Business Research

EMC Umumkan Survei Pemulihan Bencana 2012 : Asia Pasifik dan Jepang

EMC Umumkan Survei Pemulihan Bencana 2012 : Asia Pasifik dan Jepang

EMC, perusahaan berbasis unit recovery solution dan data storage, memaparkan hasil surveinya mengenai pemulihan bencana di Asia Pasifik serta Jepang untuk tahun 2012. Survey ditujukan pada 2.500 perusahaan di Asia Pasifik serta Jepang. Tiap-tiap organisasi memiliki 250 – 3000 karyawan lebih, yang mewakili industri di bidang manufaktur, ritel, jasa keuangan, telekomunikasi, dan sebagainya.

Bagaimana hasilnya? Ternyata, cukup mencengangkan, yaitu sekitar 84% korporasi di Indonesia tidak terlalu yakin bahwa sistem atau data mereka dapat pulih pasca bencana. Sementara 64% korporasi di Indonesia telah kehilangan data atau downtime sistem dalam 12 bulan terakhir. Artinya, kebutuhan back up dengan teknologi lama sudah tidak cocok lagi dengan keadaan sekarang.

Riset ini membuktikan bahwa seringkali penyebab downtime berasal dari gangguan umum yang biasa terjadi di IT. Contohnya adalah 3 hal yakni kegagalan piranti keras sebanyak 52%, data korup 47%, serta kehilangan daya (mati listrik) 47%. Sementara itu, hanya 17% responden yang menyatakan bahwa downtime disebabkan oleh bencana alam, dan 19% dari sabotase pekerja.

“Awalnya yang ingin kami komunikasikan dalam survey ini adalah bencana-bencana seperti gunung meletus di tempat kita, banjir di Thailand, tsunami di Jepang, dan lain-lain (yang menjadi penyebab downtime). Karena kalau natural disaster yang terjadi di Jepang dan Thailand itu benar-benar signifikan, dari aspek IT-nya. Tapi, keluar dari itu, secara umum natural disaster ternyata bukan mature component untuk disaster recoverynya, tetapi justru yang sering muncul sebagai penyebab downtime adalah operational issue,” kata Adi J. Rusli, Country Manager EMC Indonesia.

Downtime sendiri dinilai sangat merugikan korporasi terutama karena berdampak pada 3 hal. Pertama downtime dapat menyebabkan keterlambatan pembuatan produk baik barang maupun jasa di suatu perusahaan. Kisarannya cukup tinggi yaitu mencapai 49%. Downtime juga dapat menyebabkan hilangnya pendapatan, hilangnya kepercayaan konsumen, serta hilangnya produktivitas karyawan. Masing-masing distribusinya sebesar 37%, 37%, dan 35%. Riset juga menyebutkan bahwa rata-rata dana yang dikeluarkan untuk back up sangat besar, berkisar antara 12,85%. Akhirnya 75% korporasi di Indonesia melakukan pergeseran dalam hal back up dan recovery mereka sebagai antisipasi atas datangnya bencana.

EMC menawarkan beberapa pilihan solusi. Solusi-solusi tersebut sangat bervariasi tergantung dari kebutuhan konsumen sendiri. Contoh mudah seperti back up, EMC mempunyai software back up yang disebut sebagai net worker. Software ini ekuivalen dengan varitas. EMC sekarang lebih banyak memposisikan diri ke arah solusi dispace back up. “Dispace back up ini sebenarnya banyak sekali peyedia solusinya di industri. Hanya saja EMC berbeda dengan mereka. Kami tidak sekedar dispace back up tapi kami juga melakukan data deduplikasi,” ungkapnya.

“Data deduplikasi dianalogikan misalnya, dalam satu ruangan terdapat 30 orang. Saya kirim email presentasinya, 1 presentasi fall size-nya 5 mb. Dalam mailbox email saya, saya lampirkan 150 mb (30×50 mb), disimpan dalam 1 storage jadi 150 mb. Teknologi data dedup yang 150 tadi diback up kembali lagi ke 1 fall size lagi. Bukan compresing. Kalau data dedup adalah data yang sama,kami back up untuk kedua kalinya,” ia menambahkan. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved