Industri e-commerce tumbuh cukup tinggi sepanjang 2016. Namun, ada beberapa fakta mengejutkan tentang e-commerce di Indonesia. Semua itu terangkum dari hasil survei yang dilakukan oleh MARS Indonesia.

Pertama, baru sekitar 30% pengguna internet yang melakukan belanja online. Kedua, konsumen di Indonesia juga sensitif dengan harga. Ketiga, kepercayaan konsumen terhadap belanja online masih rendah. Kepercayaan ini terbagi dua, yaitu terhadap ekosistem dan terhadap provider.

“Ini yang perlu diberikan edukasi. Begitu harga lebih tinggi dibanding offline, mereka akan lari ke offline,” kata Asto Sunu Subroto, Presiden Direktur MARS Indonesia.

Menurut dia, beberapa fakta lainnya adalah usia yang paling siap untuk melakukan belanja online adalah antara 22-44 tahun. Alasannya, Ini karena di rentang usia tersebut sudah memiliki daya beli dan paham teknologi.

Mereka yang tergolong siap melakukan transaksi online berada di segmen kelas A dan berjenis kelamin perempuan. Mayoritas konsumen mengetahui transaksi online dari sebuah brand dari iklan di televisi, bukan dari perilaku berselancar di dunia maya.

Seiring banyaknya pemain karena entry barrier yang terlalu mudah, lanjut dia, eksposur terhadap konsumen sangat terbatas. Ini berpengaruh terhadap brand awareness yang rendah. Tak heran, konsumsi media offline juga masih tinggi, yakni di atas 50%. “Ini untuk melengkapi iklan yang gencar melalui internet yang harganya juga masih jauh lebih murah,” kata dia.

Untuk mempercepat pertumbuhan, menurut dia, pemilik merek harus gencar melakukan promosi. Komunikasi yang intensif dengan konsumen akan meningkatkan brand awareness. Hanya saja, upaya itu memakan dana belanja yang tidak sedikit.

“Lalu product mix. Pemilik merek harus tahu diferensiasi produk apa yang mereka jual. Tanpa differensiasi maka tidak ada pengaruhnya. Mereka yang jadi jawara, sangat tinggi di sisi komunikasi (burning money),” kata dia. (Reportase: Tiffany Diahnisa)