Trends zkumparan

Bisnis Apotek Kimia Farma di Tengah Era Disruptif

Direktur Utama PT Apotek Kimia Farma, Imam Fathorrahman.

Era disruptif menciptakan pergeseran dalam segala hal. Perubahan budaya akibat inovasi yang semakin maju tak bisa dihindari. Namun bagi Direktur Utama PT Apotek Kimia Farma, Imam Fathorrahman, adanya disrupsi digital belum pasti berdampak pada bisnis perusahaan yang ia pimpin, Kimia Farma Apotek (KFA).

“Saya tidak tahu apakah disrupsi digital berpengaruh tapi yang jelas pertumbuhan bisnis KFA memang tidak sebagus tahun lalu. Namun untuk industrinya, pertumbuhan KFA akhir tahun dapat mencapai 11%, di atas rata-rata industri bisnis apotek yang hanya menyentuh 2-3%,” ujarnya.

Menurutnya, KFA dapat bertahan dengan pertumbuhan tetap double digit karena di gerainya melayani beberapa kebutuhan kesehatan, tidak hanya sekadar menjual obat-obatan.

KFA juga memberikan layanan klinik kesehatan dengan dokter sebagai konsultan. Pertambahan peserta BPJS Kesehatan juga dirasakan pertumbuhannya bagi klinik KFA. Menurut Imam, penjualan melalui resep dokter mengalami penurunan karena berpindah ke BPJS Kesehatan. “

Kami menyediakan klinik kesehatan, peserta BPJS dapat langsung menebus obatnya di gerai KFA,” tambahnya. Fenomena BPJS Kesehatan ini di sisi lain menjadi faktor tumbangnya eberapa apotek karena pasien kini mendapatkan obat langsung dari klinik dimana dia berobat, bukan dari auto-pocket (pasien yang berobat di klinik lain bisa menebus obat di apotek dimana saja).

Pertumbuhan KFA juga terbantu dari belanja obat-obatan OTC yang dapat dijual bebas, food suplemen, personal care, consumer goods, kosmetik dan alat kesehatan. “Tapi yang growth paling bagus saat ini adalah kosmetik dapat mencapai 70-80%. Sepertinya orang tidak peduli, krisis tetap butuh dandan,” canda Imam.

Hanya saja saat ini KFA belum banyak produk beauty care atau make-up karena fokus sebelumnya memang lebih ke kesehatan. Melihat perkembangan pasar, tahun depan KFA akan lebih memperbanyak produk beauty care dan make-up seperti pesaingnya Century, Watson, dan lainnya.

Rencana ini mulai dijajaki oleh KFA secara perlahan. Mulai melirik bisnis beauty care dilakukan tahun depan karena memang pasar sedang banyak ke produk-produk tersebut. “Saya melihat Wardah sedang tinggi pertumbuhannya, diatas 86%. Ada sekitar lima merek kosmetik yang nantinya akan tersedia di KFA,” katanya. Mau tidak mau kategori kosmetik harus ditingkatkan dalam bisnis KFA, terlebih melihat penjualan obat OTC pertumbuhannya menurun. KFA juga melakukan kerja sama dengan Go-Med untuk masuk ke era disruptif teknologi ini.

Tahun depan bersama Telkom Group melalui sinergi BUMN, KFA sedang mengembangkan sendiri untuk digitalisasi KFA. Membangun data based pasien diakui memang cukup mahal. Cara dengan bergabung dengan platform lain yang dilakukan KFA untuk mendapat big data dari pihak lain. “Targetnya triwulan pertama 2018 akan ada aplikasi KFA. Jaringan KFA yang mencapai 1.000 gerai merupakan kekuatan, inilah yang harusnya bisa meningkatkan layanan di online,” ungkapnya.

Keyakinan Iman bahwa praktik dokter dan apoteker tidak bisa tergantikkan dalam format serba online seperti saat ini. Penjualan obat-obatan terutama yang berat dengan keahlian apoteker dan dokter tidak bisa sembarangan dijual secara online. Di sisi lain, menurutnya, permintaan pembelian obat secara online tidak bisa dengan jelas apakah pembelinya yang sebenarnya. Oleh karena itu, Kemetrian Kesehatan berencana menyiapkan regulasi untuk penjualan obat melalui apotek online.

Keberhasilan KFA meraih ICSA 2017 lalu berkat pelayanan yang diberikan senantiasa dijaga melalui Department Quality Inssurance. Departemen ini memastikan KFA tidak mendapatkan rejection dari konsumen, disertai dengan contact center, dan feed back dari setiap konsumen yang membeli obat di KFA.

“Pembelajaran setiap kasus atau feed back di gerai KFA menjadi informasi untuk gerai lain agar dapat menangani kasus yang sama,” ujarnya. Konsumen yang semakin cerdas menuntut KFA untuk melakukan pengembangan dan perbaikan pelayanannya di masa datang. “Kami juga mencari masukan dari eksternal, agar kami bisa melakukan improvement ke depan,” tambahnya.

Tahun depan akan ada aplikasi yang juga omni channel seperti di gerai KFA. Perusahaan mendorong agar lebih dekat dengan konsumen. Memikirkan apa yang belum terpikir oleh masyarakat agar bisa menyiapkan masa depan lebih baik. Empat parameter penilaian ICSA telah diterapkan KFA dalam menjalankan bisnisnya untuk menjaga kepuasan pelayanan konsumen, harga, kualitas produk dan ekspektasi di masa depan. Dalam hal pelayanan, KFA selalu meningkatkan standar pelayanan yang diinginkan konsumen.

Omset KFA tahun 2017 sekitar Rp3,4 trilin dengan petumbuhan 10-11% dibanding periode yang sama di tahun 2016. “Tranformasi teknologi memang menjadi keharusa untuk mengantisipasi perubahan bisnis yang lebih ke digital. Karena digital itu menurut studi bisa meningkatkan pertumbuhan revenue 3-5 kali. Digital bisa real time dan merespon dengan cepat kebutuhan konsumen,” jelas Imam.

Seluruh gerai KFA dikelola PT Kimia Farma Apotek, dirinya beruntung imbas digital tidak separah di ritel lainnya. Peran pelayanan dengan melibatkan dokter dan apoteker dari KFA menjadi nilai lebih kekuatanya.

Reportase: Herning Banirestu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved