin Sinovac adalah tipe inactivated virus, artinya berasal dari virus yang sudah dilemahkan atau dimatikan. Neni mengatakan, jika semua proses berjalan lancar, vaksin tersebut bisa digunakan secara darurat mulai kuartal pertama 2021.

Research & Integration Manager Bio Farma, Neni Nurainy, memberikan keterangan pada wartawan di Jakarta terkait vaksin campak pada 2018. (Foto: Rio Tuasikal/VOA)
Research & Integration Manager Bio Farma, Neni Nurainy, memberikan keterangan pada wartawan di Jakarta terkait vaksin campak pada 2018. (Foto: Rio Tuasikal/VOA)

Sementara dalam pemenuhan vaksin jangka panjang, Bio Farma bergabung dalam konsorsium nasional vaksin Covid-19. Konsorsium berisi sejumlah lembaga penelitian dan perguruan tinggi itu merencanakan produksi vaksin massal pada 2022. Prototipe vaksin ditargetkan selesai pada Februari 2021 dan akan diserahkan ke Bio Farma untuk dikembangkan.

“Kita akan lanjutkan penelitian berupa upscaling, uji pra-klinis, uji klinis fase 1 dan seterusnya. Kita harapkan bahwa di kuartal pertama 2022 akan dilakukan produksi massal atau komersial dengan izin dari badan POM,” tambahnya.

Selain BioFarma dan Sinovac, ada dua kerja sama swasta yang berupaya menyediakan vaksin di Indonesia. Pertama, adalah sebuah lembaga swasta yang bekerjasama dengan perusahaan China, Sinopharm, yang mengembangkan vaksin tipe inactivated virus. Kedua, kerja sama Kalbe Farma dan Genexine asal Korea Selatan yang mengembangkan tipe DNA vaccine.

“Sekarang begitu banyak kontribusi dari swasta, BUMN, maupun pemerintah untuk segera mendapatkan vaksin di Indonesia. Kita berdoa mudah-mudahan vaksin ini akan segera hadir di Indonesia dan memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk masyarakat,” tandasnya.

Botol-botol kecil dengan stiker bertuliskan "Vaksin COVID-19" dalam foto ilustrasi, 10 April 2020.
Botol-botol kecil dengan stiker bertuliskan “Vaksin COVID-19” dalam foto ilustrasi, 10 April 2020.

Sementara itu, Ali Ghufron Mukti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan, kolaborasi dengan negara lain memang lebih cepat dari pada memaksa melakukannya sendiri.

Namun dia mengingatkan, kolaborasi juga harus mendorong transfer teknologi dan keahlian ke tanah air.

“Kerja sama dimungkinkan tapi jangan sampai kita hanya sebagai potensial market,” tegasnya.

Kementerian BUMN Dorong Vaksin Teknologi Baru

Wakil Menteri BUMN Budi Sadikin Gunadi mengatakan, selain mengembangkan vaksin tipe inactivated virus, dia meminta Bio Farma mengembangkan vaksin tipe mRNA yang menggunakan teknologi lebih baru.

“Walau saya tahu, vaksin ini sangat susah, belum tentu berhasil, yang sudah maju kayak di Oxford juga kemudian mundur lagi. Tapi let’s do something, and bring us forward ke depan,” desaknya dalam kesempatan yang sama.

Ampul-ampul vaksin di pabrik Bio Farma, di Bandung, Jawa Barat, 13 Mei 2005. (Foto: Reuters/Arsip)
Ampul-ampul vaksin di pabrik Bio Farma, di Bandung, Jawa Barat, 13 Mei 2005. (Foto: Reuters/Arsip)

Namun peneliti dari John Curtin School of Medical Research, Australian National University, Ines Atmosukarto, mengingatkan soal metode terbaru itu. Meski sedang dikembangkan beberapa perusahaan farmasi di Amerika Serikat, belum ada vaksin yang berhasil mencapai produksi komersial.

“Belum memiliki produk di pasaran yang menggunakan platform tersebut. Jadi sebenarnya platform tersebut masih belum terbukti secara komersial, terangnya.

Dia juga memperingatkan, bahwa meski produksi vaksin dipercepat, jangan sampai produksinya lengah. Dia khawatir ada efek samping yang luput dari pengamatan.

“Yang mungkin belum sempat kita prediksi karena proses pengembangannya yang sangat diperpendek, itu bisa membawa efek publik dan kepercayaan terhadap vaksin,” tambahnya yang juga mendirikan perusahaan farmasi, Lipotek di Australia. [rt/ft]

Sumber: VoAIndonesia.com


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved