Business Research

Ekonom OCBC: Pelemahan Rupiah Berdampak bagi Sektor UMKM

Ekonom OCBC: Pelemahan Rupiah Berdampak bagi Sektor UMKM

ilustrasi. foto: griyaukm.com

ilustrasi. foto: griyaukm.com

Pelemahan nilai tukar rupiah yang mencapai Rp 13.400/ US$ tidak hanya berdampak pada sektor ekonomi makro. Pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) juga merasakan dampaknya. Terutama untuk UMKM yang memakai bahan dari impor. Hal tersebut disampaikan oleh Ekonom OCBC, Wellian Wiranto di acara bincang santai bersama wartawan di Kuningan City, Jakarta.

“Dampaknya tergantung dari sektor bisnisnya, jika bisnis yang mengandalkan impor maka sangat terasa. Sebaliknya bagi pelaku bisnis yang suka mengekspor akan tetap stabil dan bisa jadi menguntungkan di satu sisi,” ujar Wellian.

Menurut Wellian, di banding dengan produk negara lain produk Indonesia masih kurang daya tawarnya. (bargaining position). Seperti masakan Thailand yang sudah biasa dijumpai diberbagai kota di Eropa dan Amerika. Padahal dari segi bahan baku tidak jauh berbeda bahkan kualitas bahan baku Indonesia bisa lebih baik. Thailand bisa seperti itu karena promosi dan pemasarannya bagus di kancah pasar global, selain itu didukung dengan informasi tentang produk Thailand hingga end consumernya

“Sangat disayangkan sekali kalau kita punya produksi bagus tapi tidak dipasarkan,negara lain tidak akan mengenal produksi kita hasilnya akan nihil,” lanjutnya.

Maka, agar para pelaku bisnis UMKM ini dapat bersaing secara global, perlu ada inisiatif dari pemerintah. Karena dalam pengamatannya, pelaku UKMK masih banyak bermain secara lokal belum sampai pada ranah global.

Salah satu cara langkahnya adalah pemerintah mengintruksikan pada duta besar/perwakilan Indonesia di luar negeri agar menjadikan hubungan dengan luar negeri di tempatnya tidak sebatas hubungan diplomatik saja, tapi juga hubungan ekonomi dengan mengintroduksi produksi ekspor Indonesia ke ranah global.

Di kesempatan bincang santai itu pula, Wellian menjelaskan, dolar Amerika yang diibaratkan sebagai ‘king of the jungle’ sedang mengalami penguatan yang berdampak pada pelemahan nilai tukar mata uang negara lain. Tidak hanya Indonesia, termasuk negara-negara maju juga mengalami penurunan seperti Jepang, Kanada, Eropa hingga Australia.

“Jadi kalau nilai tukar rupiah menurun, tidak terlalu mengherankan. Secara psikologis kadar penurunan mencapai Rp 13.400 sangat menjadi fokus masyarakat, tapi jika kita melihat pada penukaran dengan mata uang negara lain, rupiah masih stabil,” tambahnya.

Selain faktor penguatan ekonomi Amerika, Wellian menambahkaan faktor domestik berupa defitis transaksi berjalan (current account defitis) dan penurunan BI rate ikut serta dalam pelemahan rupiah. Dari segi kebijakan, Wellian berpendapat BI juga ikut sepakat dengan penuruan rupiah karena adanya bantuan ekspor komoditas ke negara lain.

Wellian menjelaskan, jika dulu ekspor iIdonesia fokus pada komoditas mentah, sekarang ini komoditasnya mulai berkurang dan permintaan pasarpun juga ikut menurun. Jadi, mau tidak mau Indonesia harus bermain di ranah manufacturing. Meski banyak kompetitor dari regional maupun global, Indonesia tetap harus join the game.

Terkait dengan respons pemerintah sendiri, Wellian menjelaskan, saat ini pemerintahan Jokowi seperti penyanyi lagu rock yang tidak semua lagunya enak didengar. Hal tersebut yang menyebabkan pengaruh domestik terhadap pelemahan rupiah. Namun, secara keseluruhan ia menilai kebijakannya masih oke. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved