Business Research

'Four Thing's to What' Ekonomi Indonesia 2013

'Four Thing's to What' Ekonomi Indonesia 2013

Menjelang 2013, berbagai proyeksi ekonomi telah digaungkan beberapa ekonom kita. Termasuk catatan penting dari Perry Warjiyo, Direktur Eksekutif/Kepala Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia. Ada empat aspek dasar yang terangkum dalam ‘Four Thing’s To What’. Empat aspek inilah yang menjadi PR Indonesia dalam mengatasi masalah ekonomi tahun depan. Unuk mengetahui lebih dalam soal itu, berikut petikan wawancara Swa Online dengan Perry Warjiyo .

sumber foto : BeritaPrima.com

Seperti apa pandangan Anda soal ekonomi Indonesia tahun 2013?

Menerawang tahun 2013, pertama kira-kira things to what’s plus takes to what 2013-nya itu apa. Yang kedua outputnya seperti apa, dan kira-kira respons kebijakan, termasuk yang dilakukan Bank Indonesia (BI) seperti apa. Tahun 2013, saya kira banyak yang harus kita lihat. Tapi, saya akan fokus kepada 4 aspek, ‘things to what’. Hal ini supaya sekaligus menjawab bagaimana kita mengaitkan peluang internasional, nasional, maupun secara mikronya. Jadi ‘four things to what’ ini adalah global economic, structural economic, the economic of labor, dan the economic of election.

Seperti apa gambaran Four things to what 2013 yang Anda maksud?

Four things to what 2013, pertama adalah masalah Global Economic Outlook. We will be long and winding road untuk global economic recovery. Ketidakpastiannya masih ada dan akan terus terjadi. Trade revolusi di Eropa itu akan terus berlanjut. Tapi saya kira, on the other side-nya, saya tidak melihat bahwa keadaannya akan lebih buruk dengan apa yang sudah terjadi. Sebuah proses akan protected dan akan lama, tapi mungkin tidak akan lebih buruk dengan apa yang sudah terjadi di 2010 dan 2011. Growth ekonomi dunia tahun depan paling 3,3%. Mungkin sedikit recovery yaitu 3,8-3,9%. Cina tahun ini 7,5-7,7%. Tahun depan mungkin close to 8% seluruh recovery.

Global Economy Commodity, kelapa sawit sampai triwulan III, berat di tahun depan. Batu bara dan beberpa komoditas mungkin sampai triwulan II masih turun. Tapi, saya masih optimis tahun depan, ekspor bisa naik 1,7% dibandingkan tahun ini yang turun 14,8%.

Bagaimana dengan structural economic?

Kedua, terkait dengan nasional. Domestic demand-nya strong. Kita masih bisa mengandalkan domestic consumption dan domestic investasi. Saya kira konsumsi kita masih bisa di atas 5%. Bahkan prediksi kita bisa mendekati 5,4-5,5%. Investasi masih bisa 10-11%. The problem adalah our economic structure. Di sinilah pressure learn yang kami lihat di tahun 2013. Struktur pertumbuhan ekonomi kita banyak didorong oleh sektor-sektor yang kandungan impornya tinggi tapi penciptaan lapangan kerjanya kurang. Total penciptaan lapangan kerja tahun ini sekitar 900 ribu pekerja. Transportasi dan komunikasi bukan menambah tenaga kerja, tapi malah mengurangi 300 ribu pekerja. Padahal transportasi dan komunikasi tumbuhnya 10%. Pertanian paling banter tumbuhnya 4%. Lebih sedih lagi, di tahun ini penciptaan lapangan kerja turun 1,3 juta pekerja. This is the problem of our economic structure. Manufacturing kita lebih banyak belum berkembang. Banyak kandungan impor dari manufacturing kita. Terkait dengan otomotif, atau manufacturing lain. Alhamdulilah, trade dan services bagus. Itu yang bisa menciptakan lapangan kerja. Bahkan dari perdagangan sekitar 600-700 ribu tenaga kerja bisa dicetak.

Problem economic structure yang kandungan impornya tinggi, penciptaan lapangan kerjanya kurang. inilah kelemahan. Tidak hanya investasi, tapi industrial strategy. Bagaimana kita menciptakan struktur ekonomi manufacturing yang middle and small. Ya, mosok Potato Chip harus impor dari Malaysia, misalnya. Mosok, ketelanya dari Gunung Kidul tidak bisa dijadikan chip di situ. Begitu banyak produk makanan/minuman yang kita impor. Belum lagi otomotif maupun yang lain. Kekuatan ekonomi domestik kalau tidak didukung oleh perbaikan ekonomic structure, beban di current account akan defisit maupun neraca perdagangannya akan berlanjut. Itu yang terus terang terus dihadapi Bank Indonesia sekarang ini dan ke depan.

Bagaimana dengan the economic of labor?

Yang ketiga, ketenagakerjaan (UMP). Terus terang kalau kita bicara UMP ini bukan pergerakan di Indonesia saja. Di Cina sudah terjadi tahun 2010, dimana di daerah timur Cina, Beijing, Shanghai hampir semuanya, UMP naik 40%. Kenaikan UMP Jakarta 45%. All average secara nasional naiknya 21,7%. Jadi pergerakan UMP ini adalah pergerakan regional. Oleh karena itu assessment kami dari BI, dampak UMP terhadap inflasi 0,25%. Dampak tehadap produk TPT maupun daya saingnya sebetulnya masih bisa kompetitif, karena ini adalah regional movement, bukan Indonesian movement. Hampir semua negara mengalami kenaikan UMP, sehingga dari sisi daya saingnya, masih bisa kita lakukan.

Lantas, yang terakhir the economic of election?

Terakhir, the economic of election. Tahun depan, kuartal III-IV sudah mulai tahap petama election. Kuartal I-II, 2014 second election. Kalau kita merujuk di 2008-2009, sebenarnya ada bush ekonomi dari election. Dan umumnya kandungan impornya relatif kecil. Di kuartal III-IV 2009, akan ada tambahan push dari election sekitar 0,5 (kuartal III) dan 0,4 (kuartal IV).

Jadi secara umum seperti apa economic outlook Indonesia di 2013?

Outlooknya terus terang kami relatif optimis, ditambah berbagai faktor. Growth kita tahun depan sebetulnya mid pointnya 6,5%, kisarannya 6,2-6,7%. Kalau ditambah election sampai 6,6%. Masih cukup lebih baik dari tahun ini. Inflasi dengan tambahan 0,2 dari TDL, 0,25 dari kenaikan UMP, proyeksi inflasi kita tahun depan 4,9%. Neraca pembayaran, tahun depan current account defisit. Tapi over all, balance of payment bisa surplus, sehingga nilai tukar memang akan cenderung stabil dan lebih menguat dari tahun ini.

Seperti apa policy yang akan diterapkan oleh BI sendiri?

Kalau kita bicara BI Rate, kalau outlook pertumbuhan 6,5-6,6%, inflasi 4,9-5%, saya kira there is no reason, so far, kita perlu mengubah strategi BI Rate. Kedua, terkait dengan fokus dari policy, terus melakukan stabilisasi nilai tukar agar current accountnya bisa turun sekitar 2%. Itu yang terus kita lakukan. Kemudian trusty kita sudah keluarkan untuk bank-bank yang besar. Kita sudah buka business trusty. Dari sisi banking, policy-policy adalah bagaimana mendorong intermediasi, termasuk yang mikro. Di samping trusty, policy lain adalah multilicensing. Multilicensing bahwa networking akan terbentuk dari modal, governance, dan kemampuan menyalurkan UMKM. Semakin banyak, akan ada bonus untuk membuka cabang. Bank-bank harus menyalurkan kredit UMKM minimal 20% secara bertahap. Kemudian juga transparansi suku bunga dasar kredit untuk mikro, sebagian besar kita aplikasikan untuk yang mikro. Barang bisnis yang lain adalah brancheless banking. Bank-bank tidak harus membuka cabang yang makro-makro, over rate besar, tapi bisa melalui keagenan bank. Terakhir kami ingin mendorong payment system. Kami baru bicara dengan bank-bank besar, pelaku-pelaku besar, apakah Telkom dan XL, bagaimana memperluas akses financial inclution, untuk yang kecil. Jadi dari global, regional, policy dari BI adalah bagaimana ikut memperkuat struktur ekonomi khususnya untuk middle dan small banking. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved