Business Research

Bank Dunia Revisi Pertumbuhan Ekonomi Global Jadi 2,4%

Bank Dunia Revisi Pertumbuhan Ekonomi Global Jadi 2,4%

Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan global mencapai 2,9% pada Januari tahun ini. Namun proyeksi ini kemudian dipangkas menjadi 2,4% pada bulan Juni. Hal ini melihat melambatnya pertumbuhan di negara-negara maju, harga komidtas yang tetap rendah, lemahnya perdagangan global, dan arus modal yang berkurang.

Jim Yong Kim, Presiden Kelompok Bank Dunia

Jim Yong Kim, Presiden Kelompok Bank Dunia

Menurut laporan terbaru Global Economic Prospects, negara berkembang dan negara berkembang pengekspor komoditas berupaya keras beradaptasi terhadap jatuhnya harga minyak dan komoditas utama lain. Ini menjadi penyebab separuh dari revisi pemangkasan. Pertumbuhan di negara-negara tersebut tahun ini diproyeksikan 0,4%, jauh lebih rendah dari proyeksi pada bulan Januari sebesar 1,2%.

“Pertumbuhan yang melambat menunjukkan pentingnya negara untuk menerapkan kebijakan yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dn memperbaiki kesejahteraan mereka yang hidup dalam kemiskinan ekstrim,” jelas Jim Yong Kim, Presiden Kelompok Bank Dunia. Menurutnya pertumbuhan ekonomi adalah motor utama pengurangan kemiskinan.

Negara berkembang yang mengimpor komoditas lebih tahan daripada negara pengekspor, meski keuntungan dari turunnya harga energi dan komoditas lain belum terlalu terasa. Pertumbuhan mereka diproyeksikan sebesar 5,8% pada 2016, berkurang sedikit dari angka 5,9% pada 2015, seiring dengan rendahnya harga energi dan mulai pulihnya ekonomi negara-negara maju yang telah mendukung kegiatan ekonomi.

Di antara negara-negara berkembang yang besar, pertumbuhan Tiongkok diperkirakan berkisar antara 6,7% pada 2016 setelah tahun lalu berada di angka 6,9%. Di luar Tiongkok, pertumbuhan kawasan ini diproyeksikan tumbuh sebesar 4,8 persen pada 2016, tidak berubah sejak 2015. Perkiraan ini didukung asumsi pelambatan yang terukur di Tiongkok, yang diikuti oleh reformasi struktural dan stimulus kebijakan yang diperlukan.

Pertumbuhan di kawasan ini diperkirakan ditopang oleh naiknya sejumlah investasi di beberapa negara besar seperti Indonesia, Malaysia dan Thailand. Selain itupertumbuhan juga akan didorong oleh ekspansi ekonomi India yang besar diperkirakan akan stabil di angka 7,6 %. Brazil dan Rusia diproyeksikan berada pada resesi yang lebih dalam dibanding prakiraan bulan Januari. Afrika Selatan diperkirakan tumbuh sekitar 0,6 % pada 2016, 0,8 % lebih lambat dibanding proyeksi pada bulan Januari.

Menurut laporan Global Economic Prospects, peningkatan signifikan dalam sektor kredit swasta didorong oleh suku bunga rendah dan meningkatnya kebutuhan pembiayaan, yang belakangan ini semakin tinggi ikut mempertajam potensi risiko bagi beberapa negara berkembang.

Melihat tantangan tersebut negara di Asia Timur dan Tenggara justru tumbuh solid, begitu juga negara-negara berkembang pengimpor komoditas di seluruh dunia. Namun perkembangan ini juga perlu diantisipasi dengan naiknya tingkat hutang swasta di beberapa negara berkembang. Saat tren pinjaman naik, jika tingkat pinjaman macet maka pinjaman akan naik 4 kali lipat.

Ekonomi globl menghadapi resiko lebih besar, misalnya pelambatan lebihlanjut pada negara berkembang, perubahan besar pada sentimen pasar finansial, stagnasi pada negara-negara maju, periode rendahnya harga komoditas yang lebih lama dari perkiraan, risiko geopolitis berbagai negara, dan kekhawatiran terhadap efektivitas kebijakan moneter dalam mendorong pertumbuhan. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved