Business Research

Ayo, Garap Potensi Wisata Halal!

IMG_4337

Jika berbicara secara makro, industri halal sudah berevolusi. Awalnya industri halal hanya berbentuk makanan dan minuma. Di tahun 1970-an bergeser ke sektor perbankan. Industri halal di tahun 2000-an sudah mulai masuk ke lifestyle, termasuk ke pariwisata.

Berdasarkan riset di tahun 2014, wisatawan muslim menduduki urutan ketiga dalam hal pengeluaran. Dalam setahun, wisatawan muslim bisa menghabiskan US$ 42 miliar. Dalam sehari, mereka bisa mengeluarkan US$ 2.500 per kunjungan, sedangkan wisatwan biasa hanya mengeluarkan US$ 1.800. Pengeluaran ini di luar haji dan umrah. Pasar untuk haji dan umrah sebesar Rp 16-18 triliun.

GDP (Gross Domestic Product) ke 57 negara OKI bisa mencapai US$ 9,7 triliun. Demografinya pun di bawah usia 30 tahun. Sehingga termasuk usia yang produktif dan konsumtif di saat yang bersamaan. Selain itu, ada US$ 4,8 triliun disposable income. Inilah yang memacu industri halal lifestyle.

Kebutuhan halal untuk wisatwaan bukan hanya makanan dan minuman lagi, tapi sekarang sudah menuju bagaimana berwisata.. Halal tourism bukanlah wisata religi, tertapi lebih kepada pelayanan tambahan untuk wisatawan muslim. Beberapa layanan yang dibutuhkan oleh wisatawan muslim antara lain makanan dan minuman yang sudah terjamin kehalalannya, kemudahan untuk beribadah, kemudia kemudahan untuk bersuci (toilet yang ramah air).

Sebanyak 80% penduduk Indonesia merupakan muslim, namun dalam pengelolaan kehalalan ini, Indonesia jauh tertinggal dibandingkan dengan negara lain seperti Malaysia dan Thailand. Kedua negara ini sangat serius dalam menangani pariwisata halal. Malaysia memiliki Dirjen di bawah Kementerian Pariwisata untuk menangani Islamic Tourism Center.

Dalam setahun, wisatawan muslim yang datang ke Malaysia mencapai 6,5 juta wisatawan. Thailand, jumlah penduduknya hanya 6% yang muslim, tapi memiliki dapur halal terbesar di Asia. Thailand mendidikasikan satu fakultas yaitu Halal Science Center di Universitas Chulalongkrong. Di daerah Phuket, ada Royal SPA Paradise yang memberikan SPA sesuai dengan syariah. Dalam setahun, Thailand bisa menarik perhatian wisatawan muslim sebasar 4,5 juta. Wisatawan muslim yang datang ke Indonesia baru 1,8 juta.

Banyak fasilitas umum di Indonesia yang tidak ramah kepada wisatawan muslim. Sebagai contoh mushala di bandara Soekarno-Hatta tempat jauh, kecil, dan kadang-kadang baunya tidak sedap.

Bandingkan dengan Bandara Suvarnabhumi Thailand memiliki 2 mushala yang besar, bahkan bisa dikategorikan sebagai masjid dan bisa melaksanakan shalat Jumat di sana. Destinasi-destinasi wisata popular seperti Bali, misalnya, sangat sulit untuk mendapatkan makanan halal. Wisatawan muslim yang ingin beribadah pun kesulitan. Toilet di pusat perbelanjaan dan hotel masih banyak yang tidak ramah air.

Riyanto Sofyan, Chairman Arva Corporation, mengatakan,jangan mengklaim halal, padahal tidak halal. “Banyak hotel berbintang 5 yang menyediakan makanan halal di samping makanan non-halal. Ini akan menyebabkan orang tidak nyaman makan,” jelasnya.

Karakteristik wisatawan muslim terbagi menjadi 3. Wisatawan muslim dari Timur Tengah menyukai spa, petualangan, dan berbelanja. Wisatawan muslim Eropa menyukai destinasi wisata bersejarah dan petualangan. Sedangkan wisatawan muslim Asia menyukai destinasi wisata yang bercampur dengan wisata religi, misalnya wisata kurban.

Nah, PR pemerintah adalah menyediakan obyek wisata yang muslim friendly untuk wisatawan muslim ini. “Ini bukan meng-Islamisasi pariwisata. Ini adalah peluang bisnis. Pasarnya ada, demand ada. Indonesia memiliki warisan islam yang kuat. Kenapa tidak dikapitalisasi agar Indonesia menjadi yang terbaik?,” tegas Riyanto.

Saat ini ada beberapa daerah yang menjadi fokus untuk destinasi pariwsata halal. Pertama, Lombok. Tahun ini Lombok baru saja mendapatkan penghargaan sebagai The World Best Halal Tourism Destination dan juga Best Halal Honeymoon Destination di World Halal Tourism Summit di Abu Dhabi.

Kedua, Jakarta dan Bandung. Di kedua daerah itu, memiliki spa yang sesuai dengan syariah dan banyak pusat perbelanjaan. Daerah yang akan dijadikan potensi adalah Batam, Aceh dan Sumatra Barat.

Arfa Corporation sendiri sudah fokus mengelola industri halal ini sejak tahun 1992. “Dulu situasinya tidak seperti sekaran. Yang memakai jilab masih sedikit dan bank Muamalat baru berdiri. Kami lebih ke product oriented. Kami mau membuat produk yang bisa membuat pasar baru. Tantangannya saat itu adalah bagaiamana produk halal atau syariah ini diterima oleh semua pasar,” kenangnya.

Hotel-hotel yang didirikan oleh Arva Corporation tidak mencantumkan nama halal di nama hotel. “Kami hanya tulis Sofyan Hotel saja. Suasananya kami buat nyaman untuk semua konsumen. Tamu-tamu yang menginap di hotel kami bukan hanya muslim saja. Konferensi Wali Gereja langganan menginap di kami. Tamu merasa aman menginap di hotel kami karena dikelola secara syariah jadi tidak ada yang mabuk atau berbuat macam-macam,” ungkapnya.

Untuk bar dan restaurant. Sofyan Hotel berusaha untuk mengahalalkan makanan dan minuman yang pupuler. “Di hotel kami juga ada bar. Tapi yang kami sediakan adalah mocktail. Moctailnya bisa terbuat dari jus dan herbal. Kami buat rasanya bisa menyerupai margarita. Jadi halal margarita. Tantangan di restaurant kami adalah bagimana menghalalkan semua makanan mulai dari Jepang, Thailand, dan Chinese. Untuk makanan Jepang, sangat sulit mendapatkan vinegar yang halal. Untuk mengakalinya, kami buat sendiri vinegarnya,” jelas Riyanto.

Saat ini ada 12 Sofyan Hotel yang beroperasi di Jakarta, Bogor, Medan, Padang, Lampung, Pandeglang, dan Bandung. 7 hotel dikelola sendiri, sedangkan 5 hotel dikelola secara franchise. Saat ini ada 7 Sofyan Hotel yang sedang dibangun. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved